Kado Terindah

253 19 0
                                    

Sebagai seorang istri meneer belanda yang juga ikut berkarir dibisnis suami, membuat diriku lupa jika aku sudah lama tidak mengalami menstruasi. Mama mertuaku mencurigai diriku sedang hamil. Tapi aku tidak merasakan hal yang biasanya orang hamil alami seperti mual, muntah dan sebagainya.

Sampai pada tahun 1926, aku melahirkan anak pertama kami yang berjenis kelamin perempuan dan atas saran mama mertua kami namakan Lince Van Derek.

"Bedankt dat je me een prachtige dochter hebt gegeven (terimakasih telah memberikanku putri yang cantik)"
Ucap Jansoen sambil mencium keningku dengan lembut.

Jansoen adalah suami yang baik bagiku, dia selalu bersikap lembut dan bisa diandalkan. Dia memberikanku hakku sepenuhnya sebagai seorang istri.

Pernah suatu saat ketika aku diajak berkumpul dengan teman-teman londonya yang juga banyak yang beristrikan inlander atau pribumi. Aku melihat teman-temannya tidak memperlakukan istrinya selayaknya pasangan hidup, melainkan seperti babu pribadinya, mereka begitu kasar dan suka main tangan.

Bukan suatu keinginan untuk menikah dengan seorang meneer londo bagi sebagian wanita pribumi. Banyak dari mereka yang dipaksa bahkan mirisnya lagi dijual oleh orangtua mereka demi sebuah kedudukan pekerjaan atau gulden.

Ada juga yang sengaja memakai susuk dan mantra-mantra sihir untuk menarik pria belanda agar tertarik padanya. Itu semua mereka lakukan semata-mata karna motif ekonomi. Nyatanya tidak semua pria Belanda bisa bersikap layaknya seorang suami yang baik.

Karna alasan itulah dalam norma masyarakat sendiri, kedudukan nyai hampir sama dengan pelacur, bahkan lebih buruk lagi. Mereka dianggap mengkhianati agama dengan hidup bersama orang kafir. Karena itulah mereka menempatkan diri di luar masyarakat pribumi dan menjadi orang yang dikucilkan. Terkadang Nyai juga digambarkan sebagai gadis "gatal" yang pemalas, jahat, dan berjiwa pemberontak.

Karna banyak yang menganggap diriku dan para nyai seperti itulah yang membuat suamiku ingin membuktikan pada pribumi sekitar khususnya keluargaku bahwa diriku tidak serendah seperti yang mereka pikirkan. Suamiku mengajariku berpakaian yang anggun, bahasa belanda, berhitung, menulis, dan tata niaga.

Pernah suatu saat ada orang pribumi yang melemparku dengan kotoran sapi ketika aku jalan lewat rumah mereka. Mereka melempar dengan meneriakiku pelacur, dengan tegas suamiku mendatagi mereka dan berkata bahwa aku adalah istrinya dan bukan seorang gundik yang ketika dia bosan bisa meninggalkannya.
***

Pada tahun 1928 lahir anak kedua kami berjenis kelamin laki-laki yang kami beri nama Whillyam, dua tahun kemudian disusul anak ketiga kami berjenis kelamin perempuan yang kami beri nama Susianne.

Hidup kami bertambah bahagia ketika ada tiga malaikat kecil diantara kami. Jansoen benar-benar menepati janjinya pada bapakku untuk selalu membahagiakanku dan memperlakukan kami dengan baik.

Nyai KasminahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang