Negoisasi

103 9 0
                                        

Pulang dari stasiun traim atau kereta api dengan jalan kaki. Tidak terlalu jauh memang letak stasiun itu dari rumahku, hanya berjarak sekitar 5 Km saja. Sudah biasa bagiku dulu jalan kaki jauh, tapi semenjak aku diperistri Jansoen, hidupku seakan menjadi lebih baik.

Lagi-lagi aku mengingat suami Londoku itu dalam perjalanan ini. Belum satu jam aku ditinggal olehnya pergi tetapi aku sudah segila ini. Aku menepi, terduduk di bawah pohon gondang ini, menerawang jauh tentang beberapa hal kejadian dimasa lalu bersama suamiku.

Aku bertemu dengan Jansoen di kebun kopi milik orang Belanda. Saat itu aku yang sudah jatuh cinta padanya sejak pandangan pertama hanya berani mencuri-curi pandang padanya. Sungguh hal yang tidak mungkin bagiku waktu itu jika ingin bersanding dengannya yang seorang meneer tanah dan aku hayalah buruh.

Jansoen adalah laki-laki yang baik. Laki-laki yang takut akan Tuhan dan bertanggung jawab. Saat mengetahui Jansoen juga suka padaku, Jansoen tidak semena-mena membawaku pergi dan mengambil paksa aku dari bapakku. Dia dengan telaten dan pemberani terus memnyakinkan bapakku bahwa dia benar-benar mencintaiku dan menjadikanku istri satu-satunya seumur hidupnya. Bukan seperti kebanyakan wanita pribumi lainnya yang dijadikan gundik para pria Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda saat itu membuatkan aturan nikah. Aturannya adalah seorang asisten perkebunan Belanda yang baru, setelah melaksanakan tugas dinasnya selama 6 tahun secara terus-menerus baru dapat izin untuk menikah. Para Direksi perusahaan berpendapat bahwa seorang asisten perkebunan, selain bertanggung-jawab terhadap perkerjaannnya, ia juga memikul beban dan bertanggung-jawab mengurus isteri dan anak-anaknya.

Baru tahun 1922, keluar hukum yang baru tentang pernikahan yang tidak mengikat dengan kontrak kerja. Bagi para petinggi militer seperti mertuaku, dan meneer tanah seperti suamiku, tidak ada aturan dalam menikah. Mereka akan memilih wanita dari darah campuran atau perempuan Indo.

Karena itu, selain terdapat kultur pribumi juga terjadi percampuran kultur orang kulit putih dan orang kulit coklat. Dalam kultur dan kebudayaan ini, pakaian Eropa seperti korset dan rok tidak dipakai lagi. Akan tetapi digantikan dengan sarung atau jarik kebaya yang lebih mudah dipakai.

Seorang pria Indo dan wanita Indo yang disebut juga Indo-Europeaan menerima kebudayaan di Nusantara dengan mudah. Dalam kebudayaan Indo-mestis kultur, peranan wanita Indo sangat menentukan. Bila ia menikah dengan seorang pria Belanda totok, mereka tetap melakukan kebiasaan pribumi seperti biasanya dan terpisah dari kebiasaan suaminya yang ala Eropa.

Semua pada zaman itu sudah diatur dan ada hukum yang tertulis. Aku adalah saksi bahwa tidak semua orang Belanda kejam dan keji. Bahkan ketika aku menikah dengan Jansoen, dia mengangkat derajatku dan mengajariku banyak hal baik. Dan aku bisa menarik banyak pekerja yang dibayar dengan upah yang sesuai dari kalangan pribumi.

Aku mempunyai tiga anak dari Jansoen. Anak-anak yang lahir dari hubungan pria Belanda dan wanita pribumi atau inlander, oleh orang Belanda dan Eropa disebut Voorkinderen. Mereka mempunyai hak sama seperti orang-orang Belanda seperti mendapatkan hak untuk tinggal dan menjadi warga negara Belanda. Anak-anakku kini sudah ada didalam rumah dalam lindungan Miskari.

Miskari melakukan itu semua bukan semata-mata karena dia ikhlas membantu. Tapi dia meminta negosiasi memberikan satu anaknya untuk dijodohkan dengan anak terakhirnya.

Flashback On

"Hahahha Kasminah, aku melakukan semua ini bukan semata-mata aku iba denganmu"

"Maksudmu miskari?"

"Hei Kasminah, aku adalah orang yang paling ditakuti Tukijan dan orang-orang berpengaruh di desa ini. Aku bisa membantumu dengan membunuhn Tukijan untuk membuktikan pada semua orang bahwa aku manusia paling kuat di desa ini, dan dari situ mereka tidak akan mengganggumu lagi karna kamu dapat perlindungan dariku"

"Tapi kamu harus ingat Kasminah, aku hayalah pria biasa yang ingin kehidupan keluargaku juga makmur tanpa kekurangan makanan"

"Maksudmu apa Miskari. Bicaralah yang jelas"

"Kamu adalah orang kaya saat ini Kasminah karna dengan kebodohan suami londomu itu yang terlalu mencintaimu, dia memberikan selurih tanahnya kepadamu dan menamakan tanah itu dengan namamu sehingga negara tidak bisa mengasai dan mengambil aset suamimu"

"Aku juga ingin salah satu anakku menjadi tuan tanah, ikut menikmati hasil dari tanah tinggalan suamimu, maka dari itu aku ingin kau berjanji nikahkan Susianne dengan anakku."

"Atau anak-anakmu tidak selamat seperti saudara suamimu yang lain"

Flashback Off

Sesak dada ini, kenapa Tuhan memberikan cobaan bertubi-tubi kepada keluargaku. Aku beristigfar, sambil memandang sebuah rumah sebelah kantor Kecamatan. Aku tau persis rumah itu milik keluarga Fidelen teman adek suamiku Luchan yang terbunuh karena melindungi adek bungsunya Maria Van Derek dari Nippont.

Rumah megah dan besar itu kini terlihat ramai dikepung kaum bumi putra. Entah nasib sial apa yang terjadi pada keluarga itu. Mungkin nasibnya sama seperti keluargaku, mereka menjadi korban serangan brutal dari orang-orang pribumi yang keji.

Mereka benar-benar serius ingin menghabisi kaum kulit putih tanpa tersisa satupun. Aku terkadang penasaran, siapa dalang dibalik pencipta kekejaman tersebut, yang tega menghabisi bayi sekalipun. Tak berperasaan sekali orang-orang dibalik itu, yang memanfaatkan emosi rakyat kecil yang mudah terpengaruh.

Aku kembali kerumah, berjalan menyusuri jalan lagi. Langkah-demi langkah kujalani dengan pasti dengan selalu beristigfar dan mencoba menerima semua cobaan yang telah Tuhan tetapkan untukku.

"Kuatkan aku Gusti, mulai hari ini aku harus bisa mandiri tanpa sigaran nyowo (suami) yang selalu menemani dan siap membantu"
***

Nyai KasminahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang