[9] Adik

73 8 1
                                    

"aku mendengar dari warga, akan ada badai lagi malam ini" ujar Bubu membuka topik.

"Benarkah? cuaca Elnusa memang dingin, cocok sekali untuk berpelukan dan berciuman. Apalagi didapur, didepan perapian. Wah Mark mungkin kita harus mencobanya, pasti sangat romantis" Siapa lagi jika bukan Haechan yang berani mengatakan itu. Dan itu sukses membuat Jeno dan Jaemin saling lirik, tak berani menatap satu sama lain. Jeno benar-benar jengkel dengan kakak iparnya ini, bahkan disaat ia tengah hamil besar, ia malah semakin menjengkelkan. Jeno berharap anak kedua kakaknya tak menuruni sifat menjengkelkan Haechan.

Mereka makan malam dengan cukup damai, terkecuali dua insan yang sedang dilanda kecanggungan tak terkira. Bahkan Jaemin sama sekali belum mengeluarkan suaranya sejak kejadian tadi, lidahnya terlalu kelu untuk sekedar mengeluarkan satu kata. Ia terlanjur malu, terlebih pada Jeno.

"Jisung apa kau tau, adikku akan segera keluar" Ujar sikecil Chenle dengan mulut penuh makanan

"Benarkah?" Respon Jisung yang selalu senang mendengar celotehan Chenle.

Chenle menganggukan kepalanya sebelum kembali berujar "Aku berharap adikku seorang laki-laki sama sepertiku"

"Wah pasti akan sangat menyenangkan, bisakah kau ajak aku main bersama adikmu nanti?" Tanya Jisung semangat

"Tentu saja, tapi hanya saat kita sedang bersama"

Jisung mengangguk setuju akan ucapan Chenle.

"Jisung" Panggil Chenle pada Jisung.

"Ya?"

"Bagaimana jika kau juga memiliki adik?"

"Bagaimana caranya? Aku kan tidak memiliki Ibu sepertimu"

Percakapan kedua cucu Jung itu tak luput dari perhatian para orang dewasa disana, terlebih sang nenek. Hatinya sangat teriris melihat bagaimana kecewanya Jisung, mungkin setelah ini Jisung akan datang dan menangis padanya.

"Ada caranya" Haechan kembali menyahut, sontak semua mata disana tertuju pada Haechan. Jeno sudah sangat was-was dengan apa yang akan Haechan katakan.

"Bagaimana caranya Bibi Haechan?" Tanya Jisung semangat.

"Mudah saja, kau tinggal pinjam perut seorang Omega untuk adikmu tinggal dalam sembilan bulan"

Jeno yang mendengarnya nampak tak terima anaknya diberikan penjelasan tak Jelas oleh Haechan "apa maksudmu, jangan meracuni pikiran anakku"

Jisung tak menghiraukan ucapan sang Ayah dan malah kembali bertanya pada Haechan "Tapi perut siapa yang harus kupinjam Bibi Haechan?"

"Bukan kau yang harus meminjam, tapi Ayahmu"

Jeno sudah benar-benar muak, mengapa kakak iparnya ini senang sekali menyudutkan dirinya "Jisung jangan dengarkan Bibimu, itu tidak benar"

"Sst Jisung" Haechan berbisik pada Jisung, dan ketika Jisung melihat padanya, Haechan menunjuk Jaemin menggunakan dagunya. Dan yang ditunjuk pun belum menyadarinya karena memang tengah memakan makanannya. Namun mata lain menyadarinya, yang tak lain adalah Jeno. Jeno sangat tak setuju dengan ini, Beruang buas itu benar-benar sudah melewati batasannya.

'tidak Jisung, Ayah tak akan menyukainya'

Tak mempedulikan tatapan tajam Ayahnya, Jisung memanggil Na Jaemin "Na Jaemin"
Dan yang dipanggil pun menoleh

"Apakah Ayahku boleh meminjam perutmu?, Untuk tempat tinggal adikku, Hanya sembilan bulan saja Na Jaemin" Jawab Jisung tanpa ada beban disetiap katanya.

Mendengar ucapan Jisung, Jaemin langsung tersedak makananannya sendiri. Seperti deja vu, Jeno dengan sigap mengambilkan Jaemin air dan mengarahkan pada mulut Jaemin. Merasa memang membutuhkan air, Jaemin pasrah menenggak minum dari tangan Jeno. Tangan Jeno yang satunya tak tinggal diam, ia mengelus punggung sempit Jaemin untuk yang kedua kalinya.

NalectraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang