[7] Badai

70 10 0
                                    

"Na jaemin, apa kau didalam?"
Panggil Jeno sambil melangkahkan kakinya perlahan. Pandangannya pun tak tinggal diam, ia mengarahkan penglihatannya kesana kemari menelisik seisi rumah Jaemin mencari sosok pemiliknya.

Jeno menghentikan langkahnya didepan pintu sebuah ruangan yang sepertinya kamar pribadi Jaemin, lantaran Jeno mendengar suara gemericik air dari dalam, mungkinkah Jaemin sedang mandi?. Jeno jadi ragu apakah ia harus mengetuk pintu itu atau tidak, sebagai seorang tamu itu bukanlah perilaku terpuji. Tapi jika ia tak segera memanggil Jaemin, badai akan segera datang dan mereka mungkin tak akan bisa menerjang badai yang diperkirakan tak akan biasa itu.

Jeno mengetuk pintu didepannya dengan sedikit ragu-ragu tapi pasti

"Na jaemin, apa kau didalam"

Masih belum ada respon, sampai suara gemericik air yang tadi ia dengar mulai menghilang. Mungkin Jaemin tengah berjalan menuju pintu ini. Dan benar saja tak berselang lama, pintu itu terbuka dan..

Jeno tertegun dengan pemandangan didepan matanya.

Jaemin dengan kain kimono selutut berwarna putih, yang mana menampilkan tulang selangka dan sedikit dada mulus Jaemin.

Jaemin juga tak kalah terkejut dengan kehadiran Jeno didepan pintu kamarnya. Apa lagi yang orang ini lakukan.

"Tetangga yang baik tak akan masuk kedalam rumah orang lain sebelum dipersilahkan"

Kalimat pertama Jaemin yang sukses menyadarkan Jeno dari lamunannya. Ia sedikit gugup sebelum menjawab

"Maaf Na jaemin aku sudah mengetuk pintu rumahmu lama sekali, tapi kau tak mendengarnya"
Jeno menjawab dengan terus terang.

"Lalu?"

"Yaa udara diluar sangat dingin"

"Lalu ada urusan apa kau kemari"

"Sebelumnya aku minta ma-"

Jaemin membungkam bibir Jeno dengan telunjuknya. Sungguh ia sangat bosan dengan kata 'maaf' jeno yang sangat brutal menyerangnya.

Namun disisi lain Jaemin merasakan bagaimana jari telunjuknya bersentuhan langsung dengan benda kenyal dan panas itu. Entah ada apa didalam perutnya tapi rasanya menggelitik, Tak ingin memikirkan hal yang seharusnya tak ia pikirkan, Jaemin cepat-cepat menarik kembali jari telunjuknya. Menyisakan Jeno yang masih tak berkutik mencerna apa yang terjadi. Hei itu hanya jari telunjuk Jung Jeno, jangan berlebihan.

"Apa yang membawamu kemari?"

Tanya yang lebih muda, dan itu sukses membuat Jeno tersadar dari lamunannya.

"Begini, keluargaku datang mengunjungi Jisung dan aku. Mereka sedang makan malam, dan merka ingin mengundangmu"

"Mengapa harus aku?"

"Jisung yang menginginkannya"

"Aku tidak bisa"

Jeno tak terkejut dengan jawaban Jaemin, ia juga tak akan memaksa Jaemin untuk ikut bersamanya, ia tak ingin mebuat Jaemin merasa tak nyaman lagi kepadanya. Apalagi didepan keluarganya. Lagipula ia juga bukan siapa-siapa, melainkan hanya tetangga bagi seorang Jaemin. Bahkan tetangga yang tidak begitu akrab

"Badai sedang mengamuk diluar"

Jadi Jaemin menolak karna cuaca, bukan karena ketidak akraban mereka? Begitu bukan?

"Jika badai sudah reda kau menyetujuinya?"

"Sepertinya badai tak akan reda dalam waktu singkat"

"Darimana kau tau?"

NalectraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang