[12] Ajari

63 8 1
                                    

"tidak apa-apa Jung" Jeno berujar sambil mengelus punggung sempit Jisung yang tengah memeluknya. Jeno baru saja selesai mandi, bahkan belum sempat ia memakai pakaiannya, Jisung menubrukkan tubuhnya dengan mata memerah berkaca-kaca. Jadilah saat ini Jeno memeluk Jisung dengan hanya memakai kain handuk yang menutupi bagian bawahnya.

Jeno menangkup wajah penuh air mata sang anak dan berujar "Ibu mu akan marah pada Ayah jika melihat putranya menangis begini"

"Ibu ku yang mana? Memangnya aku punya Ibu?"

Salah, Jeno sudah salah besar mengucapkan kalimat yang ternyata malah menjadi bumerang untuknya sendiri.

"Bukan seperti itu Jisung"

"Jung Jisung"
Panggil seseorang dari pintu, Na Jaemin. Membohongi Haechan dan Taeyong tentang ia yang ingin mengambil coklat panas lagi, namun ternyata langkahnya malah membawanya menuju kamar ini, kamar dimana semalam ia tidur, yang tak lain dan tak bukan adalah kamar Jeno.

"Ah maaf" Ujar Jaemin ketika menyadari kedatangannya pada situasi yang tidak pas. Sedikit terkejut dengan kehadiran Jaemin, apalagi mengingat keadaannya sekarang yang hanya mengenakan kain handuk kecil yang ia lilitkan pada pinggang. Segera ia merapikan kain handuk yang tak sengaja tersingkap hingga menampakan paha atas penuh ototnya.

"Emm Na Jaemin bisakah kau bantu aku jaga Jisung sebentar, aku harus memakai pakaianku. Aku akan segera kembali"

Ujar Jeno sebelum melenggang kekamar mandi, meninggalkan Jaemin dan Jisung dalam kesunyian. Perlahan Jaemin mendekatkan dirinya menuju Jisung yang masih menunduk, Jisung merasa malu jika Jaemin melihat wajahnya yang sudah sembab.

Jaemin bertanya "Ada masalah apa?"
Jika Jaemin ingat-ingat kembali, ini adalah kali pertama dari sekian tahun ia menanyakan tentang masalah orang lain, biasanya ia tak akan mau peduli atau mengurusi masalah orang lain. Lagi-lagi ini membuatnya berpikir bagaimana bisa dirinya berubah seratus delapan puluh derajat dalam beberapa hari. Apakah seseorang telah menghipnotis otaknya atau bagaimana ia sungguh tak mengerti

"Tidak ada" jawab Jisung singkat

"Benarkah?"

"Ya"

"Baiklah aku akan pergi"

"Bahkan kau tak membujukku Na Jaemin?"

"Kupikir kau juga tau, aku bukan seseorang yang pandai dalam hal semacam itu Jung Jisung"

"Ya ya ya aku juga tidak mengharapkan itu darimu"

"Jadi apa masalahnya?"

Sebelum menjawab, Jisung menghela napasnya panjang "Apakah aku salah jika iri akan seorang anak yang selalu dielus kepalanya lalu disanjung dengan kalimat sederhana 'kerja bagus' setelah memenangkan sebuah permainan?"

Jaemin mengerti sekarang, Jisung juga menginginkan apa yang Chenle dapatkan dari Haechan. Meskipun hal yang sangat sederhana, tapi Jisung terlihat sangat menginginkannya.

"Lalu kau menangis pada Ayahmu?"

"Seperti yang kau lihat"

"Apakah jika kau selesai melakukan itu, kau akan langsung dapatkan apa yang kau mau?"

"Tidak"

"Lalu?"

"Lalu aku harus apa Na Jaemin, apa yang harus kulakukan? Katakanlah"

Jaemin tak bergeming, tak tahu harus memberikan jawaban yang seperti apa.

"Aku juga kehilangan Ibuku saat aku kecil Jung Jisung"

"Lalu apa kau juga merasakan apa yang kurasakan?"

"Sedih, tentu saja. Tapi ayahku tak ingin aku terlalu berlarut dalam kesedihan. Jadi ia mengirimku kesekolah bela diri, disana aku diajarkan banyak hal. Dan itu membuat pikiranku tak terus tertuju pada kepergian Ibuku. Tapi saat aku kembali kerumah, ternyata Ayahku sudah pergi meninggalkan aku"

NalectraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang