[10] Rasa

68 8 0
                                    


"Ibu..Ibu..Ibu.. Jangan tinggalkan aku Ibu"

Bahkan belum satu menit, hal yang ditakutkan Jeno terjadi. Jisung mengigau dalam tidurnya, belakangan ini memang Jisung sering kali mengigau. namun yang menjadi pikiran Jeno adalah sosok yang disebut sang anak. Bila diingat-ingat Jisung sangat jarang mengigau tentang Ibunya.

Tanpa pikir panjang Jeno kembali mendekati Jisung dan mengelus kepala sang anak. perlahan Jisung mulai tenang, terbukti ia tak lagi bergerak gusar. Nafasnya juga mulai teratur pertanda tidurnya kembali pulas.

"Kupikir Jisung tak akan bisa jauh darimu Jeno" Ujar Jaemin saat melihat Jeno hendak melepaskan tangannya dari kepala Jisung.

"Ya kau benar, selama ini dia selalu tidur denganku"

"Tetaplah bersamanya" Jawab Jaemin singkat

"Bagaimana denganmu?"

"Aku akan menggantikanmu tidur di ruang tengah"

"Apa maksudmu?"

"Lalu kau ingin aku bagaimana?"

"Tetaplah disini"

Jaemin mengernyitkan dahinya mendengar perkataan Jeno, jangan bilang Jeno menyuruhnya tidur seranjang bertiga. Jeno Jisung Jaemin, tidakkah akan terasa aneh?

"Na jaemin kemarilah"

Jaemin masih berperang melawan pikirannya sendiri, ia harus bagaimana ini. Bukan tak sudi tidur seranjang bersama Jeno ataupun Jisung hanya saja, mereka tidaklah sedekat itu. Hanya sebatas tetangga yang tidak akrab, tidak lebih. Apakah semua ini pantas?

Jeno memperhatikan Jaemin yang tak bergeming akan panggilannya, ia menghela nafasnya panjang. Dengan tak yakin Jeno berujar

"Aku tak akan menyentuhmu"

Kalimat yang terlalu ambigu untuk didengar itu terpaksa harus keluar dari lidah Jeno. Sedikit banyak Jeno tau apa yang ada dipikiran Jaemin, dan mengarah kemana pikiran itu. Jadi Jeno berusaha menepis itu semua.

Dengan terpaksa Jaemin naik keranjang itu, mengambil posisi kosong disamping Jisung. Dengan Jisung yang berada ditengah-tengah antara Jeno dan Jaemin membuat mereka benar-benar terlihat seperti keluarga bahagia yang dikaruniai satu orang anak.

"Setelah Jisung benar-benar pulas aku akan segera pergi" Ucap Jeno saat melihat Jaemin yang sudah menaikkan selimut hingga batas dada disertai raut canggung dan tidak nyaman yang terlihat jelas diwajahnya.

"Tidak perlu Jeno"

"Tidak, aku tak ingin membuatmu merasa tak nyaman. Bagaimanapun kau tamu disini Na jaemin"

"Baiklah terserahmu"

Setelah tak ada pembahasan lagi, keduanya memilih diam. Jaemin yang memejamkan matanya berusaha untuk tidur lalu Jeno yang masih sibuk mengelus kepala Jisung.

Dengan posisinya yang menyamping Jeno dapat memperhatikan bagaimana paras cantik itu terlihat sangat damai saat tertidur. Dengan penerangan samar-samar dari lampu kamar, pahatan sempurna Tuhan yang terpampang jelas didepan wajahnya itu membuatnya merasa tak memiliki alasan memalingkan wajah dari sana.

Hingga Jeno dibuat kelabakan disaat sang pemilik wajah memergokinya. Jaemin membuka matanya dan mengarahkan pandangannya pada Jeno, jika sudah begini bagaimana Jeno tidak salah tingkah.

"Na jaemin kau belum tidur?" Tanya Jeno mengalihkan topik, dan yang ditanya menggelengkan kepalanya.

Tiba-tiba rasa malu menjalar keseluruh penjuru tubuh Jeno saat otaknya memutar kejadian didapur lalu disusul dimeja makan tadi, tentang ia yang tak bisa membedakan punggung Ibunya sendiri dengan punggung Na Jaemin, dan tentang pinjam meminjam perut yang diucapkan Jisung. Sekarang ia yang bingung sendiri mana dulu yang ia harus mintai maaf pada Jaemin. Ia kembali teringat mengenai Jaemin yang menegurnya karena terlalu sering meminta maaf, sebenarnya Jeno juga tak ingin terus-terusan minta maaf pada Jaemin, tapi bagaimana lagi ia terus melakukan kesalahan lagi dan lagi pada Jaemin

NalectraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang