Bertemu adalah sebuah takdir. Meski kisah setelah pertemuan tak sesuai harap. Itu bukan salah takdir karna mempertemukan. Semuanya memiliki alasan. Semuanya sudah diatur semesta untuk dilakoni.
Begitu juga dengan pertemuan Kh...
Hal sederhana seperti tawanya pun membawa sebuah kebahagian itu untukmu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dyaksa sampai kerumah pada malam baru saja menyapa. Tapi ada rasa menyesal kala ia mendapati rumahnya begitu ramai.
Mobil-mobil mewah tampak terparkir. Mengecek tanggalan di ponsel, ia menghela nafas. Sepertinya ini jadwal rumahnya yang dikunjungi keluarga besar. Dyaksa memang kurang peduli akan hal itu sehingga ia terlupa bahkan hampir selalu tak menghadiri jika diadakan.
Mau gimana lagi. Ia sudah lelah seharian ini dengan kegiatan kampus dan hanya ingin beristirahat. Tapi rasanya ia tak sanggup menyeret kakinya untuk pergi ke apartemen dan memilih masuk kerumah dengan resiko akan disuruh ikut berkumpul.
"Dyaksa pulang!" Serunya berkabar.
Sang mama langsung menyambut anak semata wayangnya dengan memberi pelukan singkat. Benar, banyak dari om dan tantenya serta sepupu-sepupu tampak berada diruang keluarga dengan neneknya yang menjadi tonggak perkumpulan.
"Gak hujan-hujanan kan?" Tanya ibu Dyaksa.
"Enggak Ma. Are you okey?" Bisik Dyaksa menggenggam tangan Sinta.
"Iya, gak papa sayang. Ayok beberes dulu habis itu makan."
"Sapa nenekmu dulu!" Sankara sang ayah menyela mengintrupsi putranya.
"Baik, Pa," gumam Dyaksa menurut. Ia sudah tidak punya energi untuk membantah dan memilih menurut saja.
Langkah pria itu kemudian menuju ruang keluarga diikuti kedua orang tuanya. Saat derap langkah pria dengan jeans sobek itu sampai. Semua orang yang ada diruangan seketika menghentikan percakapan dan memberikan atensi kepada Dyaksa.
Bagaimana pun Dyaksa ada pewaris pertama dan utama dibanding semuanya. Apalagi papanya, Sankara adalah anak pertama. Menurut tradisi keluarganya, tetap menghormati dan memanggil kakak meski umur lebih kecil dibanding Dyaksa. Karna panggilan kakak mengikuti urutan orang tua dikeluarga bukan umur.
Jadi ada beberapa sepupunya yang memanggilnya kakak meski umurnya diatas Dyaksa.
"Baru pulang kamu?" Tanya Sekar.
"Iya, oma," balas Dyaksa.
Sekilas melihat sepupunya yang memakai pakaian formal meski hanya dengan kemeja dan celana katun dengan barang tambahan branded lainnya seperti jam dan lain sebagainya. Berbanding terbalik dengan dirinya yang selayaknya anak muda pada umumnya dengan tampilan sederhana.
Karna itu juga jarang yang mengetahui bahwa Dyaksa adalah anak kolongmerat ternama. Memang karna pria itu tidak membawa nama keluarga besarnya dalam kehidupan sehari-hari.