Hakuna Matata

24 5 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Aku mencintaimu, tapi aku bingung.
-Dyaksa-

"Oma Dyaca gak suka belajar buku-buku tebal ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oma Dyaca gak suka belajar buku-buku tebal ini. Dyaca suka pusing dan sesak Oma. Dyaca sukanya main piano." tubuh kecil itu memohon pada Sekar berharap ia akan berhenti disuruh belajar. Kepala kecilnya sudah berdenyut.

"Gak bisa! Kamu cucu pertama dan penerus. Jadi kamu harus paham semua ini," tegas Sekar.

Hari-hari belajar yang di benci Dyaksa kecil. Ia benci ketika sudah berjam-berjam begelut dengan buku bisnis yang membuatnya pusing.

Iya harus patuh kalau tidak mau di kurung ayahnya di ruangan gelap yang membuat sesak. Ia akan terus menangis berteriak ketakutan namun Sankara akan mengeluarkan setelah lima belas menit  Dan si Kecil Dyaksa bertahan untuk melakukan semua ini supaya tidak ada lagi yang membuat ibunya menangis.

Dyaksa berjanji jika di besar nanti dia akan melindungi Sinta dari siapapun itu terutama dari Neneknya.

Kilas balik masa kecil gelap itu selalu menyerang kepalanya hingga kini. Saat Dyaksa membuka mata saat merasa mimpi buruk itu sudah memenuhinya lagi. Plavon putih menjadi objek yang terlihat, kini ia sibuk mengerjapkan mata sambil mengingat apa yang terjadi.

Dyaksa lama termenung ia sudah sadar sejak tadi namun ia kembali tidur dan bermimpi lagi membuatnya bangun kembali.

Laki-laki itu mengangkat tangannya yang tak di tusuk jarum infus. Menatap lama pada boneka kecil yang yang di genggamannya. Sejak sadar untuk pertama kalinya dokter datang memeriksa dan dokter Rissa pun memberinya boneka kecil ini katanya titipan dara pemilik mata teduh itu.

Ada syukurnya Dyaksa kala Dokter Rissa tidak mempertemukan mereka. Meski Dyaksa membutuhkan gadis itu. Tapi keadaan kacau ini ingin ia tenangkan dulu. Pasti Gadis itu sedih. Dyaksa hanya tersenyum samar. Sebelum perlahan bangkit dari tidurnya dengan sedikit merintih.

Suara pintu berdenyit. Ada dokter Rissa disana.

"Gimana perasaan kamu?" tanya dokter Rissa membantu Dyaksa duduk dan menaikkan brangkar agar Dyaksa bisa bersandar.

"Pasti dia nangis ngerengek ya, pas ketemu dokter kemarin. hidungnya pasti merah," jawab pria itu diluar pertanyaan dokter Rissa.

"Ck kenapa kalian bisa jatuh cinta sih. Udah pada tau gak akan berhasil juga," decak sang dokter tak habis pikir.

Dyaksa tertawa kecil meski masih meringis. Jangankan si Dokter, dirinya sendiri saja bingung kenapa ia harus jatuh cinta pada dara teduh itu.

Semakin hari malah hatinya semakin penuh akan cinta itu. Demi apapun Dyaksa begitu menyayangi gadis yang masih baru dalam hidupnya itu.

"Mau ketemu gak sama anaknya. Biar di kasih tau?" Tawar dokter Rissa.

"Gak usah jangan kasih tau apapun dok. Saya masih malu untuk lemah di hadapannya,"lirih Dyaksa. Entah kenapa ia menjadi rendah diri untuk terlihat rapuh di depan Khalisa. Padahal jauh di lubuk hatinya membutuhkan gadis itu di saat hancur begini.

Dokter Rissa menghela nafas kasar." Belum apa-apa sudah mau saling menyakiti begini. Yaudah kalau memang saling membutuhkan berjuanglah bersama dengan cinta kalian itu. Soal ending urusan belakangan. Yah meski saya sangat tidak menyarankan untuk melanjutkan hubungan kalian."

Lelaki itu terpekur mencerna perkataan dokter jiwa itu. Kini ia menjadi bingung akan bagaimana ia bertindak kedepannya. Kenapa kini kisah cinta membuat seolahnya menjadi orang yang tak tahu apa apa tentang hubungan.

"Istirahat! makanan datang. Kasih tahu saya ingin ketemu siapa. Soalnya saya belum kasih siapapun menemui kamu. Saya mau bahas kondisi kamu sama dokter Haris dulu, jangan bertingkah! "Ucap dokter Rissa sebelum menepuk pelan bahu Dyaksa dan beranjak meninggalkan pria itu yang sedari tadi diam.

****

Keenan mengetuk pintu kamar putri sulungnya. Dari kemarin anak gadis itu terlihat murung dan banyak berdiam diri di kamar. Tentu saja aneh. Anak seceria Khalisa tiba-tiba diam artinya sesuatu terjadi.

"Kak, ini ayah! Ayah masuk ya,"tanpa menunggu jawaban. Keenan sudah membuka pintu kamar yang dihadapkan dengan Khalisa yang hanya duduk diam memandang ponsel. Bukan dimainkan hanya di pandang saja.

Langkah Keenan yang mendekat ke arah Khalisa membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.

"Ah Ayah. Maaf Kha gak denger tadi," cetus Khalisa memasang senyum memeluk ayahnya itu.

"Lagi kenapa? Murung terus. Terjadi sesuatu?"tanya Keenan mengelus surai Khalisa yang ada di dekapannya.

Haruskah Khalisa menceritakan Keenan perihal Dyaksa?

Biasanya gadis itu selalu memberitahu Keenan apapun itu. Bahkan hal yang tidak sepenting sekalipun. Tapi Khalisa berpikir jika ia bercerita tentang Dyaksa, ayahnya bisa tahu tentang perasaan mereka. Keenan pasti tidak akan setuju dengan mereka dan untuk pertama kalinya Khalisa memilih menyembunyikan hal ini dari Keenan.

"Gak papa Yah, lagi sedikit stres aja soal kuliah. Ih Kha kira akan santai karna banyak belajar dari kecil tau nya tetep aja sulit gini," keluh Khalisa.

"Itulah sayang, semuanya punya proses. Semakin berat prosesnya tentu hasil akan semakin luar biasa. Gak papa. Istirahat jika lelah asal jangan menyerah ya, ingat tujuan awal apa yang membuat kakak ingin menggapai ini," nasehat Keenan sesekali mengecup kepala putrinya.

"Kha sayang ayah,"bisik gadis itu.

"Ayah lebih sayang kamu, Nak. Besok kita Jogja temenin Ayah. Sekalian kamunya healing, ada libur kan tiga hari?"

Jika biasanya Khalisa sangat excited di ajak pergi ke Jogja kali ini tiba-tiba semua sirna karna ternyata ajakan ayahnya itu tidak membuatnya tenang.

Tentu alasanya karena pria Gemini yang membuatnya uring-uringan belakangan ini. Jika ia pergi bagaimana dengan pria itu. Bahkan dokter Rissa belum menghubunginya sejak pertemuan terakhir. Khalisa belum tahu keadaan pria itu.

"Ayah--"

"Gak ada penolakan. Ayah udah minta tolong ibu buat packing!"tekan Keenan.

****

Karna kepalang telah menyembunyikan perihal hubungannya bersama Dyaksa. Khalisa jadinya mengiyakan untuk pergi ke Jogja dan meninggalkan keadaan membingungkan ini.

Meski khawatir terus menghantui.

Meski segalanya di penuhi tanya.

Nyata semua tidak jelas dan penuh ke bungkaman.

Khalisa mencoba menelpon dokter Rissa namun tak ada jawaban.

'apa yang terjadi kak Dy. Kenapa kamu menjadi orang yang rapuh tidak seperti Presma kebanggaan semua orang yang ceria dan hangat itu' monolog Khalisa.

Khalisa banyak menerka dengan Dyaksa yang sangat pandai bermain topeng itu. Pria itu di kenal orang selalu bahagia dan hanya ingin orang bahagia nyatanya itu sebuah topeng belaka.

Bahkan Khalisa yang menganggap dirinya seseorang yang telah berhasil masuk pada kehidupan seorang Dyaksa Karunasankara pun bahkan belum mampu mengetahui apa yang sebenarnya pada pria itu.

' Kha ngasih boneka itu untuk ngasih tahu kamu untuk tidak khawatir lagi kak, aku disini. Tapi sepertinya belum kamu anggap sebagai seseorang yang bisa tempatmu membagi duka mu.'

Sebuah pesan itu tertulis dan terkirim ke Dyaksa. Meski Khalisa hanya menghela nafas karna tidak ada balasan.

Sedang Dyaksa hanya memandang notif pesan itu tanpa mau membukanya. Salahkah apa yang di lakukan ini? Atau memang dirinya yang belum siap membuka luka.

Bahkan terhadap Khalisa yang di akui pria itu sebagai perempuan yang di cintanya.

****
Jadikan Al-quran bacaan utama


Sampai Bertemu LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang