Tenang

314 46 5
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Tidak  ada  catatan

Denganmu  aku  tenang. Itu  cukup.


Dyaksa hari ini memutuskan untuk pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dyaksa hari ini memutuskan untuk pulang. Lebih  ke--terpaksa pulang. Karna Sinta yang terus-terusan menangis memintanya untuk pulang. Pemuda itu mana tega melihat sang ibu yang terus bersedih. Sudah cukup ibunya banyak mengalami kesedihan dan dia tidak  ingin menambah lagi.

Motor besarnya terparkir di garasi. Suasana rumah mewah berlantai tiga yang selalu nampak sepi meski banyak pelayan berlalu-lalang. Apalagi Dyaksa anak tunggal. Dan jarang dirumah.

Sinta begitu kesepian. Sankara yang sibuk dengan pekerjaannya dan Dyaksa yang memang jarang di rumah. Sekalinya rumah ramai pun ada saja permasalahan yang ada.

"Mah! Dyaksa pulang."

Tak butuh waktu yang lama. Sinta langsung bergegas membuka pintu kala mendengar suara motor sang putra dan seketika memeluk putra kesayangannya itu.

Wanita  yang  hampir  menginjak  kepala  empat  itu  masih terlihat awet muda  kemudian menangis dalam pelukan Dyaksa.

"Jangan pergi lagi. Mama mohon. Mama kangen," tangis Sinta.

Dyaksa membalas pelukan itu dengan erat. Ia juga tidak bisa membayangkan jika ia pergi meninggalkan Sinta sendirian di saat dia tahu Sinta hanya memiliki dirinya untuk bertahan di keluarga ini.

"Maaf ya, Dyaksa bikin mama khawatir," gumam pria itu.

"Kamu sakit kan kemarin-kemarin? Tolong mama gak bisa tanpa kamu. Jangan pergi-pergi." Sinta tentu saja mendapat kabar dari Dokter Haris tentang keadaan Dyaksa kemarin. Mengingat putranya itu jika sakit tidak mau merepotkan orang. Sudah  di pastikan  ia  tidak  akan  memberi  tahu  siapapun.

"Dyaksa udah sembuh kok. Gak papa. Sekarang Dyaksa lapar, Mah," rengek pria itu berusaha menghilangkan suasana sedih ini.

Keduanya merenggangkan pelukan. Sinta menatap wajah putranya dalam sendu. Tangannya terulur mengusap kedua pipi yang sedikit tirus itu.

"Kamu harus bahagia. Harus!" Lirih Sinta.

Dyaksa mengusap air mata yang mengalir di pipi sang ibu seraya memberi senyum.

"Kita harus bahagia Ma. Kita! bukan hanya Dy aja."

Sinta mengangguk semangat. Kemudian menggandeng tangan Dyaksa masuk kedalam rumah.

"Dy mau cerita sesuatu sama mama deh," ujar Dyaksa.

"Apa? Kok mukanya seneng gitu. Jangan cerita tentang perempuan ya mama cemburu. Eh bagaimana hubungan kamu dengan Meisya. Kalian baik-baik aja kan?"Sinta mulai berkutat dengan bahan masakan membiarkan Dyaksa duduk didepan mini bar menungguinya memasak.

Sampai Bertemu LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang