Rambut Ssyau yang panjang sudah ia potong hanya sampai sebahu saja, lurus dengan warna hitam pekat. Pesonanya sebagai perempuan masih dapat memikat orang asing belum mengenalnya, dengan hanya sebuah senyuman dan pandangan matanya.
Namun, senyuman itu juga sama tajamnya dengan sihir yang dikuasainya. Setiap orang yang ingin macam-macam, kemungkinan besar akan berakhir tragis.
Pernah suatu ketika saat ia sendirian di malam hari, sepulang dari menjalankan misi. Ada beberapa orang pria hidung belang yang datang menghampiri. Mereka mengikuti hingga sampai di tempat yang cukup sepi, lima orang itu jelas berniat buruk, keliatan pula dari penampilan serta gerak-gerik mereka. Jika tidak berniat buruk, lantas kenapa mereka mengikuti sampai sejauh ini? Ssyau membiarkannya, masih membiarkannya hingga sampai mereka berlima benar-benar dekat dengan Ssyau.
Ssyau menghilang dari hadapan kelima pria itu, lalu tiba-tiba ia muncul tepat di belakang kelima pria itu sambil berbicara, "Kalian mencari apa?"
Kelima pria itu ketakutan, menganggap Ssyau adalah mahkluk halus. Namun, satu persatu dari mereka dibuat tak sadarkan diri, dan ketika terbangun kelimanya sudah berada di atas pohon yang paling tinggi. Salah satu kejadian yang membuat Ssyau tertawa setiap mengingatnya.
Sekarang, Ssyau sudah tiba di sebuah tempat asing. Bahkan peta pun tak dapat membaca di mana letak pulau ini, terlebih saat tiba, Ssyau berada di bibir pantai. Semua orang sedang di sana untuk berjemur.
Ssyau mendapat perhatian dari semua pengunjung. Bagaimana tidak, ia di pantai dan mengenakan setelan tebal berwarna hitam, di pinggangnya pun jelas sekali sebuah pedang.
Beberapa orang mendekati, menghampiri, lalu salah satunya menyapa dengan sopan, "Maaf, nona. Di sini tidak boleh membawa senjata, apalagi seperti yang nona bawa itu."
Ssyau tersenyum menanggapi hal itu, ia lantas menarik pedangnya dan membuat beberapa orang itu mundur ke belakang. Namun, saat tahu jika pedang itu tak ada bilah tajamnya, dan Ssyau mengatakan kalau itu hanya mainan, mereka pun segera pergi dan meminta maaf, terlebih menyuruh lain kali jangan membawa hal seperti itu karena hanya akan membuat seseorang curiga.
Ssyau pun segera pergi dari sana. Ia agak bingung dengan pakaian yang orang-orang kenakan, berbeda sekali dengan apa yang ia kenakan, warnanya pun tak hanya satu, mereka juga bertelanjang tanpa adanya rasa malu.
Namun, Ssyau ingat tentang apa yang sebelumnya si pria misterius dan Deeron katakan. Bahwa tempat yang Ssyau kunjungi adalah di masa depan. Tugasnya pun akan lebih susah dibandingkan yang lain. Karena mutiara itu ada di perut bumi, dan sudah ada yang mencarinya.
Yaitu, pemerintah, oleh raja yang sedang berkuasa.
Ssyau berada di jarak yang cukup untuk bisa memandang dari dalam hutan ke sebuah galian yang sisi kanan dan kirinya dibangun layaknya benteng menggunakan kayu besar. Ssyau lantas menghilang, lalu muncul di atas sebuah pohon yang cukup tinggi. Ia memandang benteng itu dengan seksama, di atasnya ada beberapa penjaga dengan segala senjata yang masih asing oleh asing, senjata itu ditenteng, beberapa penjaga lain sedang tengkurap, senjata itu seperti panahan saat membidik untuk melepaskan anak panahnya agar tepat sasaran.
Suara menggelegar membuat Ssyau cukup kaget. Matanya melotot, ada rasa aneh di tubuhnya, tepat di pundak sebelah kanan. Saat Ssyau memegangnya, darah merembes dari sana. Ia terjatuh karena keseimbangannya hilang. Ia tak tahu jika senjata itu bisa membunuhnya dalam jarak sejauh itu.
Beberapa orang terdengar berteriak, langkah kakinya sampai ke telinga Ssyau yang sekarang berusaha bangkit berdiri, lalu berusaha menggunakan sihirnya. Ia menghilang, tetapi tidak bisa terlalu jauh, semakin sering ia menggunakan sihir, darah yang ada di pundak kanannya semakin mengalir deras. Dengan terpaksa ia berlari menjauh.
Namun, para penjaga itu semakin dekat dengannya. Sampai ia mendadak terhenti, jantungnya terpacu, tetapi saat itu ada uluran tangan yang kemudian memaksanya untuk digendong oleh orang asing.
"Aku sudah mencoba masuk ke sana berulang kali, tetapi kau bodoh sekali sampai tertembak seperti ini," tutur pria yang mengendong Ssyau itu. "Berharap saja semoga kita tidak mati berdua."
Darah itu terus mengalir deras, sampai pandangan Ssyau perlahan buram hingga ia tak sadarkan diri.
*
Yang pertama kali terlihat oleh Ssyau adalah remang lilin yang menyaladalam kegelapan ini. Kepalanya sedikit pusing setelah tadi ia tak sadarkan diri. Tubuhnya sudah diperban, sedikit nyeri dari luka itu terasa saat ia mencoba untuk bangkit duduk.
"Kau sudah bangun," sapa pria yang jelas tadi menggendong Ssyau, ia datang, meletakkan gelas di meja yang berisi teh. "Minumlah."
Ssyau tak segera meminum teh itu. Ia melihat badannya, "Siapa yang mengobati lukaku ini, kau?"
Pria itu tersenyum, "Bukan, ada perawat di sini, dan perawat itu perempuan. Tenang saja, aku takkan menyentuhmu."
Ssyau melihat satu orang perempuan yang berdiri di sebelah pintu. Syukurlah, karena jika pria di depannya berani menyentuh tubunnya saat ia tak sadarkan diri, bisa-bisa ia akan menggunakan sihirnya untuk melampiaskan kekesalannya.
"Siapa namamu?"
Ssyau mengerutkan kening, "Kau sendiri?"
"Erick Skall," jawan Erick. "Kau belum menjawab, siapa namamu?"
"Sillie," jawab Ssyau berbohong. Tak masalah, toh jika ia sudah mendapatkan mutiara itu, ia akan pergi dari sini. Ia kemudian memperhatikan Erick dengan saksama, "waktu kau menolongku, kudengar kau berulang kali mencoba masuk, 'kan?"
Erick mengangguk, membenarkan apa yang dikatakan Ssyau. Ia berjalan menjauh, tangannya meraih sesuatu, dua buah yang ada di meja, satunya ia lempar dan Ssyau menangkapnya. Erick menggigit buah itu sambil mengisyaratkan untuk Ssyau memakannya juga.
"Penjagaannya lumayan ketat. Kita tidak bisa masuk begitu saja seperti masuk ke dalam rumahku ini. Setiap penjaga memakai senjata api laras panjang. Berjaga setiap malam, bergantian." Erick mengangkat bajunya di bagian perut, ia memperlihatkan bekas luka sayatan dan jahitan, dua luka dari dua senjata yang berbeda. "Hampir mustahil untuk masuk ke dalam sana."
Ssyau meringis saat ia mencoba menggerakkan tangan kanan. Luka ini berbeda dengan luka sayatan pedang atau tekanan sihir. Luka yang belum pernah ia rasakan sebelumnya sama sekali.
"Untung kau hanya tertembak di bagian lengan atasmu saja," ujar Erick. Ia kemudian menunjuk kepala, "jika di sini," lalu beralih ke jantungnya, "dan di sini, kau bisa tewas di tempat, bahkan di bagian perut dan terkena bagian penting, kau bisa tewas."
"Aku sempat menghindar waktu itu," ucap Ssyau.
"Menghindari peluru? Percayalah, bukan kau yang menghindarinya, tapi si penembak yang meleset saat menembakmu." Erick sedikit tersenyum.
"Ah, ya, kalau mereka tak melihatku, berarti mereka tak bisa menembakmu, 'kan?" Ssyau berniat menggunakan sihirnya untuk menghilang.
"Asal kau tak terlihat saat menyelinap … tapi siapa yang bisa menghindari mata yang setiap saatnya melihat ke arah luar untuk membunuh siapa pun yang mendekat? Jawabannya takkan ada yang bisa, aku sudah mencoba berbagai cara." Erick menyelesaikan gigitan terakhirnya.
Namun, saat itu Erick langsung terlihat agak bingung karena Ssyau yang ia kenal dengan nama Sillie telah hilang dari pandangan matanya. Dia mencari dengan matanya yang memandang ke segala arah, dan tetap tak menemukan apa pun, tetapi beberapa saat kemudian Ssyau muncul, masih di tempat yang sama, tetapi kali ini keluar darah dari mulutnya dan darah juga merembes dari bekas lukanya.
"Kau?" Erick tercengang, tetapi ia segera membantu Ssyau yang terlihat tersiksa.
"Sepertinya luka yang kudapat ini membuatku tak bisa berlama-lama menggunakan kekuatanku."
Erick mundur perlahan, diambilnya pedang, dan diacungkannya ujung tajam senjata itu ke arah leher Ssyau. Napasnya terlihat tak beraturan, "Siapa kau?"
*
KAMU SEDANG MEMBACA
The Disaster Bearer
Fantasy[Pemenang wattys 2022 kategori Fantasi] Setiap anak yang lahir dari hubungan penyihir dan manusia diharuskan untuk mati, karena jika dibiarkan hidup maka akan terjadi sebuah bencana. Lantas bencana apa yang akan terjadi saat ada anak yang tetap bert...