Hujan kembali mengguyur Cosland. Ini sudah beberapa jam setelah Gill dan Ssyau masuk ke dalam hutan untuk mencari keberadaan Reozas dan yang lainnya.
Siang hari dengan matahari yang tak bisa menampakkan diri karena tertutupi awan gelap. Wrazle sedang mengunyah apa yang dihidangkan oleh koki kapal, jelas sekali makanan dari laut yang menurut sang koki iki adalah makanan yang sehat.
Desee terlihat duduk bersandar, di tangannya tergenggam busur panah yang ia pegang dengan erat. Seandainya hujan reda, ia ingin sekali keluar dan berburu, setidaknya ingin mencari kesibukan sembari menunggu Gill dan Ssyau datang kembali.
Sloxe meringkuk di atas kursinya. Ia kedinginan sejak tadi, makanan dari laut sebenarnya tidak cocok untuk lidahnya, tetapi tak ada pilihan lain selain itu. Guntur yang beberapa kali menyambar terkadang membuatnya sedikit takut, mengingatkannya pada masa lampau.
Saat hujan reda, Desee terlihat menyelinap keluar, lalu turun dari kapal itu setelah memastikan kalau Wrazle tidak tahu apa yang ia lakukan. Ia segera berlari menjauh, tidak masuk ke dalam hutan, tetapi melangkah terus menyusuri pantai.
Gadis kecil itu berpikir kalau di sini bakal ada beberapa hewan yang bisa ia buru. Lagipula ia tidak pergi jauh, cukup kembali melewati pinggiran pulau dan sampai lah ia di kapalnya, saat pulang ia pun tidak akan terlalu dimarahi karena membawa makanan.
Matahari muncul beberapa saat kemudian. Teriknya tak menyengat, dan itu cukup untuk menghangatkan tubuh yang tadi kedinginan.
Satu burung bertengger di dahan yang tidak jauh darinya. Namun, saat itu Desee berhenti untuk melangkah, pohon itu sudah masuk ke dalam hutan walau berjarak hanya dua pohon saja.
Tapi dari jaraknya ini, tak mungkin anak panah akan melesat dengan kuat dan cepat. Bisa saja tersangkut oleh dahan yang lain, jika masuk beberapa langkah ke depan maka akan mudah untuk memanah si burung itu.
Satu langkah sudah Desee ambil. Ia berhenti, menengok ke arahnya datang tadi, lalu tersenyum. Aman, bahkan air laut yang berombak dengan indah itu masih terlihat menyejukkan mata.
Ia pikir, itu tak masalah. Bahkan ketika dirinya mengambil langkah lebih jauh, laut itu masih terlihat. Dengan bidikan yang tajam, panah itu melesat, menusuk sayap kanan sang burung hingga tubuhnya jatuh terombang-ambing di udara.
Namun, burung itu tak sampai ke tanah. Tubuhnya tersangkut di salah satu pohon yang masih jauh dari jangkauan tangan Desee, bahkan tak mungkin menggunakan anak panahnya agar si burung terjatuh.
"Sialan," umpat pelan Desee. Ia kembali melihat ke arah laut, lalu berbalik, dan berniat untuk kembali ke sana.
"Seharusnya kita tidak boleh masuk ke sini, Desee."
Ucapan itu tidak asing, suaranya sangat jelas. Desee kembali berbalik arah, menatap ke arah suara, di atas pohon, sosok hijau dengan telinga lancip ke atas. Si goblin bernama Sloxe melambaikan tangan kanan yang sedang menggenggam burung buruannya yang tadi menyangkut di pohon itu.
Desee berlari ke arah pohon itu, sementara Sloxe dengan perlahan turun. Ia memberikan burung itu kepada Desee dengan tersenyum.
"Nanti aku bagi."
"Okey, tapi lebih baik kita kembali ke pantai, kan?" ajak Sloxe.
"Oh, benar juga."
Mereka berdua segera berlari, ternyata benar, mereka masih bisa keluar dari tempat itu. Tapi, Desee merasa apa yang ia dapatkan, satu burung tidaklah cukup untuk semua orang di kapal, ia harus berlaku adil.
"Burung hanya ada di dalam sana, dan di sana sangat berbahaya, Desee," Goblin memperingatkan.
Desee mengerutkan dahi, "Tapi buktinya kita bisa keluar."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Disaster Bearer
خيال (فانتازيا)[Pemenang wattys 2022 kategori Fantasi] Setiap anak yang lahir dari hubungan penyihir dan manusia diharuskan untuk mati, karena jika dibiarkan hidup maka akan terjadi sebuah bencana. Lantas bencana apa yang akan terjadi saat ada anak yang tetap bert...