01. Pertemuan Pertama

132 13 0
                                    

Jam istirahat telah tiba, kamu langsung pergi ke koperasi untuk membeli nota. Setelah itu, kamu kembali ke kelas dan membuat tabel untuk tugasnya nanti.

Berbagai nama tertulis di sana. Dari A hingga Z, lengkap. Kamu bisa menulis urutan nama sebab wali kelasmu memberikan lembar absen kelas kalian.

Setelah selesai, kamu pergi ke kantin. Tidak enak rasanya menagih uang kas saat mereka semua makan.

Barulah kamu menagih uang kas kala kelas mendapat jamkos. Guru yang mengajar di jam itu ternyata sedang sakit, guru lain yang mengajar mata pelajaran yang sama pun ada jam di kelas sebelas. Jadilah kelasmu mendapat tiga jam pelajaran jam kosong.

Kelas tetap saja ramai meskipun kalian baru saja bertemu. Mereka berbincang dengan teman-teman mereka yang baru bertemu setelah tiga tahun berpisah, adapula teman lama waktu SMP, dan lain sebagainya.

"Perhatian, semuanya! Waktunya bayar uang kas!" Kamu memukul-mukul bor agar atensi mereka tertuju padanya.

Atensi mereka tentu saja tertuju padamu. Kamu pun tersenyum. "Gue mau dalam seminggu sekali kalian semua bayar kas seribu. Tapi, kalau dua minggu sekali pun gak pa-pa, dengan syarat kalian bayar dua ribu. Buat orang yang gak bayar uang kas, itu dicatat sebagai hutang."

Semuanya mengangguk mengerti.

"Ya udah, boleh ramai lagi."

Kelas kembali ramai.

Selang beberapa menit, akhirnya kamu sampai di meja seorang pemuda berambut kuning bermata biru. Pemuda itu dari tadi tidak melepas jaketnya yang berwarna putih dengan kupluk ungu itu. Di saku jaket tersebut terdapat gambar bunga mawar merah yang melilit sebuah pedang.

Kamu menaruh buku dan berkata, "Bayar kas."

"Biasa aja kali."

Bukannya sambutan ramah yang kamu kira akan sampai ke telingamu, tapi ternyata sambutan yang sangat amat tidak ramah yang terlontar dari bibir pemuda itu. Kamu menghela napas, sudah menduga hal ini akan terjadi.

"Lho? Menurut gue, gue ngomong biasa aja, kok." Kamu menjulurkan tangan, berniat meminta uang sang pemuda. "Bayar kas, denger gue gak?"

"Itu menurut lo, jangan melihat segala sesuatu dari sudut pandang lo," ujarnya tanpa melihat ke arahmu. Ia berfokus dengan permainan online yang ada di ponselnya.

"Demi apapun lo itu beneran beban. Bisa main gak, sih?!" tanyanya tidak santai. Ia berbalik dan menatap temannya yang memiliki gigi hiu.

"Bisa lah woi! Ini WiFi sekolah sinting abis! Beli WiFi buat kelas lah!" Orang yang ada di belakang pemuda itu berdiri, merogoh saku dan membayar kas.

[Name] tersenyum. "Atas nama?"

"Barto—"

"Cavendish."

"JANGAN NGADA-NGADA LO!" Lelaki dengan seluruh giginya yang merupakan taring tersebut emosi. Ia maju dua langkah dan mencari namanya, kemudian menunjuknya. "Bartolomeo," ucapnya.

Kamu mengacungkan jempol. Lagi, kamu tersenyum.

Entah kenapa rasanya Bartolomeo senang melihat senyumanmu. Pipinya memerah dan dia langsung tertawa kecil sendirian. Cavendish menoleh ke arahnya dengan tatapan heran. "Lo kenapa, deh?"

Ibu BendaharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang