15. Hias Kelas

21 5 0
                                    

Kamu terdiam di kamar, menatap langit-langit yang digambar dengan gambar langit itu. Kamu meminta orang yang pandai menggambar untuk menggambar di sana.

Sejak tadi, kamu memikirkan perilaku Cavendish yang lebih ramah padamu. Apakah saat pertandingan kemarin bola basket mengenai kepala Cavendish hingga pemuda itu cukup tenang saat bersamamu?

Cara dia memandangmu, berbincang denganmu..

Apakah Cavendish sudah mengerti bahwa urusannya dengan Law itu tidak ada sangkut-pautnya denganmu? Atau Cavendish sudah lelah untuk terus-menerus mencari perdebatan denganmu?

Dan lagi, kenapa kamu memikirkannya? Bisa saja Cavendish sama seperti semula saat masuk sekolah nanti.

×××

"Pemenang pertandingan basket putra dan basket putri adalah kelas 10 TKJ-1! Silahkan kepada kapten untuk maju dan menerima hadiah," kata pembina upacara.

Kamu pun berdiri, bersamaan dengan Cavendish. "WADUH! COCOKNYA!" Sabo tiba-tiba berteriak, hal itu tentu menarik urat Bartolomeo dan membuat Sabo dimarahi oleh manusia berambut hijau tersebut.

"Maksud gue maksud gue, cocok banget mereka jadi kapten gitu, lho! Bukan cocok jadi pasangan!" kata Sabo yang sudah lelah dipukuli secara pelan oleh Bartolomeo, ya bagaimana teman bercanda saja. Bartolomeo pun tidak ada niat untuk menyakiti Sabo, hanya sedikit emosi.

"Tapi, jadi pasangan juga cocok, sih, hehe," lanjut Sabo. Sontak hal itu membuat Bartolomeo semakin brutal untuk memukulinya. Rasanya Bartolomeo ingin melempar Sabo ke sungai di mana terdapat lima ratus ekor buaya berjajar di sana.

×××

Cavendish berdiam diri di kantin. Ia menyedot minuman yang ia beli sambil melamun. Entah ke mana perginya Bartolomeo. Mungkin ia marah pada Cavendish karena mengira bocah pirang itu merebut gebetannya.

"Woi, bayar uang kas!" Meja digebrak, rasanya Cavendish ingin emosi dan marah-marah kala pikirannya jadi terganggu. Ia merogoh saku seragam dan memberikan uang kas.

"Wuih, cukup buat satu semester nih."

"Hah?" Cavendish melihat ke arah uang yang dipegang olehmu. Matanya membelalak. "Kembalian, woi! Itu jatah gue buat seminggu!"

"Yakin segini jatah buat seminggu? Keluarga lo kaya, masa segini buat seminggu?"

"Ya emang kenapa? Masalah buat lo?" tanya Cavendish kesal. Kamu menghela napas, turut kesal dengan pertanyaan Cavendish.

Kamu pun menunduk dan menulis catatan kas milik Cavendish, merogoh dompet dan menghitung uang untuk kembalian. "Uang kas ada berapa?" tanya Cavendish.

"Banyak. Ngapain? Mau nambahin?"

"Kagak. Ini gue mau kasih usul. Coba hias kelas. Gue sumpek lihat kelas yang kosong melompong. Masa isinya cuma struktur sama jadwal piket doang?"

Kamu terdiam, matamu melihat ke arah jumlah uang kas yang ada. Lalu, kamu mengetuk-ngetuk pulpen ke meja. "Iya, sih. Lo tinggal ngomong sama ketua kelas apa susahnya?"

"Emang lo ada pendapat mau hias kelas kayak gimana?" tanyamu.

Cavendish mengangguk. "Ada."

Ibu BendaharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang