•••
Tangan Gara terus menggenggam tangan Lily erat sembari berlarian menuju ruangan putri mereka. Perasaan Gara rasanya sangat sakit mendengar terjadi sesuatu pada putrinya itu.
Mereka langsung menuju rumah sakit setelah menutup sambungan telepon Vero. Lily ketakutan sebab firasatnya sedari tadi menjadi kenyataan. Sia dalam bahaya, dan dia tidak bisa menghentikan itu terjadi.
Sesampainya di depan ruangan VVIP, Gara dan Lily melihat Vero yang terduduk lesu dengan penampilan yang acak-acakan. Lelaki itu tampak putus asa, sorot matanya kosong.
"Vero, gimana keadaan Sia?" Lily bertanya tergesa-gesa. "Dia nggak kenapa-napa, 'kan?"
Vero menatap orang tua Sia dengan perasaan bersalah, dia tidak sanggup memberitahu apa yang dia lihat saat menemukan Sia dipinggir semak-semak.
"Om sama Tante bisa tanya ke dokter langsung," sahutnya lirih.
Merasa Vero tak dapat memberitahunya, Lily buru-buru masuk ke ruangan tempat Sia dirawat. Masih banyak dokter dan perawat yang mengelilingi ranjang Sia. Mungkin pemeriksaan belum selesai.
"Dokter, anak saya kenapa?!"
Pelan-pelan Lily mendekati ranjang Sia. Dokter yang menyadari kehadiran Lily segera menyingkir terlebih dahulu. Dan di sanalah Lily dapat melihat kondisi putrinya yang amat mengenaskan.
Tangis Lily luruh tatkala menyadari sekujur tubuh Sia terdapat banyak luka. Gadis itu masih terpejam, namun wajahnya penuh luka lebam. Lily sampai menutup mulutnya, terkejut sekaligus berusaha menahan isakan tangisnya.
"Siaaa!"
Lily berlari menuju sang putri. Setelah berhasil mendekat, dia peluk tubuh Sia erat-erat. Hatinya benar-benar hancur sekarang. Dia merasa gagal untuk melindungi Sia.
Dari arah pintu, Gara ikut masuk setelah mendengar teriakan Lily. Sama halnya dengan sang istri, Gara ikut terkejut menyaksikan keadaan putrinya. Dia tak bisa melangkah mendekat, kakinya lemas seakan tak bertulang. Pemandangan yang sungguh menyesakkan.
Lily terus mengecupi seluruh wajah Sia. Dia berharap putrinya bisa segera membuka mata. "Sayang? Ya ampun, pasti kamu kesakitan."
Akhirnya setelah mengumpulkan keberanian, Gara ikut mendekat. Dia memandang putrinya lamat-lamat lalu mengecup dahinya lama. Air mata Gara mendesak ingin keluar, tapi pria itu tetap berusaha menahannya.
"Anak saya kenapa, Dok? Kenapa bisa kayak gini?" tanya Gara putus asa, namun pandangannya tetap terpaku pada Sia.
Dokter itu bimbang, keadaan dari penerus keluarga Karim itu buruk. Bahkan sangat buruk bagi gadis remaja seusianya.
"Jawab, Dok! Anak saya kenapa?!" Gara murka. Kemarahannya meluap begitu saja.
"Pak Gara, anak Bapak... maaf, sudah dilecehkan secara fisik dengan brutal," tutur dokter itu pada akhirnya.
Gara dan Lily terperangah. Kata-kata sang dokter membuat hati mereka kembali hancur lebur. Putri mereka satu-satunya telah dilecehkan dengan sangat mengenaskan. Sungguh tidak ada yang bisa menggambarkan seberapa hancur Gara dan Lily saat ini.
"Sia?" Lily kehabisan kata-kata. Matanya mengerjap, sementara tangannya mengambil tangan Sia lalu menciumnya dalam.
"Maaf, Bu. Hasil pemeriksaan memang menunjukan bahwa putri Ibu sudah dilecehkan sekaligus dianiaya. Ada beberapa luka benturan juga di kepala bagian belakangnya."
Lily masih belum percaya. Dia terus menggeleng sambil menangis mendekati Gara. "Gara... Sia nggak apa-apa kan? Sia baik-baik aja kan?"
Gara bergeming. Dia juga tak menyangka kondisi Sia sampai seperti ini. "Gara jawab!" teriak Lily seraya memukul-mukul dada suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Time For Joy
Short StoryGara dan Lily adalah pasangan suami istri paling kaku yang pernah ada! ••• Lilyana Tan harus menghadapi suaminya dan putrinya, Akasia, yang mulai tumbuh dewasa. Lily berusaha melindungi keluarganya dari masalah yang menimpa mereka. Hanggara Karim, s...