•••
Setelah seharian berkebun demi mengalihkan kesedihan Sia, Gara benar-benar lelah. Pria dengan dada bidang itu mendesah tatkala Ana memberi tahu bahwa ada beberapa tamu yang datang. Padahal, Gara sudah bersiap tidur.
Begitu melihat tamu yang datang, Gara segera memanggil Lily yang saat ini tengah terlelap bersama Sia. Karena terlalu fokus menjaga putrinya, Gara sampai lupa dengan janji temunya dengan Brian malam ini.
Gara memang sengaja menyuruh Brian datang malam-malam agar Sia tidak dapat mendengar percakapan mereka. Gara takut Sia akan melakukan percobaan bunuh diri lagi kalau hasil investigasi tidak sesuai harapan.
"Ly, bangun." Gara berbisik pelan. Dia mencolek pinggang ramping istrinya.
Lily mengernyit bingung. Menguap sesaat sebelum bertanya, "Kenapa?"
"Ada Brian dibawah."
Lily yang mengerti maksud Gara pun segera turun dari ranjang dan merapikan pakaiannya. Sebelum keluar kamar, dia menyempatkan diri mengelus dahi Sia dan memastikan anaknya itu sungguhan tertidur.
Gara dan Lily akhirnya turun dengan membawa sejuta harapan. Mereka berharap pembicaraan kali ini membawa titik terang mengenai pelaku pelecehan. Sungguh, Gara tak sabar untuk memberi pelajaran pada orang itu.
"Jadi gimana, Brian? Ada perkembangan?" tanya Lily penuh harap.
Sayangnya, Brian menggeleng lemah. "Sorry, Mbak. Kamera CCTV di club itu cuma ada di bagian depan dan ruang tengahnya aja. Untuk dibagian toilet dan tempat Sia ditemukan, nggak ada."
Gara memejamkan mata kecewa. Penjelasan Brian bisa diartikan bahwa tidak ada bukti yang bisa digunakan untuk menangkap pelaku itu.
Brian yang melihat raut kecewa dari keluarga sepupunya itu menghela napas lelah. "Yang gue liat di CCTV cuma bagian Sia masuk ke club, dance sebentar, terus habis itu dia ngobrol sama temen laki-lakinya. Gue nggak tahu mereka ngobrolin apa. Yang gue tahu habis mereka ngobrol, Sia pergi ke toilet. Lama banget. Dari situ gue sadar Sia nggak balik lagi."
Mata Lily memanas. Tidak ada satu pun hal mencurigakan yang terekam CCTV. Ini akan menyulitkan penyelidikan. "Terus gimana?" tanyanya.
"Ya, untuk saat ini, gue cuma bisa ngandelin keterangan saksi, Mbak. Satpam itu. Gue akan coba tanya-tanya lebih dalam lagi. Dan kalau boleh..." Brian berdeham sebentar. "Tolong tanyain Sia, barangkali dia punya musuh atau apa gitu. Soalnya keterangan korban juga penting buat bantu penyelidikan ini, Mbak."
Pikiran Gara menerawang pada putrinya. Sebenarnya, dia tak berani menanyakan hal itu secara langsung pada Sia. Dia takut anaknya itu akan kembali bersedih.
"Aku usahain tanya. Tapi, mungkin nggak bisa dalam waktu dekat. Kamu tahu sendiri, 'kan kalau Sia habis..."
"It's okay, Mbak. Gue ngerti, kok." Brian menganggukkan kepalanya. Dia benar-benar terkejut saat Gara mengabarkan bahwa Sia melakukan percobaan bunuh diri.
"Ya, udah. Gue pamit dulu ya, Mbak. Nanti kalau ada perkembangan apa-apa gue kabarin."
Brian berdiri disusul Lily dan Gara. Mereka mengantarkan sepupu Gara itu ke depan rumah. Yah, meskipun hari ini harus mendapat kabar yang kurang mengenakkan, mereka tak putus asa.
Selama Tuhan masih memberikan mereka umur, mereka tak akan menyerah begitu saja.
•••
Lily termenung memandangi tanaman di rumahnya yang terkena sinar matahari pagi. Biasanya diwaktu seperti ini, dia sudah berada di butik. Bertemu dengan klien yang kadang sudah jauh-jauh datang hanya untuk mengenakan baju rancangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Time For Joy
Short StoryGara dan Lily adalah pasangan suami istri paling kaku yang pernah ada! ••• Lilyana Tan harus menghadapi suaminya dan putrinya, Akasia, yang mulai tumbuh dewasa. Lily berusaha melindungi keluarganya dari masalah yang menimpa mereka. Hanggara Karim, s...