10. Riddle

2.7K 236 6
                                    

•••

Sia diperbolehkan pulang oleh dokter adalah hal yang paling Lily syukuri untuk saat ini. Dia tidak bisa lagi melihat putri satu-satunya itu terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit.

Kepulangan Sia juga disambut oleh kedua orang tua Gara dan Lily.  Para orang tua itu sudah menunggu dari pagi hari hanya untuk cucu kesayangannya mereka.

"Sia." Helena mengecup pelipis Sia. "It's okay."

Sia menatapnya kosong. Hal tersebut membuat Helena terdiam, tidak ada lagi keceriaan dalam diri sang cucu.

"Sia sembuh dulu, ya. Tetep sehat, biar kita bisa liburan lagi." Berganti Karen yang bicara. Tak berbeda jauh, Jonathan juga menatap iba cucunya.

Karen dan Helena berjanji akan membantu Gara dan Lily jika diperlukan. Mereka siap menjaga Sia kapanpun. Sebagai orang tua, Karen dan Helena paham apa yang dirasakan putra putri mereka itu.

"Ayo, masuk. Oma sama Oma Helena temenin kamu di kamar, ya," sahut Karen lagi sembari menuntun Sia memasuki rumah mewahnya diikuti Helena.

Sementara itu, Gara dan Lily sedikit merasa lega. Setidaknya kedua ibu mereka bisa menghibur Sia untuk saat ini. Gara ingin fokus ke dalam pencarian pelaku yang tega melecehkan Sia. Dia akan mengerahkan segala cara untuk memberi keadilan bagi putrinya.

"Ini pasti berat. Tapi kalian harus dampingi Sia," petuah Jonathan. Dia menepuk bahu menantunya. "Kasih tahu Papa kalau kamu butuh bantuan. Papa bakal bantu."

Gara menarik napas panjang. "Makasih, Pa."

Setelah menyemangati Gara, Jonathan pergi menyusul istrinya ke kamar Sia. Kini tinggallah Gara dan Lily berdua di ruang tamu rumah mereka dengan keadaan saling diam. Tidak ada yang membuka suara.

Lalu Gara meraih ponselnya. Dia berniat menghubungi Daniel. Pria itu butuh waktu untuk bisa kembali bekerja.

"Halo, Daniel?" sapanya.

"Ya, Pak?" Daniel langsung mengangkat teleponnya. "Ada apa, Pak?"

"Tolong kamu urus masalah kantor dulu. Kasih sebagian tugas ke Pak Wirawan. Beberapa hari ini saya nggak bisa ke kantor."

"Baik, Pak. Tapi kalau boleh tahu ada masalah apa, ya, Pak?" tanya Daniel.

"Anak saya ada masalah. Saya nggak bisa ninggalin dia dulu," jelas Gara secara singkat.

"Oh, begitu. Iya, Pak. Saya paham. Ada lagi?"

"Nggak. Terima kasih, Daniel."

Gara menutup ponselnya. Matanya melirik Lily yang masih diam, tidak bergerak dari tempatnya duduk. Gara rasa istrinya itu jadi tambah pendiam semenjak kejadian yang menimpa Sia.

"Aku udah kabarin Brian. Dia polisi yang nanganin kasus Sia. Kamu tenang aja," celetuk Gara.

Dia bersyukur sepupunya yang menangani kasus Sia ini. Gara jadi bisa menanyakan perkembangan kasusnya kapan saja. Dia juga percaya Brian bisa membuat pelaku itu segera tertangkap.

"Iya." Lily hanya menjawab seadanya.

Gara menghembuskan napasnya kasar. Dia bangkit lalu berpindah duduk di samping istrinya. Pria itu memandangi Lily dari samping.

"Pelakunya pasti ditangkap, kan?" Tiba-tiba Lily bertanya. Dia menolehkan kepala pada Gara, menuntut jawaban.

"Pasti. Kalo polisi nggak bisa nangkep, ayahnya Sia sendiri yang bakal hukum dia."

Ucapan tegas Gara membuat kegelisahan Lily berkurang. Sesaat kemudian, pria itu menarik pinggangnya mendekat, menenggelamkan Lily dalam dadanya.

Lily menyadari sesuatu, dia senang karena Sia memiliki ayah sehebat Hanggara Karim.

A Time For JoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang