•••
Orang tua Gara dan Lily sudah pulang ke rumah masing-masing. Hari sudah pagi, Gara menyuruh mereka pulang agar tidak terlalu banyak orang yang menunggu di rumah sakit. Menurutnya, cukup dia dan Lily saja yang stay di sini.
Sia tidak terbangun lagi setelah tadi tertidur. Jelas sekali gadis itu hancur, dari matanya pun sudah terlihat jelas. Sungguh, Lily sangat syok dengan apa yang terjadi pada putrinya.
Begitu pula Gara. Pria 38 tahun itu bertanya-tanya, kenapa Tuhan harus memberi putrinya cobaan seperti ini. Sia adalah gadis lugu. Tidak sepatutnya gadis itu menderita. Gara benar-benar murka. Sayangnya, dia tak tahu harus melampiaskannya pada siapa.
Pelaku yang telah melecehkan Sia belum diketahui sampai sekarang. Gara juga tak mungkin memaksa Sia bangun dan mengatakan siapa pelakunya. Sambil mengacak-acak rambut, Gara mendesah frustasi.
"Mbak Ana buat teh," ujar Lily seraya menyodorkan cangkir dengan sedikit uap diatasnya.
Mata wanita itu masih merah. Begitu juga hidung dan bibirnya. "Makasih." Gara menerima cangkir itu.
"Habis ini ganti baju kamu. Mbak Ana udah bawain baju sekalian tadi." Perintah Lily membuat Gara sadar bahwa dirinya masih mengenakan jas hitam yang dipakainya saat pesta.
Kesedihan Sia mampu membuat Gara lupa segalanya. Apalagi saat gadis itu hanya memberikan tatapan kosong. Gara menghela napas berat, ujian yang dihadapinya kali ini benar-benar fase paling rendah dalam hidup.
Lily yang menyaksikan kegundahan sang suami hanya mampu tertunduk. Dia masih menyalahkan dirinya sendiri karena tak mampu menjaga Sia.
"Aku bakal cari pelakunya sampai ketemu. Dia harus dihukum. Sia jadi menderita gara-gara dia." Meskipun mengatakan dengan nada datar, ucapan Gara tetap bisa membuat orang yang mendengarnya bergidik takut.
Lagipula, ancaman dari seorang ayah yang anaknya disakiti memang tidak main-main. Menyeramkan sekaligus mengharukan. Sia harusnya mendengar ini. Gadis itu perlu tahu betapa ayahnya sangat menyayanginya.
"Apa kita harus tanya ke Sia? Tapi... aku takut dia-"
"Dari mulut Sia atau bukan, pelakunya bakal tetep ketahuan. Aku udah minta uji forensik sama Dokter. Sia pasti dapet keadilan," sahut Gara.
Lily ingin sekali menangis sekarang. Tak pernah dia dapati suaminya berkata sebegitu yakin itu. Gara yang kaku kini berubah seperti singa yang makanannya direbut paksa.
"Aku juga udah minta bantuan polisi buat nyelidikin kasus ini." Gara menoleh pada istrinya yang sudah bersiap menangis. "Kamu nggak usah khawatir."
Lily membalas tatapan Gara. Melihat binar penuh keyakinan di mata lelaki itu, membuat Lily tak dapat lagi membendung air matanya. Tangisnya pecah. Sekuat tenaga dia mencoba menahan jeritnya agar Sia tak bangun.
"Gi-gimana sama masa depan Sia nanti? Apa dia... dia..."
"Sssst, kamu jangan mikir yang aneh-aneh dulu. Yang penting sekarang Sia harus sembuh." Gara usap-usap bahu istrinya yang bergetar.
Lily menggeleng. Bagaimana bisa Sia sembuh? Lily yakin Sia tidak akan pernah bisa melupakan hari ini. Hari dimana dia kehilangan kehormatannya.
"Tolong..." Lily terisak. "Tolong tangkap pelakunya. Siapapun... jangan lepasin dia," pinta wanita itu.
Gara membawa tubuh Lily ke dekapannya. Dia mengangguk sekaligus berjanji dalam hati untuk memenuhi permintaan Lily.
Dulu saat Sia masih kecil, Gara ingat putrinya pernah terluka sampai kepalanya harus dijahit karena seorang pencuri berusaha merebut kalungnya. Hari itu, Gara sangat marah. Dia meminta polisi menangkap penjahat itu dan membawanya ke hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Time For Joy
Short StoryGara dan Lily adalah pasangan suami istri paling kaku yang pernah ada! ••• Lilyana Tan harus menghadapi suaminya dan putrinya, Akasia, yang mulai tumbuh dewasa. Lily berusaha melindungi keluarganya dari masalah yang menimpa mereka. Hanggara Karim, s...