15. Land of Milk and Honey

2.8K 248 1
                                    

•••

"Ly, passport aku mana?"

Lily yang tengah memakaikan syal kepada Sia mengerutkan dahi kebingungan. "Katanya udah dibawa tadi."

Liburan yang Helena canangkan nyatanya memang terlaksana. Gara, Lily, dan Sia sudah berada di bandara untuk terbang ke Swiss. Sebenarnya liburan dadakan ini menjadi agenda yang sangat Lily tunggu-tunggu. Dia ingin memperbaiki kondisi keluarganya.

Mereka tiba di bandara pukul sepuluh malam, lebih cepat satu jam sebelum penerbangan. Lily sudah memerintahkan Tere untuk mengurus keperluan bagian imigrasi dan yang lainnya. Sebab Lily telah disibukkan dengan 7 koper yang akan mereka bawa.

"Nggak ada." Gara meraba jaketnya sendiri. "Ini pasti ketinggalan!"

"Di saku samping coba." Lily bangkit mendekati sang suami. "Masa nggak ada, sih?"

Gara berdecak keras. "Udah aku cari. Nggak ada di jaket, Ly. Kalo nggak ketemu, kamu telepon Ana atau siapa, deh. Ini bener-bener nggak ada. Kamu kok nggak periksa dulu tadi?"

Wanita berjaket coklat itu menahan geram. Sebelum berangkat ke bandara Gara sudah membuat keributan karena jam tangannya yang katanya hilang padahal sudah Lily letakkan di dalam koper. Dan sekarang tinggal masalah passport.

Lily ingin memarahi, namun dia melirik pada putrinya yang terkantuk-kantuk dengan mata yang bolak-balik tertutup. Niat itu dia urungkan. "Di tas kecil kamu kali."

Melihat wajah kesal sang istri, Gara menjadi diam. Lelaki itu memeriksa tas kecil yang melingkari tubuhnya. Dan benar saja, memang ada passport di dalamnya.

Gara sontak meringis. "Tadi nggak ada."

Baru Lily ingin menjawab, kedatangan Tere menginterupsi mereka berdua. "Pak, passport sudah ketemu? Atau perlu saya hubungi orang rumah?"

"Nggak usah, Tere. Udah ketemu," sela Lily dengan sewotnya.

Tere berdeham menyadari sang majikan kesal. Dia buru-buru membawa passport Gara untuk sekaligus mengurus imigrasi. Dia harus bergegas karena antriannya lumayan panjang.

Lily kembali duduk di samping Sia, dia menyandarkan kepala putrinya yang masih mengantuk itu ke pundak. "Tidur lagi, Sayang. Nanti Mama bangunin."

Sia menyetujuinya. Wajah gadis itu sudah tenggelam tertutup syal sang ibu. Dari pagi, Sia sibuk memilah baju yang akan dia kenakan di Swiss, alhasil tidak ada kesempatan untuk tidur siang.

Gara duduk di samping Sia. Dia membelai kepala putrinya yang akan terlelap tidur itu. Melihat wajah menggemaskan putrinya membuat Gara tersenyum tipis.

"Ngantuk banget dia." Lily bersuara. "Padahal belum makan malam."

Kedua orang tua itu sibuk memandangi putri mereka. Gara berharap liburan kali ini bisa berhasil membuat Sia lebih ceria lagi.

Tak terasa waktu berjalan cepat dan Tere sudah selesai mengurus keperluan mereka. "Pesawatnya 15 menit lagi, ya, Bu."

"Makasih, Tere." Lily menyunggingkan senyum. "Kamu boleh pulang. Kopernya biar diurus ayahnya Sia."

Akhirnya Tere berpamitan pergi. Pun dengan Lily yang membangunkan putrinya yang masih pulas itu. Sedikit tidak tega, tapi Lily tidak ingin mereka ketinggalan pesawat nantinya.

"Sia bangun dulu."

Pelan-pelan Sia terbangun, lalu mengucek matanya. "Mau berangkat, Ma?"

"Iya, tidur lagi nanti di pesawat." Berganti Gara yang menjawab.

Sepasang suami istri itu lalu sibuk mengurus koper mereka. Sia hanya menyaksikan saja, karena Gara melarangnya membantu, terlebih nyawa Sia masih belum terkumpul.

A Time For JoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang