•••
Sarapan pagi hari ini diwarnai suasana menegangkan antara Gara dan Lily. Mereka sama-sama tidak saling bicara. Memang bukan hal baru melihat mereka diam-diaman, namun kali ini rasanya aura permusuhan begitu terpancar dari wajah Lily untuk suaminya.
"Mau makan yang mana lagi, Sayang?" Pertanyaan Lily ditujukan untuk Sia yang sudah menyelesaikan makanan utamanya.
"Itu," jawab Sia sembari menunjuk pudding coklat beraneka topping.
Dengan sigap, Lily mengambilkan pudding pilihan anaknya. Untuk sekilas, Lily melirik ke arah Gara yang memandanginya dingin.
Helena berdeham kecil melihat interaksi anak menantunya. Omong-omong, dia memutuskan untuk menginap di rumah Gara dan Lily karena ingin menemani Sia sementara waktu.
Bukan tanpa sebab, Helena juga mencurigai ada yang tidak beres dengan hubungan Gara dan Lily itu. Meskipun sudah berusia senja, Helena tetap peka dan tentu dia tidak akan tinggal diam.
Sia memakan puddingnya hanya tiga suapan saja. Tanpa berpamitan, gadis berpiyama biru itu menaiki tangga menuju kamarnya. Terang saja hal tersebut membuat Helena dan Lily kompak menghela napas sendu.
"That's enough." Ibu mertua Lily itu meletakan sendoknya ke piring agak keras. "Coba kamu contact Dokter Boni, Ly. Tanyain solusi supaya Sia mau makan yang banyak lagi."
Sang menantu mengangguk. "Nanti aku coba, Ma. Sekarang aku mau bujuk Sia dulu aja."
Lily hendak beranjak pergi sebelum Gara menahan lengannya. Pria itu menyadari bahwa istrinya juga belum menyelesaikan makannya.
"Kamu belum selesai makan." Pandangan mata Gara menajam. "Nanti aja susulinnya. Kamu selesain makan dulu."
Karena rasa marah masih mendidih dalam diri Lily, dia buru-buru menyentak tangan Gara dengan wajah yang keruh. Bahkan wanita itu tidak menghiraukan keberadaan sang mertua di sana.
"Nggak." Lily pergi ke kamar Sia dengan wajah marahnya. Hal itu sontak membuat Gara berdecak keras.
"Ck!"
Gara tahu istrinya itu tengah marah. Namun dia kira masalah semalam tidak akan berlarut-larut sampai pagi ini. Padahal Gara yakin keputusannya tidak salah. Liburan hanya akan menghambat proses pencarian pelaku. Tentu saja Gara menolak keras usulan istrinya itu.
"Kalian berantem?" Helena bertanya.
"Sedikit," sahutnya singkat.
Helena menaikan satu alisnya. Wanita yang usianya lebih dari setengah abad itu tahu persis bagaimana sifat menantunya. Lily akan berpikir berulang kali sebelum melakukan sesuatu, dan kali ini menantunya itu bahkan tidak merasa bersalah memperlakukan suaminya dengan kasar.
"What's wrong? Lily marah sama kamu?"
"Iya." Gara mengetuk-ngetuk jarinya pada gelas. "Dia minta liburan sama Sia, Ma. Ya, jelas aku tolak lah."
"Kenapa kamu nolak? What's the matter? Oh, kamu punya kerjaan penting?"
Gara semakin kesal. Apa ibunya kira saat Sia dalam masalah, Gara bisa pergi bekerja atau datang ke acara penting? Pikiran lelaki itu saja tak bisa lepas dari permasalahan Sia.
"Ya, enggak, Ma! Tapi aku nggak bisa liburan gitu aja. Aku nggak mau kasus Sia terbengkalai. Kalo aku pergi, kemungkinan pelakunya ketemu, bakal tambah sulit."
Helena manggut-manggut. Alasan Gara memang masuk akal, tapi tetap saja tidak benar menurutnya. "Actually, Mama yang ngomong ke Lily buat ngajak Sia holiday."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Time For Joy
Short StoryGara dan Lily adalah pasangan suami istri paling kaku yang pernah ada! ••• Lilyana Tan harus menghadapi suaminya dan putrinya, Akasia, yang mulai tumbuh dewasa. Lily berusaha melindungi keluarganya dari masalah yang menimpa mereka. Hanggara Karim, s...