16. Groovy

2.7K 247 0
                                    

•••

Entah sudah berapa kali Lily tersenyum hari ini. Wanita 38 tahun itu begitu bahagia ketika membayangkan wajah tenang dan damai Sia tadi. Setelah apa yang sudah Sia lalui, gadis itu pasti butuh sesuatu yang menyenangkan. Dan pergi ke Iseltwald benar-benar pilihan tepat.

Aroma coklat tiba-tiba saja melewati penciuman Lily. Rupanya Gara sudah menyusulnya ke balkon untuk mengantarkan coklat panas.

Lily diam-diam tersenyum melihat rupa Gara. Pria itu jadi tampak lebih manis dimatanya beberapa hari ini.

"Nih, coklatnya." Tangan Gara terulur pada Lily.

"Makasih. Sia masih tidur, 'kan?"

Gara bergumam pelan setelah meneguk coklat panasnya. "Hmm, iya. Dia bilang kakinya udah nggak sakit, tapi pengin tidur, kecapekan kayaknya."

"Kamu juga capek?"

"Nggak, lah." Gara berdecak meremehkan. "Aku masih kuat."

Pria itu bahkan yakin masih bisa mengendong Lily sekarang jika mau. Tapi yah, tentu saja dia tidak akan melakukan itu.

Ah sial, Gara jadi membayangkan hal yang tidak-tidak bersama Lily. Liburan kali ini memang bukan keberuntungannya.

"Kondisi di rumah gimana?" tanya Lily, yang seolah menyadarkan Gara dari lamunan kotornya.

"Hah?" Gara reflek menggaruk kepala belakangnya. "Eum, Mama Helena bilang everything is running normally. Belum ada kabar apapun dari kasusnya Sia."

Lily menghela napas. Jujur, dia lelah dengan semua ini, tapi dia juga tak mau menyerah sampai pelaku itu ditangkap. "Aku harap setelah pulang nanti, kasus ini udah selesai."

"Aku juga." Gara melirik istrinya yang tampak lesu. Ragu-ragu dia memeluk bahu istrinya dari samping dan menepuk-nepuknya pelan. Gara ingin Lily tahu, kalau dia ada di sini untuk mendukungnya melewati cobaan ini.

Sebenarnya Lily cukup terkejut dengan tindakan Gara. Suaminya itu jarang sekali melakukan hal-hal romantis seperti ini. Tapi biarpun begitu, Lily tetap membiarkan Gara melingkupi bahu mungilnya. Sometimes little things make her blush.

Ah, Lily jadi salah tingkah.

Gara berdeham canggung. "Kamu dingin nggak?"

Lily menggeleng pelan, cuaca di penginapan ini sedang tidak terlalu dingin. "Nggak, kenapa emang?"

"Ya, nggak apa-apa. Cuma kalo dingin kita masuk aja sekarang."

"Nanti aja. I still want to see this incredible view. It's really like heaven."

Lily bukannya hiperbola. Pemandangan yang tersuguh di balkon penginapannya memang sangat indah. Bisa-bisanya ada tempat sebagus ini di bumi?

Bukit yang penuh dengan warna hijau, danau yang jernih, burung yang berkicau merdu. Ini benar-benar seperti surga.

"Nanti kalo kasusnya Sia udah selesai, kita liburan lagi, yah?" Lily tersenyum dan menoleh pada Gara, berharap sang suami mengabulkan keinginannya.

Mata Gara tetap mengarah ke panorama di depannya. Namun, bibirnya mengiyakan permintaan Lily. Pendamping hidupnya itu benar, liburan kali ini pasti tidak akan pernah Gara lupakan seumur hidupnya. Dia jadi tidak sabar menantikan liburan-liburan yang lain.

Tapi, tentu saja next time dia akan membawa asisten. Gara tak mau repot lagi.

"Kemana?" tanya pria itu basa basi.

Lily tampak berpikir sambil terus menarik bibirnya keatas. Liburannya bahkan belum direncanakan, tapi dia sudah sesenang ini. "Nanti, aku tanya Sia dulu."

A Time For JoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang