19. Red

3K 278 19
                                    

•••

"Tapi, kalau Rafael pelakunya, kenapa dia ngelakuin semua ini?"

Lily tak mampu menahan rasa penasarannya. Dia bagai terperangkap dalam labirin besar yang membuatnya sulit menemukan jalan keluar.

"Itu yang masih jadi misteri." Brian menjawab. Tangannya dia lipat didepan perut. Alis tebalnya menukik tajam. Tapi, raut wajahnya langsung cerah saat mengingat sesuatu. "Coba tanya salah satu temennya Sia yang juga dateng ke pesta itu, Mbak. Kita tanya dia, apa Rafael tetep stay di sana sampai party itu selesai?"

Dipikiran Lily saat itu hanya terbayang wajah Brittany. Gadis seusia putrinya itu juga orang pertama yang bisa dia telepon saat kejadian. "I'll call Brittany."

Gara mengangguk setuju. Pria itu berharap jawaban Brittany dapat membawa titik terang bagi kasus ini. Jika benar pelakunya adalah Rafael, Gara tak akan segan untuk membuatnya babak belur tak karuan. Entah apapun motif anak itu.

"Halo, Brittany?"

Lily bisa mendengar suara samar-samar orang berbincang sebelum Brittany menjawab, "Iya, ada apa ya, Tante?"

Bibir Lily menipis karena sang empu bingung harus bertanya bagaimana pada orang yang tengah dia hubungi. "Tante mau tanya, waktu dipesta itu, apa kamu liat Rafael dari awal sampai akhir acara itu selesai?"

"Eum... waktu acara pembukaannya sih aku liat dia, Tante. Tapi, abis dance aku nggak tau dia kemana lagi. Mungkin dia ada acara kecil sama keluarganya atau apa."

"Jadi, kamu nggak tau dia kemana lagi abis dance?" tanya Lily memastikan, yang dijawab Brittany dengan gumaman setuju. "Bisa Tante minta nomor teleponnya? Tante cuma pengin memastikan sesuatu."

Tanpa merasa curiga, Brittany mengatakan akan mengirimnya lewat pesan chat.

Lily sangat bersyukur karena jalannya dipermudah Tuhan. "Okay, Thank you so much for the information, Brittany."

"Sama-sama, Tante. Oh, ya kalau boleh tau, eum... kapan Sia bisa masuk ke sekolah lagi, Tante?"

Kini Lily merasa bingung harus menjawab apa. Tangannya mengepal. Dia tidak tahu kapan Sia benar-benar bisa pulih dan kembali beraktivitas seperti biasa. "Tante belum bisa kasih tau itu sekarang. Kami belum diskusi tentang ini. Jadi, maaf Tante nggak bisa—"

"It's fine, Tante. Yang penting Sia bisa secepatnya sembuh. Aku sama teman-teman lain juga bakal berdoa buat dia. Tante tenang aja. Just call me if you need anything."

Mata Lily memerah. Dia menyadari bahwa Sia masih punya banyak teman yang memberikannya support melalui doa. "Once again, thank you Brittany. I'll call you kalau Sia udah bisa dijenguk."

Setelah Lily menutup teleponnya, Gara segera bertanya, "Gimana? Apa kata dia?"

"Brittany bilang, dia nggak liat Rafael sampai acaranya selesai. Dia bilang setelah acara dance, Rafael menghilang."

Gara mengepalkan tangannya emosi. "Itu artinya dia pelakunya?"

Brian menahan bahu sepupunya yang naik turun. "Sabar dulu, Mas. Dia menghilang di pesta itu, bukan berarti dia pelakunya. Who knows what he was doing at that time? Kita juga nggak ada bukti konkret."

"Itu bener, Gara," sahut Lily. "Tenang dulu."

Gara membuang muka. Mau seberapa positif pikiran orang-orang, Gara hanya berpikir bahwa pelakunya adalah Rafael. Bukan orang lain. Tapi, dia tak mengelak kalau perkataan Brian ada benarnya juga.

A Time For JoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang