Langit sore ini begitu indah, matahari sudah mulai terbenam di ufuk barat. Udara terasa lebih dingin. Jalanan kota tampak begitu padat, bis yang aku naiki pun penuh dan terpaksa aku harus berdiri lagi hari ini. Lelah memang, berdiri hampir setiap hari ketika pulang sekolah. Awalnya aku mendapat tempat duduk tapi ada seorang wanita hamil menaiki bis di halte sebelum ini, karena tidak tega aku persilahkan ibu itu untuk duduk ditempatku. Kasian ibu hamil itu, berat sekali mengangkat perutnya. Mungkin usia kehamilan sudah 8 bulan, perutnya buncit sekali.
Akhirnya aku sampai di halte dekat rumah, jalan sekitar 8 menit lagi, aku sudah sampai persis di depan pintu rumah. Aku ingin cepat-cepat pulang. Hari ini ibu berjanji akan membelikan taeobokki dan ceker pedas kesukaanku. Aku tidar sabar.
"Aku pulang."
"Eommaa.. eomma.. kau sudah pulang?"
Samar terdengar suara gaduh di dalam kamar. Aku mengabaikannya karena aku lebih tergoda melihat bungkusan agak besar di atas meja makan. Sepertinya ibu sungguh sudah pulang. Aku bergegas mengambil piring dan sendok di dapur dengan ransel yang masih menggantung di pundakku, setelah sebelumnya mencuci tangan.
Suara gaduh dari kamar Hyung semakin menjadi membuatku sedikit penasaran.
Jadi yang pulang Hyung bukannya ibu.
"Hyung.... kau sudah pulang?"
Aku berjalan perlahan menuju kamarnya. Lengkap dengan piring dan sendok di tangan. Pintu kamarnya terbuka sedikit. Aku mengintip dan......
Prang......
Aku terkejut. Terdiam, membeku sejenak. Mencoba mencerna apa yang kulihat. Pikiranku kosong. Aku bingung. Hal pertama yang muncul di kepala ini sesaat setelah suara pecahan piring menyadarkanku, adalah lari sejauh mungkin yang entah kemana arahnya. Aku tidak lagi ingin melihat wajahnya. Aku harus menghilang.
Kupaksa berlari sambil membanting pintu dengan kasar. Pergi kemana saja asal tidak ada Hyung. Aku mendengar langkah kaki lain yang mengikutiku. Mungkin itu Hyung yang mengejarku, aku tidak ingin berbalik. Tapi kuhapus dengan cepat air mata yang menetes. Aku tidak mengerti seketika air mataku mengalir deras sekali. Seharusnya hari ini udara terasa sangat dingin tapi aku tidak merasakannya, semua terasa panas seperti mau meledak.
Sekarang aku ada di taman bermain yang sering kami kunjungi ketika masih kecil. Tidak ada satupun orang disini. Terasa kaki kananku lebih dingin daripada kaki kiriku. Kutengok kebawah. Ternyata aku memakai pasangan sepatu yang salah. Aku sudah pergi terlalu jauh dari rumah. Jarak dari rumah ke taman bermain ini kurang lebih 45 menit jika berjalan kaki, tapi aku kesini hanya 30 menit, aku tersenyum bodoh..
Ternyata Hyung hanya bermain-main denganku. Ciuman tempo hari hanya keisengannya belaka. Sungguh menjijikkan. Aku menganggap serius guyonan Hyung. Jika sudah begini, Aku sangsi bisa kembali menjadi Han Ji Woo tiga bulan yang lalu. Air mata ini kenapa tidak mau berhenti? Logikaku berusaha menyadarkanku tapi hati kecilku menyangkalnya. Aku kesepian. kusembunyikan wajah senduku diantara kedua lututku. Kubiarkan air mata ini tumpah sampai habis.
"Haeksaeng...sedang apa kau dibawah seluncuran itu? apa tidak dingin disana?" tanya seorang Haraboeji
Tiba-tiba ada seorang Haraeboji menegurku. Kuhapus sisa-sisa air mataku. Aku malu sekali.
"Kau mengapa menangis, ada masalah dengan temanmu?" aku menggeleng
"Dengan orang tuamu?" menggeleng lagi.
"Dengan pacarmu?" mengangguk, menggeleng dengan keras.
"hahaha,, kalian anak muda selalu saja dirisaukan dengan hal-hal sepele." raut wajahku berubah agak ketus.
"Aku hanya bercanda, terlepas apapun masalahmu dengannya, sebaiknya kau bertanya padanya bukannya lari dan menangis di pojokan, apalagi gelap-gelapan."
Aku menunduk. Aku hanya mendengarkan haraboeji ini.
"Tanyakan alasan dia melakukan hal yang membuatmu menangis, jangan mati dalam keadaan penasaran. Tidak enak. Bahkan jika faktanya menyakitkan, setidaknya kamu akan mudah memaafkannya dan lambat laun akan menganggap itu tidak cukup serius untuk dipikirkan. Waktu akan menghapus rasa sakitmu. Kerelaanmu yang akan menyembuhkannya. Kau mengertikan?"
"Yasudah, sebaiknya kau pulang, ibumu pasti mencarimu?"
Ku pamit pada beliau dengan menundukkan kepalaku. Haraboeji pergi lebih dulu. Ponselku bergetar. Ada nama ibu disana.
"Ya.. bu" jawabku
"Kau dimana? Hyungmu masuk ugd!"
"Hyung kenapa, Bu?"
"Cepatlah kemari.. nanti ibu shareloc posisinya"
Ada apa dengan Hyung? Aku mencari halte terdekat. Beberapa jam lalu aku membencinya, tapi sekarang aku sudah mengkhawatirkannya.
Sesampainya dirumah sakit, ibu sudah menungguku di lobi rumah sakit.
"Ji Woo ya..."
Kuhampiri Ibu,
"Bu, apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana bisa Hyung masuk UGD?" Ibu mengantarkanku ke kamar perawatan Hyung sambil menceritakan konologisnya.
Ibu bercerita, ketika akan pulang setelah bekerja, pihak rumah sakit menelepon kalo Hyung masuk rumah sakit akibat tak sengaja tertabrak mobil, untung saja mobil itu tidak dalam sedang dalam keadaan melaju kencang. Hyung segera dilarikan kerumah sakit oleh pemilik mobil dan semuanya sudah baik-baik saja sekarang. Hanya saja salah satu tangan Hyung retak dan harus menggunakan gips sekitar dua bulanan.
Aku sudah didepan kamar perawatan Hyung. Ibu menitipkan Hyung pdaku. Ibu akan pulang sebentar, mengambil pakaian ganti untukku dan untuknya sembari memberikan sandal yang di beli di minimarket dekat rumah sakit. Ibu melihatku berantakan sekali. Memakai alas kaki yang berbeda dan masih mengenakan seragam sekolah lengkap dengan tas dan mantel. Aku masuk perlahan ke kamar Hyung. Benar saja, Tangan kanan Hyung di gips, Wajahnya penuh luka lecet, Bibirnya juga sedikit berdarah.
Ini semua gara-gara aku.
Aku menyentuh tangannya yang patah, "Sakit ya Hyung? jeongmal mianheee.." lirihku.
Kuperhatikan tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Aku sungguh menyesal. Aku duduk disamping ranjangnya. Memandangnya dengan perasaan bersalah.
"Hyung, sadarlaa. Bangun.. jangan mati !!!"
"Maafkan aku ya Hyung, jika nanti kau sudah sadar aku berjanji akan selalu baik padamu, tidak akan marah dan kabur lagi seperti sekarang. Aku.. aku.. aku... akan membebaskanmu dengan siapa saja. Aku tidak akan cemburu dengan wanita manapun yang akan kau pacari. Aku Akan selalu mendukungmu. Soal kau menciumku ketika di Seokcho sebaiknya kita lupakan saja, ayo kita kembali seperti dulu lagi, menjadi kakak adik yang normal. Cepatlah bangun Hyung."
Hyung tetap bergeming.
2 jam kemudian,
Ibu masih belum kembali ke rumah sakit. Mungkin dijalan sedang macet. Hyung masih belum sadar juga. Aku iseng memeriksa ponselku. Ada beberapa pesan masuk dari Hyung, dan puluhan panggilan tak terjawab darinya. Aku buka pesannya satu persatu.
Han ji woo.. odigaaaa?
Ji woo yaaa,, angkat telponku...
Han ji woo, maafkan aku.
Han Ji woo, aku akan jelaskan semuanya...
AKU BENAR-BENAR MENCINTAIMU... BUKAN SEBAGAI HYUNGMU.
Aku mohon angkat telponku..

KAMU SEDANG MEMBACA
APAKAH AKU MENCINTAI HYUNG?
FanfictionHan Seo Joon dan Han Ji Woo, bersaudara tapi memiliki rasa yang berbeda. Rasa yang sebaiknya mereka pendam atau mereka ungkapkan satu sama lain. Apakah mereka sama-sama memilikinya? Atau hanya sepihak saja. Apakah ini akan berakhir bahagia atau hany...