YeolYeseot

52 6 10
                                    

"Dasar mulut bodoh!" kutepuk kasar mulutku berulang kali. Menyesali kalimat yang keluar tanpa aba-aba tadi. Terlebih lagi, di hadapan Hyung.

Tok.. tok.. tok..

"Ji Woo, bisakah kau keluar? Ada yang mau kubicarakan denganmu!" ujar Hyung dari balik pintu.

"Iya, tunggu sebentar." jawabku.

Hyung menungguku di sofa depan tv. Dari raut wajahnya terlihat ada hal serius yang ingin ia bicarakan. Perlahan aku mengambil tempat di sebelahnya.

"Han Ji Woo, apa kau sedang mempermainkanku?" tanya hyung datar.

"Maksudmu Hyung?" aku balik bertanya.

"Beberapa hari ini aku merasa kau sedang menggodaku." Terangnya.

"Kau membangunkan aku dengan mesra, menyiapkan sarapan istimewa, dan membuatku cemburu dengan keberadaan Kang Gook. Kau kan tidak pernah membawa temanmu main ke rumah?" lanjutnya setelah mengambil jeda sebentar.

"yaaa! Hyung,, kamu ngomong apa sih? Aku tidak paham maksud ucapanmu." nada bicaraku meninggi karna panik. "Sudahlah, aku mau mandi."

Aku tidak ingin melanjutkan obrolan ini karena takut jika semua rencana yang sudah tersusun rapi diketahui oleh Hyung. Dengan cepat aku berdiri dan beranjak menuju kamar mandi. Tanpa diduga, Hyung menyusul lalu menarik paksa badanku. Keseimbanganku pun goyah. Aku menubruk Hyung sehingga kami berdua jatuh bertindihan di atas sofa. Hyung menggunakan kedua tangan untuk menyanggah dirinya. Sejenak kami bertatapan. Sedetik, tiga detik, lima detik. Hyung yang duluan menyadari situasi segera berdiri dan menyuruhku mandi. Aku tahu Hyung merasa grogi tapi dia pandai menyembunyikannya. Sama dengan dirinya, aku juga sangat gugup bahkan aku sempat mengira Hyung akan menciumku lagi seperti waktu itu. Tanpa bicara aku segera menuju kamar mandi dengan setengah berlari. Di tengah kegiatan menggosok daki, ku dengar Hyung berpamitan ingin membeli sesuatu dan aku hanya bergumam menjawabnya.

Sambil menyeruput susu hangat aku menikmati hujan yang mendadak turun menutup cahaya senja hari ini. Ku tengok jam yang ada di atas tv. Sudah hampir 2 jam dia pamit pergi tapi sampai sekarang belum juga kembali. Ingin kutanya posisi dia berada sekarang tapi Hyung tidak membawa ponselnya. Kuperhatikan lagi air yang turun di luar jendela. Bukannya mereda malah tampak semakin deras. Melihat kondisi ini membuatku cemas. Sebenarnya kemana dia pergi?

"Apa aku harus menyusul Hyung? Tapi kemana?" tanyaku seorang diri.

"Apa aku coba mencarinya ke toko dekat sini? Lagipula Hyung sepertinya hanya memakai sandal slop, berarti dia tidak pergi terlalu jauh?"

Lima belas menit kemudian hujan mulai sedikit mereda. Taman samping nampak becek terkena kucuran hujan yg sangat deras. Suhu malam ini sangat dingin sampai penghangat di rumah tidak terasa fungsinya. Sekarang aku hanya bisa mendengar suara hujan dan detik jarum jam. Sepi. Sendirian di rumah memang tidak terlalu bagus. Ibu mulai lembur lagi semenjak Hyung pulih dari patah tulangnya. Aku sudah bersiap menyusul Hyung ke toko dekat rumah. Jika nanti dia tidak ada di sana aku tinggal kembali pulang ke rumah.

Baru saja ku buka pintu, angin malam sudah menembus 2 lapis jaket tebalku. Rasanya ngilu sampai ke tulang. Bagaimana bisa Hyung betah berlama-lama di luar padahal udara sedingin ini. Lampu penerang jalan sudah menyala temaram. Semuanya nampak basah. Jalanan penuh dengan genangan. Tidak banyak orang melintas. Setelah mendekati minimarket, aku melihat laki-laki dengan pakaian yang tidak asing. Ya, Hyung ada di sana. Dia sedang duduk sambil makan mie instan dan beberapa kaleng kopi. Ternyata benar dia ada di minimarket ini. Aku berlari kecil mendekatinya, mengetuk kaca.

Tok.. tok..

Hyung melihat ke arahku dan tersenyum. Dia menggerakkan tangannya menyuruhku masuk.

"Kenapa kau baru datang?" omelnya.

"Mana aku tahu! Salahmu tidak membawa ponsel!" omelku balik. "Kenapa kau tidak membeli payung Hyung? Membuatku repot saja."

"Aigooooo yaaa.. kau tidak ikhlas, kau balik saja sana pulang. Aku juga bisa pulang sendiri setelah hujan reda. Jika saja toko ini tidak kehabisan payung dan jas hujan, aku sudah ada di rumah sekarang."

Aku perhatikan ada 3 kaleng kopi kosong di depannya dan 1 kaleng kopi utuh yang masih hangat. Sepertinya dia begitu kedinginan dan bosan sampai membeli sebanyak itu.

"Kenapa kau tidak pinjam ponsel pegawai disini?" selaku.

"ahhh.. iya,, bodoh. Kenapa aku tidak berpikir melakukan itu, ya?" dia mengacak-acak rambutnya.

"Makanya Hyung, sebaiknya kau pikirkanlah hal-hal yang berguna. Kau terlalu banyak berpikir yang tidak-tidak, sih."

Aku meraih kopi milik Hyung dan meminumnya. Tampak dari pantulan cermin dia menoleh dan memandangku tajam. Aku hanya menenggak kopi hangat ini, pura-pura tak peduli dan dia kembali menghabiskan mienya yang tinggal sesuap lagi. Kemudian pergi meninggalkanku dengan membawa payungnya yg tadi kubawakan.

 Kemudian pergi meninggalkanku dengan membawa payungnya yg tadi kubawakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tunggu aku, Hyung!"

Hyung tidak mendengarkanku. Dia malah mempercepat langkahnya. Aku mengejar dengan setengah berlari. Sekarang kami sudah sampai di persimpangan dekat rumah.

"Hyung! gidaryeo!" teriakku.

Hyung berhenti dan melemparkan payungnya, dia berbalik arah. Setengah berlari memangkas jarak di antara kami. Melepas paksa payung yang kupegang dan menciumku di tengah hujan. Aku terkejut. Ini begitu mendadak dan tiba-tiba. Kusadari kedua tangannya sudah ada dipipiku. Aku hanya memejamkan mata. Hyung mengecup bibirku dengan lembut, lalu melepaskannya perlahan.

"Silahkan jika kali ini kau benar-benar marah kepadaku tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku. Aku sudah tidak bisa berpura-pura menjadi Hyungmu saja." Hyung menunduk lesu. Kedua tangannya sekarang ada di belakang leherku.

"Aku sudah berusaha menahan perasaan ini. Tapi kau seperti sengaja membuatku tergoda. Kau bertindak manis dihadapanku, membuatku cemburu dengan Kang Gook, bahkan omurice itu. Hahahahha." aku mendengarnya tertawa namun sedetik kemudian berubah menjadi sebuah isakan.

"Memang aku yang salah. Aku sudah membuatmu terjebak dalam perasaan yang tak menentu. Aku yang memancingmu untuk suka padaku, tapi aku juga yang membuatmu hancur karena perbuatanku pada Da Seul. Andai saja aku bukan Hyungmu pasti kau akan benar-benar menghajarku, kan? Jiwoo, harusnya kau hajar saja aku biar aku sadar kalau aku brengsek"

Perlahan tangan Hyung terasa longgar. Sepertinya ia sudah kehilangan tenaga dan bersiap untuk melangkah pergi. Tangannya begitu dingin, sedikit bergetar. Aku menangkup wajahnya yang basah dengan air mata bercampur air hujan. Memperhatikan emosi yang ada di sana. Sendu sekali. Ku pandangi kedua matanya dan menciumnya. Kali ini aku menciumnya dengan rasa cintaku yang begitu membuncah. Aku sudah melupakan semuanya.

Aku mencium Hyung dengan sedikit bernafsu. Bagaimana tidak, Hyung begitu menggoda dan sungguh manis. Bibirnya terasa seperti kopi. Aku mencium bibir bawah Hyung, tapi Hyung malah mundur. Mungkin dia masih tidak percaya dengan reaksiku. Kami berdua saling bertatapan. Hyung seperti mencari keyakinan dari tindakanku. Aku mulai mencium bibir atas Hyung, menyesapnya pelan. Hyung balas dengan mengulum bibir bawahku, kami saling membalas ciuman satu sama lain. Kegiatan ini membuat suhu badan kami perlahan meninggi. Tubuh kami hangat. Kami bahkan lupa dengan hujan yang sempurna membasahi badan. Apa itu dingin? Kami tidak kenal.

Hyung menghentikan ciumannya, aku ikut saja. Dia tertawa, aku juga ikut tertawa.

"Sebaiknya kita pulang. Kita bisa flu kalo melakukannya di tengah hujan." Hyung menggengam tanganku. Kami berjalan di bawah payung yang sama sambil bergandengan. Hyung menatapku. Masih tidak menyangka dan sulit mempercayai situasi ini. Aku membalas tatapannya dengan senyuman tulus. Payung yang kubawa sungguh tidak berguna.


APAKAH AKU MENCINTAI HYUNG?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang