Aku menarik koper di tanganku dengan malas, seharusnya jam segini Axel sudah datang menjemputku tapi sampai sekarang dia belum juga terlihat batang hidungnya dasar. Keadaan bandara sangat ramai meskipun begitu di bagian samping bandara terlihat lengang, aku berjalan kearah samping bermaksud menghentikan taksi tapi tidak juga menemukannya.
Karena tidak mungkin kembali lagi ke dalam bandara akhirnya dengan terpaksa aku menyeret koperku di jalan keluar bandara. Setelah berjalan beberapa meter aku langsung merasa lelah pada kakiku yang sekarang sedang mengenakan high heels ukuran sepuluh senti ini dan sedari tadi aku sama sekali tidak menemukan satupun pengemudi taksi.
Aku mencopot heelsku dan menentangnya, aku sudah berkali-kali menghubungi abang kembarku Axel tapi sama sekali tidak ada respon dari dia akhirnya aku berhenti di depan pertokoan yang sudah tutup, aku meletakan koperku dan duduk seperti gelandangan di depan salah satu toko dengan cat berwarna krem. Aku kembali mengecek ponselku dan sama sekali tidak ada balasan ataupun panggilan dari kakaku, kemana sih dia?
Axel keterlaluan sekali padahal ini baru pertama kalinya aku datang ke jakarta setelah empat tahun. Dan sekarang aku dalam keadaan terlantar seperti anak ilang seperti ini. Kalau saja tidak mengikuti kemauan dari Umi tidak ingin juga aku datang ke Jakarta. Lebih enak juga tetap berada di Singapore atau sekalian saja balik ke Bandung.
Samar-samar aku mendengar perkelahian dari arah salah satu toko yang terbengkalai di ujung. Dengan langkah perlahan aku berjalan menuju arah datangnya suara perkelahian itu aku sengaja tidak membawa koperku agar tidak memancing keributan, saat aku sudah berada di depan sebuah toko yang sudah terbengkalai aku bingung sendiri apakah harus meneruskan langkahku atau mengurungkannya saja.
Aku pernah mendengar istilah atau apalah itu kalau rasa penasaran bisa membunuhmu? Entahlah yang pasti intinya seperti itu. Aku mengintip dari balik celah pintu yang sudah rusak, setelah memutuskan untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Mataku langsung terbelalak ketika mendapati seorang pria membelakangiku sedang memukuli seorang pria dengan wajah sudah penuh dengan lebam.
Saat orang yang sedang membelakangiku menarik sesuatu dari saku celananya jeritan lolos dari mulutku, aku segera menutup mulutku tapi rasanya percuma saja orang itu sudah mendengar jeritanku, dengan sekuat tenaga aku berusaha lari dari sana, aku terus berlari tidak memperdulikan kakiku yang terasa sangat sakit akibat menginjak kerikil yang aku pikirkan saat ini adalah agar bisa lolos dari pembunuh itu.
Apa yang harus aku lakukan? Berpikirlah Alexa ayo berpikir saat satu ide terlintas dalam kepalaku aku segera mengambil ponselku yang berada di saku tas tanganku, tapi aku tidak juga menemukannya. Sambil terus berlari aku terus mengobrak-abrik isi tasku tapi tidak juga di temukan.
Kemudian aku teirngat saat setelah aku menelpon Axel tadi aku meletakan poselku di atas koper. Lalu aku harus bagaimana? Ya tuhan pria itu sudah semakin dekat, dan karena tidak memperhatikan jalan aku tidak melihat batu besar yang melintang tepat di depanku, mengakibatkan aku tersandung dan terjatuh, kepalaku terantuk trotoar, hal terakhir yang aku lakukan adalah berdo'a semoga aku bisa selamat dari sang pembunuh sebelum kegelapan menelanku.
♥♥♥
halo saya bawa cerita baru, padahal yang lain juga belum kelar, wkwk tapi ini mungkin sedikit berbeda dengan ceritaku yang lain. masih tentang percintaan tapi dengan tema sedikit fantasi di dalamnya, semoga kalian suka. cerita tentang salah satu anak Varo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped with You
Short StoryAlexa sama sekali tidak menyangka rasa penasarannya membawa dia dalam masalah, siapa sangka hanya karena tidak sengaja meyaksikan pembunuhan dia malah terjebak di masa lalu bersama orang-orang yang sama sekali tidak di kenalanya. belum lagi pertemua...