Tentu saja Wiza tidak akan diam saja begitu Keenan mengambil keputusan sepihak. Setelah berhasil menang argumen melawan Nichole ia langsung memesan tiket paling awal ke Indonesia saat itu juga, ia kembali ke apartemennya hanya untuk mengganti pakaiannya, mengambil paspor dan dompetnya.
Dengan wajah pucat dan lelahnya bahkan dengan bekas infus yang masih basah Wiza berjalan dengan cepat di bandara mengejar penerbangannya. Nichole dengan terpaksa harus tetap tinggal karena banyak yang harus ia kerjakan di tambah sisa pekerjaan Wiza yang harus ia selesaikan.
Selama penerbangan Wiza tertidur berharap saat ia bangun nanti sakit kepalanya berkurang.
Selama kurang lebih 15 jam penerbangan Wiza pun sampai di Indonesia, syukurnya rasa sakit di kepala berkurang, ia pun berjalan menuju pintu keluar dan memesan taksi menuju kediaman William.
Begitu sampai di pintu pagar familiar, ia pun mendekati pos satpam, dan penjaga rumah kediaman William itu langsung menyadari itu adalah Wiza karena wajahnya yang tak jauh berbeda terlepas dari pucat dan ekspresi lelahnya yang terlihat. Dan ia pun membukakan pintu gerbang untuknya.
Wiza menghembuskan napasnya begitu sampai di depan pintu depan rumah Keenan, tangan kanannya mengetuk pintu sebanyak tiga kali dan menunggu hingga Kevan yang membukakan pintu.
Kevan hampir menyemburkan kopinya begitu melihat sosok Wiza di depannya.
"Anjing, lo pulang gak bilang - bilang" ucap Kevan setelah memeluk Wiza singkat.
"Keenan mana?" tanya Wiza tak sabar.
"Di kamarnya, btw muka lo pucet banget, lagi sakit?" tanya Kevan.
"Bisa tolong panggilan gak Kev? gue tunggu di ruang tengah ya. Penting" ucap Wiza serius.
"Kenapa sih?" tanya Kevan bingung.
"Kembaran lo minta putus, please gue perlu ngomong sama dia. Tapi jangan bilang gue yang mau ngomong, sana cepet" ujar Wiza sambil mendorong bahu Kevan yang masih mencoba mencerna ucapan Wiza.
Kevan pun berjalan menuju kamar Keenan, kebetulan hari ini hari Sabtu, kembarannya itu sedang tidak ada jadwal.
"Ken, ada yang nungguin lo tuh di bawah!" seru Kevan di depan pintu kamar Keenan.
"Alex?" tanya Keenan yang membuka pintu kamarnya.
"Bukan, lo sama Alex jadian apa gimana? jalan mulu" ujar Kevan sedikit tidak suka.
"Apaan sih Kev" balas Keenan yang sudah rapih dengan pakaian dan make up nya meninggalkan Kevan yang kemudian menyusul namun tak sampai ruang tengah namun cukup untuk menguping pembicaraan mereka.
"Nara!" seru Keenan terkejut begitu melihat sosok Wiza yang duduk bersandar sambil memejamkan matanya di sofa ruang tengah.
"Hai, aku cuma mau tanya alasan kenapa kamu minta putus" ucap Wiza, dan Keenan yang melihat penampilan Wiza yang jauh dari kata baik membuat hatinya sakit dan ingin memeluk gadis itu namun foto itu membuat ia mengurungkan niatnya.
"Kamu sadar gak sih tiga tahun terakhir kita jarang komunikasi?" tanya Keenan
"Al, i really try my best" balas Wiza sambil menghampiri Keenan dan saat itulah Keenan sadar Wiza tumbuh lebih tinggi sekarang.
"Kita selalu berantem masalah ini, dan aku mulai capek. Aku butuh fisik kamu di sini tapi kayaknya kamu belum bisa, iya kan?" Wiza terdiam karena memang pada dasarnya Keenan benar, beberapa kali mereka berdebat tentang hal yang sama.
"Kamu terlalu sibuk bahkan beberapa bulan terakhir kamu bener - bener ngilang, kemana? selingkuh?" Wiza terkejut mendengarnya.
"Aku gak akan pernah ngelakuin itu Al, you're the one" balas Wiza cepat.
"Dengerin dulu penjelasanku ya? abis itu kamu boleh marah atau mau nampar aku juga gak masalah, just please listen" ujar Wiza sambil memegang pergelangan tangan kiri Keenan.
"Let's break up Za, aku capek. Aku butuh seseorang yang ada di sisi aku kalau aku butuh, dan mau ngabisin waktu sama aku dan selama tiga tahun terkahir kamu terlalu sibuk sama dunia kamu" ujar Keenan sambil melepaskan tangan kanan Wiza dan pada saat itu lah ia melihat plester di sana.
Dan bunyi klakson mobil membuat Keenan pergi dari sana meninggalkan Wiza yang kembali duduk dengan lemas di sofa ruang tengah keluarga William.
Ia terkekeh kecil, dirinya terlalu lelah untuk menangis di tambah sakit kepala yang kembali menyerang membuat Wiza tampak seperti orang sakit jiwa.
"Lo ngejar apa sih sampe bikin Keenan mutusin buat pergi?" tanya Kevan sambil memberikan segelas air pada Wiza.
"Takhta, buat berdiri di samping seorang Althea Keenan William itu gak gampang" ujar Wiza yang kini kembali memejamkan matanya.
"Gue tau kok, ada yang deketin Keenan satu tahun terkahir. Orang - orang dengan latar belakang yang lahir dengan sendok emas kayak mereka yang bikin gue kerja keras setidaknya mereka gak mandang gue remeh. Kev" ujar Wiza yang kemudian duduk dengan tegak.
"Tapi kayaknya gue gagal, Keenan lebih butuh orang yang selalu ada di samping dia tapi untuk sekarang gue gak bisa ngasih itu" lanjutnya dan mengambil gelas dari tangan Kevan dan meminumnya dengan tandas.
"Kenapa?" tanya Kevan penasaran karena yang ia tahu saat ini adalah Wiza yang melanjutkan studinya ke jenjang S2 di sana.
"Tanya Jamie, kalau gitu gue cabut ya. Makasih minumnya" balas Wiza dan kemudian bangkit sambil menelpon Nichole.
"Nic pesenin tiket" ucap Wiza begitu panggilan tersambung.
"Gila, lo abis putus jadi gila kah?" ujar Nichole dari ujung sana.
"Tau darimana gue putus?"
"Kalau gak putus lo gak bakal nelpon gue, lagian pesen sendiri lah kerjaan gue banyak" ujar Nichole sebelum menutup telponnya.
Wiza berdecak dan memesan tiket pesawat, sambil berjalan ke luar dengan Kevan yang membuntuti di belakang.
"Za, lo seriusan mau langsung balik ke London?" tanya Kevan dan Wiza hanya mengangguk tatapannya fokus pada tiket pesawat yang bisa ia kejar siang ini, namun hanya ada penerbangan untuk sore hari yang mau tak mau ia ambil.
"Gak mau ngejar kembaran gue?" tanya Kevan dan Wiza pun menatap pemuda itu.
"Gue menghormati keputusan dia Kev, gue gak mau maksa. Update kalau kembaran lo jomblo" ujar Wiza sambil menepuk pundak Kevan.
"Penerbangan gue ke London nanti sore, boleh anterin gue ke rumah sakit?" tanya Wiza membuat Kevan menyadari bahwa gadis di depannya ini sedang dalam kondisi terburuknya.
Dengan terburu ia mengambil kunci mobilnya dan menuntun Wiza yang mulai kehilangan kesadarannya.
Sesampainya di rumah sakit Wiza langsung di larikan ke UGD. Dan Kevan bingung sekarang karena gadis itu bilang jangan bilang kepada siapapun ia ke Indonesia.
Hingga ponsel milik Wiza di sakunya berbunyi tertera Nichole disana.
"Za udah masuk rumah sakit belum?" tanyanya begitu panggilan tersambung.
"Halo ini Kevan, iya ini anaknya masuk UGD" balas Kevan.
"Pastiin cairan infusnya sampe abis ya, kalau bisa suruh dokter suntik obat tidur anaknya belum tidur dua hari" ujarnya membuat Kevan terkejut dan melihat wajah pucat Wiza dan memikirkan apa yang membuat gadis itu tidak tidur selama dua hari.
"Oke, btw dia sore mau balik ke London, tapi ini di suruh di rawat di sini"
"Kalau gitu, tolong kasih telfonnya ke dokter yang jaga dong" Kevan menurut walaupun ia bingung.
"Dia ada penerbangan nanti jam 11 malem, pastiin udah bangun ya anaknya. btw dia pulang cuma buat ngomong sama kembaran lo. Kalau gitu gue tutup telfonnya, bye" tanpa menunggu balasan Kevan panggilan terputus.
Dan Kevan menghabiskan waktunya menatap wajah lelah dan pucat Wiza yang terpejam sambil memikirkan apa yang sedang di lakukan gadis itu selain melanjutkan studinya ke jenjang S2. Hingga waktunya Wiza untuk kembali ke London.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Get Her
FanfictionYang satu terkenal akan sifat cuek dan dinginnya, satunya lagi berhasil membuat Nusantara gempar akan kehadirannya. homophobic, dni!