EPS 13 : Karnaval Bima Sakti

266 44 0
                                    

Dipublikasikan pada 07 Agustus 2022
Direvisi pada 14 September 2022

"Bisikkanlah terima kasih pada diri sendiri, hebat dia terus menjagamu dan sayangimu"
-Diri, Tulus

...

YASHA menempatkan spidol di atas meja guru. Papan tulis sekarang banyak memuat ribuan angka, membuat mata menjadi buram saat itu juga. Bu Kahi-Guru Ekonomi mengangguk senang waktu memeriksa jawaban dari si rambut bob dengan bando kuning itu, seperti biasa Yasha senantiasa bisa mengatasi pertanyaan yang sulit.

Jian menyipitkan mata dan bertanya sekali lagi, dari mana gadis itu mendapatkan angka delapan juta. Padahal miliknya kurang dari hasil yang termuat di papan tulis.

"Bisa ulangi lagi? Gue masih belum ngerti," pinta Jian membuat Yasha memutar bola matanya malas.

"Lo tanya langsung aja sama gurunya. Gue udah ngajarin cara paling gampang, masa tetap nggak bisa sih?!" ketus Yasha.

"Heh, kambing Etawa, lo pikir, gue setara kayak Yola dan Mila? Nggak semua anak sekali diajari langsung bisa," cibir Jian.

Yakshara yang sedang menghitung dengan kalkulator langsung menyindir pemuda itu. "Masa anak akselerasi gitu doang nggak bisa? Malu dong," sindir si Bendahara seraya mengerjakan tugas.

"Lo itu nggak diajak, gue nggak ngajak ngomong lo," sindir Jian balik.

Sadara menghela napas kasar, memperhatikan Yasha yang marah kepada Jian karena terus meminta untuk menerangkan materi Ekonomi sekali lagi. Lalu beralih memandangi teman-temannya yang duduk di barisan depan.

"Padahal mereka pinter, kok bisa cuma Mila dan Yola doang yang lolos?" gumam gadis itu seraya menopang dagu dengan tangan kiri.

Sadara menggeleng saat suara-suara itu kembali muncul. Sudah setengah tahun berlalu namun suara aneh itu terus saja mengusik. tiba-tiba ingat tadi pagi Jian membawanya pergi ke kantin.

Awalnya Sadara merasa gentar karena Wakil Ketua itu tanpa aba-aba menarik tangannya, lalu memperlihatkan sebuah pesan percakapan yang ada di dalam ponsel Jian. "Kalau lebih dari setahun, lo harus cepat-cepat pergi ke psikolog atau psikiater."

Yasha langsung berhenti memasukkan data ke buku tulis saat mendengarkan ocehan murid yang duduk di belakangnya. Balik badan untuk menilik dengan siapa Sadara berbicara. Ah, sedang berbicara sendiri rupanya.

Bertanya apakah Sadara sudah menyelesaikan tugas yang diberikan Bu Kahi, namun sempat ia lihat buku tulis milik Sadara masih bersih dan tak ada coretan sama sekali. Gadis itu hanya mengusap tengkuknya sambil menggeleng pelan. Katanya, masih belum paham.

"Bilang dari tadi. Kalau nggak bisa itu tanya, jangan diem aja, nanti lo kesulitan sendiri," pesan Yasha lalu berbalik badan dan mulai mengajari Sadara.

"Iya deh iya," balas Sadara karena sebenarnya ia masih merasa takut dengan Yasha.

"Maaf, Bu mengganggu waktunya. Nanti setelah pulang sekolah, jangan pulang dulu. Ada yang mau saya sampaikan."

Barusan adalah Pak Daru, jika Guru Sosiologi itu sudah berkata seperti itu biasanya ada berita buruk yang akan muncul. Bukannya mempunyai pikiran buruk, tetapi guru itu selalu datang ke kelas disela-sela pelajaran berlangsung hanya untuk memberi kabar yang bisa membuat jantung berdebar-debar dan bisa membuat keringat dingin.

"Nah lho Hira, kas lo nunggak makanya Pak Daru datang ke sini," tuduh Jayendra ke Hira yang sibuk menghitung jumlah pemasukan menggunakan kalkulator.

Hira langsung menoleh ke arahnya seraya menyipitkan mata. "Sesama tukang nunggak kas lebih baik diam."

✔️ Pelosopi '04 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang