Eps 22: You Were Only 17

216 39 0
                                    

Direvisi pada 07 Februari 2023

"Cigarette daydream, you were only 17. So sweet with a mean streak, nearly brought me to my knees"
-Cigarette Daydreams, Cage The Elephant

...

SEBAGIAN orang banyak yang mengeluh di hari Kamis ini. Bukan karena hujan, melainkan WIB, Waktu Indonesia Bagian pancaroba. Bus sekolah telah tiba, Sadara berdiri di sebelah pintu masuk, membiarkan para penumpang yang mayoritas anak-anak SMP itu turun dari bus terlebih dahulu.

Sopir bus menyapa Sadara karena sudah lama gadis itu tidak berangkat sekolah dengan bus sekolah miliknya. “Lama nggak keliatan. Kemarin nggak masuk ya?”

“Masuk, Pak. Cuma beberapa hari ini diantar ayah, makanya nggak naik bus hehe... Mau bawa motor sendiri nggak dibolehin lagi sama ayah,” balas Sadara sambil tertawa kecil.

“Lho, kenapa? Nabrak pohon lagi?” tanya si Sopir.

Gadis itu mengerucutkan bibirnya. “Pak Doni kalo ngomong kok suka bener, sih?! Kemarin nabrak tiang, bukan pohon lagi.”

“Wah ada peningkatan, bagus-bagus. Motor masih aman? Nggak ada yang luka-luka, kan?”

“Aman, Pak.”

Sadara menaiki tangga bus satu per satu, senyumnya menjadi pudar usai melihat salah satu murid SMA Angkasa yang duduk di kursi paling belakang. Sadara memutar bola matanya malas, memilih duduk di kursi penumpang yang ada di barisan nomor tiga dari depan.

Berkali-kali Sadara menghela napas kasar, tangan kirinya setia menggenggam erat celana training hitam yang ia pakai. Dadanya terasa sesak dan tak tahu harus meminta bantuan ke siapa. Beberapa kali menggelengkan kepala, tak peduli jika anak-anak yang ada di dalam bus memandangnya aneh.

“Kenapa lo bilang ke yang lain kalau lo mau keluar dari aksel? Caper? Biar orang-orang kasihan sama lo?”

“Belajar yang benar makanya! Lo mau dikeluarin dari kelas itu? Lo mau biayanya tambah banyak lagi?”

“Kalau nilai lo jelek, otak lo bermasalah.”

Sadara menutup kedua telinganya. “Sebenarnya gue kenapa, sih? Kenapa makin parah dari tahun lalu?” Lirihnya.

Semakin dibiarkan, suara-suara itu semakin mengusik aktivitas setiap hari. Sampai kapanpun ia tak akan menyampaikan ini ke orang tuanya.
Waktu itu Sadara mempunyai niat hendak pergi ke psikiater seperti yang Jian usulkan, namun karena sibuk sekolah membuatnya lupa.

Harsha terus memandang baik-baik punggung gadis itu dari belakang, memutuskan untuk duduk di samping Sadara saat di pemberhentian selanjutnya. Yang ia lihat kini, Sadara terus saja menutup kedua telinga sembari memejamkan mata, seolah-olah ada sesuatu yang salah dengan gadis itu. Gue kira lo udah sembuh ...

Si jaket hitam itu ragu-ragu menggenggam kedua tangan yang senantiasa menutup telinga itu, menutupinya dengan headset yang kebetulan ia pakai. Lagu First Love milik Epitone Project berhasil membuat gadis itu menghela napas lega seraya memejamkan mata, suara penyanyi dan alunan suara yang lembut membuat Sadara menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan.

Harsha hanya bisa menghela napas lega, melihat Sadara yang masih berusaha bernapas dengan normal terkadang membuatnya terkenang masa lalu. Hatinya terasa sakit, mengingat dahulu dia yang akan menenangkan Sadara, namun semua sudah selesai di masa lalu. Gue nggak mau lo sakit kayak gini lagi.

✔️ Pelosopi '04 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang