Satu minggu penuh kuhabisan bersama Suho di Jepang dengan begitu monoton, Suho yang sibuk dengan pekerjaannya dan aku yang sibuk dengan novelku. Tak ada keinginan bagi kami untuk saling menganggu dan hanya bicara seperlunya.
Suho beberapa kali menunjukkan rasa perhatiannya padaku, seperti mengajak makan malam dan jalan-jalan, aku hanya menyanggupinya untuk menghargai usahanya. Selain itu, fakta bahwa kami harus terlihat bersama dengan para wartawan yang terus mengintai, membuatku tak bisa seenaknya bersikap kasar ataupun menunjukkan ketidaktertarikan pada Suho.
Sekembalinya kami ke Seoul, aku benar-benar langsung ditarik ke butik pengantin. Mencoba gaun ini dan itu oleh Ibu Suho, bahkan aku tak sempat memprotes apa-apa.
"Tidak cocok dengan kulitnya yang pucat," komentar Ibu Suho saat melihat aku memakai gaun pengantin yang kesekian kalinya.
"Nyonya, ingin menggantinya lagi?" tanya pegawai butik dan segera menghampiri Ibu Suho dengan membawa buku katalog, membiarkan Ibu Suho berkreasi sesuka hatinya tanpa menanyakan apakah aku lelah atau tidak.
Jika kalian mencari keberadaan Suho, maka pria itu sedang berada di ruang ganti lainnya, dipaksa mencoba pakaian pengantin pria yang bahkan menurutku tak perlu dilakukan karena tak serepot gaun pengantin wanita. Lagipula mereka hanya menggunakan kemeja dan setelan blazer yang disesuaikan dengan latar pernikahan, apa yang perlu dipantaskan?
"Apa kamu sudah kelelahan?" tanya Ibu Suho padaku.
"Tidak, saya baik-baik saja."
"Bagus. Kalau begitu coba yang ini."
Aku mengutuk diriku sendiri, kesal setengah mati kenapa aku mau-mau saja menurut padanya dan tidak memakinya. Walaupun berusaha untuk jadi penurut agar Ayah tak kena masalah, tapi bukankah hal itu sudah cukup keterlaluan?
Menganggapku sebagai calon menantu saja belum tentu, tapi dia malah terus mengocehi tubuhku yang tak cocok dengan gaun pilihannya. Bukankah yang salah ada selera kunonya yang tidak paham apa itu trend?
"Ini bagus, tapi tubuhmu harua dibuat lebih kurus lagi."
Aku mengerutkan alisku tak suka. "Maaf?"
"Kau terlihat gendut."
"...Saya akan berusaha."
Aku keluar dari ruang ganti dan bertemu dengan Suho yang hendak masuk bersama dua es kopi Americano ditangannya. Buru-buru dirampas salah satu diantaranya tanpa bertanya untuk siapa es kopi tersebut dan menyedotnya penuh kesal.
"Kamu gapapa?"
Aku menatapnya kesal. "Sebaiknya kamu urusi saja Ibumu itu! Aku mau pulang!"
"Tapi kita--"
"Mau menahanku untuk bermain boneka-bonekaan hah?"
"Kenapa kalian malah ribut di depan ruang ganti?" Ibu Suho muncul dengan tampang menyebalkannya dan aku hanya pura-pura tak melihatnya. "Kenapa malah ribut? Apa yang diributkan?"
"Tidak, kami hanya ribut soal makan siang."
"Kalian bisa melewatkan makan siang dan makan saat malam, di pertemuan nanti."
"Maaf? Kenapa harus melewatkan makan siang?" tanyaku tak senang.
"Kamu harus berdiet dari sekarang, begitu juga denganmu, Suho. Ibu lihat fotomu saat mencoba setelan tadi, sedikit kurang pantas."
Sebenarnya standar bagaimana yang bisa disebut pantas oleh Ibu Suho? Aku mengerti kalau Ibunya adalah seorang yang perfeksionis terhadap penampilan, apalagi dimuka umum, tapi apakah ini tidak keterlaluan?
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNA [SVT] -Hiatus-
Fanfiction[Spin off of OCEAN] Misi mengawal Menteri Kelautan untuk menjalin kerjasama dengan Menteri Kelautan Korea Selatan, membuat Arjuna Pradiptanto bertemu dengan wanita kesepian yang hanya berusaha untuk hidup dengan lika-liku kehidupannya. Bertemu di pe...