KH10: Kuciptakan Dirimu Dalam Karya Abadiku

120 23 8
                                    

"Kamu bawa apa?" tanya Suho saat melihatku menyeret koper dan sebuah paperbag besar berisikan biskuit-biskuit dari Letda Juna.

"Cemilan."

Suho mengernyit. "Kamu beli cemilan sebanyak itu? Ya sudah, masukkan saja ke bagasi."

Aku menurut, kemudian masuk ke dalam mobil dan disambut dengan mata melengkung teduh dari spion tengah. Letda Juna tersenyum dari balik kemudi.

Aku dan Suho kembali ke Seoul hari ini setelah Letda Juna menelpon ajudan Ayah, menanyakan apakah aku dan Suho bisa kembali ke Seoul serta apakah seseorang yang bersedia menjemput kami. Kemudian berakhirlah kami disini, dengan Letda Juna sebagai pengemudi dan seorang tentara lain yang tak kukenali untuk berjaga-jaga.

"Jika ingin beristirahat silahkan, Nona, Tuan," ujar Letda Juna sambil menjalankan mobilnya.

"Saya sudah tidur cukup lama," balasku sambil menyalahkan laptopku dan melanjutkan pekerjaanku sebagai penulis yang sempat tertunda karena sibuk ini dan itu. "Kalau kamu mau tidur, silahkan saja, Suho."

"Ya, tentu," jawab Suho sekenanya. "Kamu nggak pusing bekerja sambil di tengah perjalanan begini?"

"Nggak," jawabku sambil mulai mengetik kata demi kata untuk novelku. "Selamat istirahat."

Suho berdehem, kemudian ekor mataku menangkapnya mulai menutup matanya. Lagipula aku yakin dia sangat kelelahan karena mengikuti jadwal buatan orang tua kami yang tidak waras, pergi kesini dan kembali ke Seoul untuk menyiapkan pernikahan yang akan diadakan bulan depan.

Bulan depan yah,
sepertinya kebebasanku dan pemberontakkanku akan berakhir sebentar lagi.

Ya, selamat,
semoga kewarasanku masih ada nanti.

"Letda Juna," panggilku tanpa mengalihkan mataku dari layar laptop.

"Ya, Nona?"

"Nyalahkan radio. Jangan yang membahas tentang berita politik atau masalah publik, radio musik saja."

"Ada saluran yang anda ingin dengarkan secara khusus?"

"Nggak ada. Saya nggak punya hal seperti itu."

Letda Juna tak membalas lagi dan kemudian mulai mengotak-atik radio mobil, mencari saluran yang kuinginkan, sambil tetap berusaha fokus menyetir di jalanan yang sepi karena ini sudah malam hari.

Awalnya hanya hening yang ada di dalam mobil serta dengkuran halus dari Suho karena sudah pulas tertidur dan suara ketikan keyboard laptopku. Namun tiba-tiba terdengar suara tawa yang tertahan dari kursi depan, aku melirik sejenak dan melihat bahwa tentara yang menemani Letda Juna itu tengah menahan tawanya sambil memukul lengan Letda Juna.

"Letda Juna."

"Ah maaf, Nona. Berisik yah?" balas Letda Juna gelagapan, takut jika aku marah.

"Jika mau bercanda, silahkan saja. Nggak usah ditahan-tahan, saya lebih suka dengar suara tawa yang lepas daripada suara tawa yang seperti tikus kejepit."

Letda Juna tertawa pelan. "Iya, Nona. Saya akan sampaikan."

Letda Juna setelahnya bicara dengan bahasa yang tidak kumemgerti lagi, yang jelas itu adalah bahasa Ibu miliknya. Tentara yang satunya tampak terkejut dan seperti menyalahkan Letda Juna sambil bercanda, sedangkan Letda Juna hanya terkekeh sambil tetap fokus mengendara.

Di belakang, aku hanya mampu geleng-geleng kecil melihat bagaimana Letda Juna selalu jahil pada rekan-rekannya. Sikap jenakanya yang usil itu entah kenapa selalu jadi magnet yang berhasil menarik orang-orang untuk mendekati dirinya.

ARJUNA [SVT] -Hiatus-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang