Aku melakukan kerja sosial dengan Ayah dan timnya seharian ini, ternyata ini jauh lebih baik daripada aku harus menghadiri konferensi pers dan kegiatan membosankan lainnya. Lebih tepatnya, aku bisa bergerak sesukaku karena Ayah tak akan bisa menahanku atau menyuruh ini dan itu karena citranya di masyarakat, walaupun berinteraksi dengan orang lain cukup melelahkan, tapi ini lebih baik daripada makan malam bersama dengan keluarga Suho yang dingin serta tak bersahabat itu.
Padahal pernikahan politik yang direncanakan oleh para orang tua akan digelar minggu depan, tapi kegiatan kami untuk menaikkan citra serta saham perusahaan keluarga Suho tak pernah berhenti sekalipun. Aku dan Suho sibuk selama seminggu ini hanya untuk dipamerkan kesana dan kemari.
"Kapan kita akan kembali ke Gangwon-do?" tanyaku pada Ayah saat berada di tenda yang disediakan untuk beristirahat dari kegiatan sosial kali ini.
"Kenapa kamu selalu bertanya itu terus? Gangwon-do itu bagus sekali sampai kamu mau kesana terus?" tanya Ayah sambil meminum vitamin penambah tenaga miliknya. "Lagian kamu juga biasanya nggak suka di rumah singgah dinas kalo Ayah paksa temani kegiatan seperti ini, sekarang kenapa nanyain terus?"
"Pernikahanku udah diatur sesuka Ayah, sekarang bertanya pun harus diatur juga?" balasku ketus dan Ayah hanya menghembuskan nafasnya kasar.
Aku yakin dalam hatinya dia sudah berteriak kesal dan ingin memarahiku layaknya anak kecil, tapi tentu saja karena takut akan berbuat sesuatu yang tidak masuk akal lagi seperti dulu, Ayah hanya mampu menahan diri. Apalagi pernikahanku tinggal diujung mata, Ayah pasti tak bisa seenaknya untuk sementara ini.
"Memangnya kenapa mau kembali kesana?" tanya Ayah. "Kamu segitu sukanya sama laut?"
Pikiranku langsung melambung tinggi menuju pria dengan bahu kokoh yang bersahabat dengan lautan. Alih-alih menyukai lautan, aku justru lebih menyukainya.
Pria yang sudah seminggu ini tak kutemui, sekalipun aku ingin.
Pria yang sudah seminggu ini isi pikiranku, sekalipun aku tak ingin.
Pria yang sudah seminggu ini berbagi hangatnya rasa yang menguar di dada dan tidak memberikan kejelasan apapun tentang perasaan hangat itu.Arjuna.
"Iya, aku suka lautan," balasku padaku Ayah.
"Kalo begitu sekalian aja kamu beli bangunan atau rumah di daerah itu setelah menikah."
"Ibu Suho akan marah-marah," dengusku. "Perusahaan mereka di Seoul, tapi aku harus membuat putra kesayanganbta menempuh perjalanan dua sampai tiga jam hanya karena aku suka laut? Konyol."
"Beliau akan jadi Ibu mertuamu."
"Emangnya aku memaki atau menyumpah serapahinya? Kan nggak."
"Lukamu itu bisa hilang nggak?" tanya Ayah sambil menunjuk luka ditanganku.
"Bisa, kalau pakai salep yang dikasih sama Suho. Nggak usah khawatir soal pestanya, ini bisa ditutupi dengan riasan."
"Kamu harus hati-hati mengerti?" ujar Ayah memastikan lagi. "Terus kamu itu menulis apa? Cerita novel atau apapun itu, pokoknya harus hati-hati."
"Nggak ada yang tau aku adalah putri Ayah, bahkan editorku sendiri, sebelum Ayah mengumumkan soal pernikahan konyol itu," balasku ketus dan duduk di seberang Ayah sambil menatapnya dengan tajam. "Sekarang editorku udah tau dan Ayah masih berani mengguruiku kaya gitu?"
"Emangnya nggak bisa kamu berhenti aja dari pekerjaanmu itu dan duduk diam saja di rumah?"
Aku tahu bahwa suatu hari obrolan ini akan diangkat oleh Ayah, tapi apa harus di situasi seperti ini beliau melakukannya? Disaat aku sudah melakukan pernikahan konyol sesuai keinginannya, dia bahkan juga menyuruhku diam saja di rumah dan bertindak baik?
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNA [SVT] -Hiatus-
Fanfiction[Spin off of OCEAN] Misi mengawal Menteri Kelautan untuk menjalin kerjasama dengan Menteri Kelautan Korea Selatan, membuat Arjuna Pradiptanto bertemu dengan wanita kesepian yang hanya berusaha untuk hidup dengan lika-liku kehidupannya. Bertemu di pe...