End of Season 1: Ternyata Akhirnya Disini

130 20 5
                                    

"Letda!"

"Nona? Konferensinya udah selesai?" tanya pria yang sedang menikmati sebungkus roti coklat itu.

"Belum, lagi break sebentar," balasku sambil mengigit roti coklat miliknya.

"Ya udah beresin dulu, kenapa malah kesini? Kan banyak wartawan."

Beberapa hari ini, aku terus bertemu dengannya karena proyek kerjasama antara Indonesia dan Korea Selatan sudah hampir rampung, sehingga menteri Indonesia perlu menghadiri beberapa konferensi serta program televisi terkait proyek kerjasama tersebut bersama Ayahku. Karena itu, Letda Juna jadi bisa bertemu denganku walau hanya sebentar.

"Mereka fokusnya bukan ke saya kok."

"Nona nggak boleh melalaikan tugas begitu. Sana, balik lagi," ujarnya mendorongku pelan.

"Tugas apanya? Saya cuma nemenin Ayah, saya nggak punya tugas apa-apa. Ini kan dipaksa."

"Tetap aja, nggak boleh begitu."

"Sebentar," kataku kemudian menggenggam tangannya sebentar. "Mau isi energi."

Letda Juna hanya diam, kemudian tersenyum simpul setelahnya.

Jangan tanyakan apapun tentang hubungan yang terjalin antara aku dan pria jenaka itu, karena nyatanya tak ada yang terjalin dengan jelas. Baik aku ataupun dirinya, sama-sama tak memberikan suatu penjelasan pasti tentang hal itu.

Yang sama-sama kami ketahui adalah kami saling memberikan afeksi pada satu sama lain.

"Saya pergi dulu," ujarku kemudian berbalik dan kembali masuk ke dalam ruangan.

Suho menyambutku tak lama setelah aku masuk ke dalam ruangan itu. "Darimana?"

"Toilet," ujarku sambil memeluk lengannya, bagaimana pun juga kami harus menunjukkan bahwa kami adalah pasangan yang akan menikah beberapa hari lagi.

"Ayahmu diwawancara sekarang."

"Oh? Menteri Indonesia itu sudah turun?"

"Iya, sudah, tak begitu lama, karena sepertinya wartawan lebih menaruh perhatian pada Ayahmu. Mungkin karena kendala bahasa. Repot kan kalo harus dengerin omongan penerjemah terus."

Aku mengangguk-angguk dan memerhatikan Ayah yang sedang menjawab pertanyaan-pertanyaan para wartawan mengenai proyek kerjasama itu.

Wawancara itu cukup lama, memakan waktu hampir tiga puluh menit sebelum akhirnya konferensi pers itu selesai dan kami pun segwra menuju ruang istirahat yang sudah disediakan.

Beberapa tentara berbaris di samping pintu, baik tentara Korea Selatan ataupun tentara Indonesia, dan beberapa sisanya masuk ke dalam dan berdiri di belakang pemimpin masing-masing. Kedua pihak tentara itu sama-sama menggunakan setelan tuxedo hari ini. Walau aku tak begitu mengerti kenapa mereka harus menggunakan setelan itu, tapi sepertinya ini agar tidak ada kesalahpahaman serta menjaga ketentraman masyarakat, lebih tepatnya para wartawan, karena bagaimanapun seragam tentara dua negara itu sangat berbeda dan keberadaan tentara bisa saja menjadi keresahan tersendiri, apalagi tentara dari negara luar.

Ayah dan Menteri Indonesia itu masih berbicara, sibuk dengan para penerjemah, sesekali juga menggunakan bahasa Inggris untuk melemparkan guyonan sederhana.

"So they're getting married in three days?" tanya Menteri Indonesia itu, Pak Sanjaya. "They must be exhausted because they have to follow the activities of parents like us."

Aku terdiam sejenak.
Sejak kapan waktu berlalu secepat itu?

Aku melemparkan tatapanku pada pria yang kini hanya diam dengan sikap sempurnanya di belakang Pak Sanjaya yang kini sedang menikmati teh bersama kami. Namun, wajahnya tetap sama, wajah bertugas yang kaku dan seolah tuli akan pembicaraan tadi.

ARJUNA [SVT] -Hiatus-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang