KH12: Momen yang Hanya Tertuju pada Kita

115 19 4
                                    

"Saya nggak perlu perayaan begini," ujarku sambil duduk di kursi meja makan, sementara Letda Juna sibuk menyiapkan kue dan menyalahkan lilin.

"Gak boleh gitu, harus dirayakan."

"Kenapa?"

"Soalnya Tuhan mau Nona Kim bersyukur atas hari ini," balasnya. "Sedih dan kecewa yang Nona Kim rasakan selama setahun belakangan itu sekarang bisa dibalas dengan rasa suka cita atas karunia-Nya hari ini. Nona Kim sudah berjuang keras untuk sampai di hari ini, makanya ayo rayakan untuk diri Nona Kim sendiri."

Aku baru tahu kalau ulang tahun adalah tentang rasa terima kasih atas perjuangan yang sudah dilewati selama setahun belakangan serta rasa syukur pada karunia Tuhan yang selalu kuragukan.

Jika memang Tuhan ada, kenapa dia nggak membantuku? Aku sering menanyakan hal itu pada diriku sendiri. Bertanya kenapa hidupku begitu sulit untuk diriku sendiri, kenapa tak ada bantuan yang datang dari-Nya, aku selalu bertanya.

Kini pria dihadapanku justru beri aku jawaban atas arti dari sebuah ulang tahun yang selalu kuabaikan tiap tahunnya.

Tuhan, apa tak ada bantuan dari-Mu selama ini adalah karena aku abai atas perayaan raya syukur terhadap karunia-Mu untuk lahirkan aku hari ini?

"Ei, jangan bengong. Tiup lilin dulu, buat permohonan," ujar Letda Juna sambil jentikkan jarinya didepan wajahku. "Eh, sebentar. Foto dulu."

"Buat apa?"

"Kenang-kenangan. Sekalian kirim ke Tuan Cha," jawabnya. "Coba sini saya pinjam handphone Nona sebentar."

Aku menyerahkan handphoneku pada Letda Juna. "Sekali saja," ujarku sambil menumpukan wajahku dengan satu tangan.

"Kok cemberut? Ceria dong!"

"Malas ah," keluhku sambil menatap kue krim strawberry dihadapanku ini.

Aku rasakan sesuatu yang menyenangkan dalam diriku saat menatap kue ini. Oh, apa begini rasanya ulang tahun dirayakan dengan suka cita?

Ternyata menyenangkan juga.

Cekrek!

Aku menatap Letda Juna kaget. "Eh?"

"Saya dapat foto bagus!" ujar Letda Juna dan menyerahkan kembali handphoneku.

"Jadi daritadi nggak foto?" tanyaku sambil mengambil handphoneku dan terdiam saat melihat hasil jepretannya. "Aku ... senyum?"

Difoto itu, aku tampak bahagia. Tersenyum dengan tulus untuk pertama kalinya atas momen yang diabadikan.

"Ayo buat permohonan!" ujar Letda Juna semangat.

Aku menutup kedua mataku sambil bertanya-tanya aku harus membuat permohonan apa. Sekalipun aku minta pembatalan pernikahanku dengan Suho, itu sangat nggak mungkin, Tuhan nggak ikut campur sejauh itu.

Pada akhirnya, aku tidak membuat permohonan apapun dan langsung meniup lilin.

Mataku kemudian beradu dengan mata milik Letda Juna, mata teduh yang selalu buat diriku merasa nyaman saat ditatap olehnya.

Tuhan, aku tahu bahwa aku telah meniup lilin, tapi bisakah kabulkan permohonanku yang ini?

Tolong, tolong biarkan pria ini tetap disisiku karena aku telah temukan titik tenangku padanya.

"Sudah buat permohonan kan?"

"Eh? Iya, sudah."

"Nah, ini potong kuenya," katanya memberikan pisau kue padaku. "Saya harus buru-buru balik tugas lagi, gapapa kan Nona makan kuenya sendiri?"

ARJUNA [SVT] -Hiatus-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang