Nine

102 4 0
                                    

Patah hati terbesar orang tua adalah ketika menyaksikan sendiri anaknya pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya karena setiap orang tua tak ada yang mengharapkan untuk menabur bunga diatas pusara anaknya. ~ Anne Gracia Yamoto.

***

(Anne Gracia Yamoto)

Hati orang tua mana yang tak sakit melihat anaknya di bunuh dengan keji seperti ini oleh orang lain, begitupun yang kini aku rasakan saat mendengar kabar meninggalnya Sakura yang merupakan putri semata wayangku yang begitu aku sayangi dan cintai. Hatiku terasa bagai di sayat sebilah pisau tajam setelah melihat sendiri di kamar jenazah kondisi putriku yang sudah terbujur kaku dengan banyak luka di kepala dan ada satu luka tusukan di bagian perutnya serta kondisi jenazahnya yang sudah membusuk dan membengkak, aku yakin kematian putriku sudah hampir seminggu sehingga kondisinya sudah mulai rusak.

Sejak kejadian tragis itu terjadi aku selalu menyalahkan diriku sendiri yang tak bisa menjaga Sakura dengan baik sehingga dia bisa dibunuh oleh orang yang tak punya hati nurani, entah perbuatan apa yang sudah Sakura lakukan pada orang itu sehingga orang itu dengan kejamnya menghabisi nyawa putriku. Lagipula jika memang putriku pernah berbuat kesalahan yang menyakiti hati si pelaku apakah harus dibalas dengan cara dibunuh seperti ini?, aku berharap semoga pelaku dapat dihukum yang setimpal dengan perbuatannya.

Perkenalkan namaku Anne Gracia Yamoto dan aku sudah menetap di distrik Edogawa yang terletak di sebelah timur kota Tokyo selama 30 tahun lebih sejak aku menikah dengan seorang pria Jepang bernama Atsushi Yamoto yang berprofesi sebagai dosen akuntansi di sebuah universitas swasta di kota Tokyo hingga kami di karuniai seorang putri cantik dan cerdas yang kami beri nama Sakura Yamoto, Yamoto yang tersemat di belakang nama Sakura merupakan nama belakang suamiku. Aku dan Atsushi merupakan orang tua kandung Sakura dan aku baru datang lagi ke Jakarta yang merupakan kota kelahiranku setelah mendapat kabar kematian putriku yang begitu tragis.

Aku dan Sakura sudah pisah tempat tinggal sejak 12 tahun terakhir dan kami hanya berkomunikasi via telpon ataupun videocall saja karena Sakura memutuskan menetap di Jakarta yang merupakan kota kelahiranku setelah dia lulus kuliah dan tak ingin kembali ke Edogawa yang merupakan tempat kelahirannya, aku bisa memaklumi hal itu karena sejak kecil sifat Sakura adalah keras kepala sehingga sulit untuk aku nasihati namun biarpun begitu dia merupakan putri kesayanganku.

Aku tak menyangka akhir hidup Sakura akan se-tragis ini, aku masih ingat betul beberapa bulan sebelum kematiannya dia sempat memberitahuku tentang novel ke-6 nya yang baru saja mendapat predikat best seller dan dia merasa bangga akan hal itu. Sebagai orang tua yang selalu mendukung apapun yang putriku lakukan aku pun ikut bangga setelah melihat kesuksesan dia di negara lain, tadinya aku sempat bahagia setelah mendengar kabar bahwa Sakura akan pulang ke Edogawa untuk menjengukku sekaligus ziarah ke makam Atsushi namun aku tak menyangka jika kalimat terakhir yang Sakura ucapkan di telpon waktu itu yang mengatakan dia akan pulang ke Edogawa dan kemungkinan tak akan balik lagi ke Jakarta adalah suatu pertanda karena sekarang dia benar-benar akan pulang ke tempat kelahirannya dan tidak akan pernah kembali lagi ke Jakarta untuk selama-lamanya, aku akan membawa pulang jenazah putriku ke Edogawa untuk aku makamkan disana tepatnya di samping makam suamiku yang sudah lebih dulu meninggal 2 tahun lalu.

Aku tak pernah mengetahui jika Sakura sudah bertunangan dengan suami orang dan baru mengetahuinya sekarang dari penemuan cincin bermata berlian yang terpasang di jari manis tangan kirinya karena selama ini dia tak pernah menceritakan perihal pacarnya kepadaku dan yang lebih mengejutkannya lagi yaitu ternyata sebelum meninggal Sakura sempat mualaf karena ingin menikah dengan Zidan dan berpesan ingin di makamkan secara Islam di samping makam suamiku yang sudah lebih dulu meninggal 2 tahun lalu namun untuk permintaan ini aku tak bisa penuhi karena aku dan Sakura berbeda agama dan aku akan memakamkan Sakura secara Katolik sesuai agama sebelumnya yang dia anut. Selama ini yang aku tahu putriku hanya berkarier di Jakarta sesuai impiannya dulu sehingga aku begitu kaget dan hampir pingsan setelah mengetahui pelaku pembunuh putriku tak lain adalah Zidan yang merupakan pacarnya. Aku tak paham kesalahan besar apa yang sudah dia perbuat hingga membuatnya harus membayar mahal perbuatannya dengan nyawanya sendiri, namun apapun perbuatan buruk putriku kepada pelaku tetap aku tak akan menoleransi perbuatan kejam pelaku dan aku akan menuntut hakim untuk memberikan hukuman mati kepada pelaku.

My Perfect Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang