Twenty Three

347 12 3
                                    

Permainan telah berakhir setelah semua kebenaran telah terungkap.~ Shely Elizabeth Qaisar.

***

(Shely Elizabeth Qaisar)

Aku seperti tengah bermimpi buruk saat ini dan aku hanya berharap segera terbangun dari mimpi burukku sendiri, aku benar-benar tak menginginkan akhir seperti ini. Saat ini aku masih terduduk seorang diri di tepi sungai dalam kondisi seluruh tubuh yang menggigil akibat basah kuyup serta mata kiri yang memar akibat membentur batu setelah berenang di sungai untuk menghindari kejaran polisi, mataku sempat menatap tas gunung yang kini aku letakkan di sampingku yang juga dalam keadaan basah dan kotor lalu aku beralih menatap lututku yang masih terbalut celana jeans berwarna navy blue yang entah kenapa terasa nyeri. Aku pun menggulung celana jeans yang kupakai hingga sebatas lutut lalu mendapati lututku dalam keadaan bengkak dan memar akibat membentur batu besar di sungai setelah aku melompat tadi, aku tak mempermasalahkan rasa sakit ini namun yang aku permasalahkan saat ini yaitu aku harus bersembunyi dimana lagi.

Setelah terdiam sejenak selama beberapa menit aku pun memutuskan menyenderkan tubuhku ke sebuah pohon besar yang berada tepat di belakangku, tubuhku menggigil parah serta seluruh tulang-tulangku terasa nyeri akibat cuaca yang tidak bersahabat seperti saat ini, dengan nafas yang masih tersengal-sengal aku berusaha mempertahankan kesadaranku agar tidak hilang akibat hipotermia akut karena jika aku sampai pingsan maka aku bisa pastikan saat terbangun nanti aku sudah berada di alam lain menunggu malaikat menanyakan siapa Tuhanku dan siapa Nabiku.

Setengah jam kemudian samar-samar aku seperti mendengar suara desisan hewan melata yang berada tak jauh dari tempatku duduk saat ini, jika apa yang aku dengar saat ini adalah seekor ular maka langkah pertama untuk menyelamatkan diri yang aku lakukan adalah berlari. Aku sudah berdiri sambil menggendong kembali tas gunungku dan bersiap lari sebelum hewan buas itu berhasil menerkamku lalu menelanku hidup-hidup, dan benar saja ternyata yang berada di dekatku adalah seekor ular jenis sanca yang berukuran lumayan besar. Untung saja aku sudah berhasil melarikan diri menjauhi hewan kelaparan itu sebelum dia berhasil memakanku, aku kini berada di tepi jalan raya yang tak banyak di lalui kendaraan mengingat saat ini jam sudah menunjukan pukul 02.00 pagi jadi sangat wajar jika jarang ada orang yang berlalu lalang disini. Aku berjalan kaki seorang diri dengan langkah lambat karena lututku terasa nyeri setelah aku paksa untuk berlari tadi juga tubuhku yang menggigil parah, penampilanku kini terlihat seperti seorang gelandangan yang tak punya tempat tinggal dan aku merasa hidupku sepertinya akan berakhir disini, di tempat asing yang aku pun tak tahu ini dimana.

Tiba-tiba saja aku teringat wajah orang tuaku terutama ibuku yang telah melahirkanku dengan bertaruh nyawa serta membesarkanku dari bayi hingga dewasa lalu membiayai pendidikanku dari TK hingga aku menjadi seorang pengacara hebat seperti saat ini, tanpa sadar air mataku menetes membasahi pipiku dan aku menyesal. Andai dulu aku bisa menahan rasa dendamku maka mungkin saja saat ini aku tidak akan kehilangan segalanya yang begitu berharga dalam hidupku, aku kini hanya seorang wanita miskin yang tak lagi punya tempat tinggal serta menjadi buronan polisi.

"Semua ini gara-gara pria bajingan itu!! Jika saja dia tidak mengkhianatiku maka aku tidak akan pernah melakukan pembunuhan berencana ini dan kehilangan pekerjaanku yang sangat aku cintai!! Dia harus membayar mahal semua ini!!" Aku berkata geram sambil mengepalkan kedua tanganku, aku teringat kembali dengan semua perlakuan buruk Zidan padaku dulu

Dua jam sudah aku berjalan seorang diri di sepanjang jalan raya yang sepi ini, jam sudah menunjukan pukul 04.00 pagi dan sepertinya sebentar lagi akan terdengar suara adzan berkumandang dari masjid yang berada tak jauh dari tempatku berjalan saat ini. Aku pun memutuskan mampir sebentar untuk sekedar beristirahat di masjid karena hanya tempat itu yang sangat aman untukku beristirahat, namun aku juga malu jika masuk ke tempat suci itu dengan keadaan tubuh seperti ini yang terlihat sangat kotor serta basah kuyup.

My Perfect Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang