Twenty One

93 2 0
                                    

Saya melarikan diri karena saya ingin melakukannya. ~ Shely Elizabeth Qaisar.

***

(Shely Elizabeth Qaisar)

Aku masih disini duduk di tempat persembunyianku yang aku yakini akan aman dari kejaran polisi yang berambisi untuk menangkapku karena dianggap sebagai dalang dari kasus pembunuhan berencana yang telah menghebohkan seluruh masyarakat, lihat betapa jagonya aku dalam berakting sebagai seorang istri yang sedih saat mengetahui suaminya ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana yang padahal pelaku sebenarnya adalah diriku sendiri yang telah merencanakan hal ini dari jauh-jauh hari.

Ada satu hal yang aku sesali mengapa aku harus melibatkan Doni sebagai assassin yang akan mengeksekusi Sakura jika pada akhirnya Doni sendiri yang mengkhianatiku dengan membocorkan semua rencana ini kepada polisi yang berakibat polisi mengejarku, jika saja Doni tidak datang ke kantor polisi mungkin saja posisiku akan tetap aman tidak seperti sekarang aku harus bersembunyi di desa terpencil seperti ini tanpa iPhone dan juga laptop yang biasa aku gunakan setiap hari.

Natalie yang selama ini aku percaya sebagai tetangga terbaik pun berubah menjadi tetangga terburuk setelah dia dengan lancangnya masuk ke kamarku lalu mencuri buku diary ku yang berisi semua catatan rahasia ku yang sengaja aku sembunyikan dari siapapun tanpa terkecuali, jika mengingat nama dan wajah Natalie membuatku ingin membunuh wanita itu lalu membuang jasadnya seperti yang aku lakukan kepada Sakura.

Saat ini hanya pakaian, sisa uang tunai dan KTP yang masih aku punya dan aku harus benar-benar berhemat sampai waktu yang belum aku ketahui, jika uangku sudah habis aku tak tahu harus meminta uang kepada siapa mengingat saat ini aku sudah tidak punya ponsel untuk menghubungi orang tuaku dan memberitahu keberadaanku kepada mereka.

"Mbak Sarah!" Marni membuyarkan lamunanku dan membuatku sedikit kaget dengan kehadirannya yang begitu mendadak

"Hai Marni, ada apa?" Aku menyunggingkan seulas senyuman ramah yang biasa aku tampilkan di depan publik

"Mbak mau ke kantor pos mengirim surat dan barang?" Marni mengingatkanku pada tujuan awalku sebelum aku melamun yaitu mengirim sebuah surat dan sampel urine kepada seseorang untuk membuat berita baru seolah-olah aku sedang hamil saat melarikan diri waktu itu

Jika kalian ingin tahu mengapa aku melakukan hal ini karena aku tidak akan pernah menyerah begitu saja, aku akan tetap pada pendirianku bahwa aku harus menang melawan mereka. Mengenai sampel urine yang aku gunakan merupakan urine milik Marni yang aku pakai untuk membuat berita kebohongan baru lagi, kebetulan saat ini Marni tengah hamil muda jadi aku tak akan melewatkan kesempatan emas ini.

"Memangnya untuk apa sih mbak minta urine aku?" Marni bertanya dengan ekspresi bodohnya, dia benar-benar seperti gadis bodoh

"Untuk aku kirim ke suami aku di Jakarta, jadi sebelum aku kabur kesini aku memang lagi berantem hebat sama suami aku karena dia menginginkan anak dariku tapi aku gak bisa memberikan dia anak, kami sudah menikah selama 8 tahun tapi belum juga di karuniai anak jadi aku mau minta bantuan kamu buat bikin seolah-olah ini adalah urine milik aku yang bakal bisa bikin suami aku bahagia lalu kita gak jadi bercerai setelah dia tahu bahwa aku sedang hamil, kamu mau kan bantu aku?" Aku berusaha memasang ekspresi sedihku untuk membuat kebohongan ini semakin nyata dan Marni yang mendengarkan cerita karanganku pun hanya bisa menguatkan dan menyemangatiku

"Semangat ya mbak, kamu pasti bisa melewati ujian hidup ini, tapi cepat atau lambat suamimu akan mengetahui kebohongan ini, bagaimana kalau dia tahu bahwa kamu membohonginya dengan berpura-pura hamil?" Marni menjawab lagi

"Tenang aja, Marni, yang penting sekarang dia gak jadi menggugat cerai aku setelah dia tahu bahwa aku sedang hamil anaknya" Aku mengusap air mata palsuku lalu berusaha tersenyum dihadapan Marni si gadis polos dan bodoh

"Baiklah, mbak, semoga rumah tanggamu selalu harmonis sampai maut memisahkan kalian ya" Marni mengusap punggungku dengan lembut

"Aamiin, terima kasih doanya, Marni" Aku mengaminkan ucapannya barusan walaupun aku tahu rumah tanggaku bersama Zidan sudah tak bisa lagi di perbaiki namun dari lubuk hatiku yang terdalam aku masih mencintai Zidan dan berharap kami akan bersama-sama terus hingga maut memisahkan

Setelah rencana keduaku berhasil aku lakukan pastinya dengan bantuan Marni yang merupakan tetanggaku yang sangat polos sehingga bisa dengan mudah aku bodohi aku pun bersiap-siap melarikan diri lagi mencari tempat persembunyian baru, dengan membawa tas gunung berisi pakaian dan semua barang milikku yang tersisa aku pun berangkat pada malam hari disaat semua warga desa sudah terlelap.

Aku sengaja melakukan pelarian ini pada malam hari agar tak ada seorang pun yang memergokiku, dengan menyetop sebuah truk yang melintas membuatku sedikit lega karena pada akhirnya aku mendapat tumpangan walaupun tidak gratis. Ya mereka yang melihat tubuh ramping dan kulit putih bersih serta wajah cantik yang aku miliki pun tak menyiakan kesempatan emas ini, aku tak permasalahkan jika harus melayani supir truk yang saat ini tengah bersamaku asalkan mereka bisa membawaku pergi jauh sebelum keberadaanku terlacak kembali oleh polisi.

"Terima kasih atas tumpangannya" Aku mengucapkan terima kasih kepada mereka setelah mereka menurunkanku di suatu daerah yang aku pun merasa asing dengan daerah ini namun aku sangat yakin daerah ini aman untuk menjadi tempat persembunyianku dari kejaran polisi

"Sama-sama, hati-hati saat mendaki gunung ya karena hewan buas akan mengintai mu" Mereka mulai meracau setelah mabuk berat yang hanya ku balas dengan gelengan kepala

Setelah mendapat tempat persembunyian baru aku pun segera menempati rumah berukuran kecil dan sangat sederhana itu, pemilik rumah yang sangat baik hati mempersilahkan aku untuk tinggal dirumahnya selama seminggu sampai aku mendapat kontrakan yang cocok dengan uang yang aku miliki saat ini. Entah mengapa setiap kali aku melarikan diri ke tempat baru pasti orang yang pertama aku temui adalah orang dengan hati yang baik seperti malaikat, aku merasa bersyukur dapat dipertemukan dengan orang-orang seperti mereka.

Sudah tiga hari aku tinggal bersama Kartika dan juga kedua anaknya dirumah yang sangat sederhana ini namun entah mengapa membuatku merasa nyaman tinggal bersama mereka disini, dengan sisa uang yang aku punya saat ini aku selalu membantu Kartika membeli beras, lauk pauk, dan juga kebutuhan rumah lainnya sebagai ucapan terima kasihku karena telah diizinkan untuk tinggal bersama mereka sementara waktu. Hari keenam aku tinggal disini semua masih berjalan normal seperti hari-hari kemarin tanpa ada hal apapun yang terjadi hingga memasuki hari ketujuh saat malam harinya entah mengapa aku yang belum juga bisa memejamkan mata melihat Kartika bangun dari kasur yang sudah tak layak pakai ini lalu berjalan keluar kamar untuk membukakan pintu rumah, aku yang curiga pun diam-diam mengintip untuk memastikan siapa yang bertamu malam-malam begini. Aku sudah bersiap-siap menggendong tas gunungku dan benar saja ada dua orang polisi memakai jaket kulit hitam mencari nama Shely Elizabeth Qaisar yang merupakan nama asliku namun Kartika menjawab bahwa dirumah ini tak ada yang bernama Shely Elizabeth Qaisar, aku sudah melarikan diri lewat pintu dapur lalu melompat ke sungai yang tak terlalu dalam hanya selutut orang dewasa dan hal itu bukan suatu tantangan buatku yang jago berenang.

Seluruh pakaianku serta tas gunungku sudah basah kuyup terkena air sungai yang terasa begitu dingin menusuk tulang dan aku masih terus berjalan tanpa arah menuju tempat yang kurasa aman untuk kusinggahi, setelah berjalan di air yang terasa melelahkan membuat tubuhku meminta untuk beristirahat sementara waktu. Aku pun menepi lalu duduk diatas rerumputan seorang diri, seluruh pakaianku sudah basah kuyup terkena air sungai saat berjalan di air tadi termasuk rambutku yang aku kuncir kuda pun sudah basah kuyup. Aku merasa aku tak bisa seperti ini terus karena jika aku seperti ini terus aku akan mati terserang hipotermia, apakah aku harus menyerahkan diri ke polisi ataukah aku harus melanjutkan perjalananku demi mencari pembelaan diri bahwa tindakan yang aku lakukan adalah tindakan wajar.

My Perfect Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang