Ten, Haruskah Aku Bercerita?

1K 121 12
                                    

MARSI

I hate looking weak. Dan kabar buruknya, pagi ini gue terlihat lemah di hadapan orang lain. Membuat gue tidak ingin mendengar penjelasan dokter mengenai kondisiku. Mama paling antusias menanyakan ini dan itu, terutama soal luka pada pergelangan tangan.

"Kalau soal lukanya, anda tidak perlu khawatir karna pasti akan cepat kering asal jangan sering terkena air."

"Baik, Dok. Terima kasih banyak," ujar mama.

"Oh ya, kalau pemeriksaan besok pagi sudah membaik, Mbak Marsiana sudah bisa pulang. So, banyak istirahat, ya."

"Alhamdulillah. Pasti! Saya pastikan dia banyak istirahat."

Aku biarkan mama mengobrol lebih banyak dengan dokter. Sedang aku memutuskan menarik selimut menutup seluruh tubuh. Bosan sekali berada di kamar rumah sakit. Terlebih dengan jarum yang menancap pada punggung tangan. Bau kamar rumah sakit juga berhasil membuat perut mual.

"Hei."

Aku mendengkus usai selimut yang menutup tubuh di tarik. Senyum Syahdan menjadi penyambutan paling tidak elit.

"Ganggu tidur gue," tandasku kesal.

"Emang udah mau tidur? Sarapan dulu."

"Nggak enak."

"Iya, makanya gue beliin bubur ayam di luar. Suka, kan? Bubur ayam yang ini nggak hambar."

Pandanganku mengawasi sekeliling, mengernyit saat tidak menemukan mama. "Mama mana?"

"Makan di bawah sama Dimas."

Syahdan mengeluarkan kotak styrofoam dari kantung plastik yang ia bawa.

"Kok nggak denger?"

Syahdan mengangkat bahunya dan menawarkan diri untuk menyuapiku. Aku mengangguk. Begini, bukan manja. Namun, kedua tanganku benar-benar belum bisa diandalkan.

"Buka mulut ... aaakkk ..."

Membuka mulut menerima suapan Syahdan. Rasa gurih bubur bercampur manisnya kecap langsung memenuhi ruang mulut. Ini jauh lebih enak dari masakan rumah sakit.

"Gue udah hubungi Maya buat minta izin ke bos lo. Maya bilang oke. Surat dokter juga udah gue kasih ke kantor lo dan kabarnya juga, temen kantor lo mau ke sini sore ini."

"Uhuk! Uhuk!" Aku langsung terbatuk.

"Eh, pelan-pelan, Mar." Syahdan membantuku meminum segelas air.

"Mereka mau ke sini?" tanyaku terkejut.

I'm shocked and can't let this happen!

"Iya. Why?"

Oh, God! Syahdan doesn't understand this!

"Terus lo iyain gitu aja?"

Syahdan mengangguk. "Iya."

Aku berdecak, pasti akan terlihat begitu lemah and I don't like this.

"Kenapa nggak bilang dulu sama gue sih, Syah?"

"Lo tidur, Mar. Aaakkk lagi."

Aku membuka mulut, sehingga sesuap bubur ayam kembali masuk.

"Lagi pula, kan, harusnya senang kalau teman kantor besuk."

"Gue terkenal garang, bukan lemah kayak gini."

Bukannya paham, Syahdan malahan tertawa. "Biasanya juga kalau opnam karna mag mau di tengok."

"Ini beda, Syah!"

Beyond The Limit | TAMAT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang