17

3.8K 427 48
                                    

Hana sesali telah mengiyakan permintaan Mahesa untuk mempertemukan orang tua mereka akhir pekan ini, tanpa mengcross check jadwalnya terlebih dahulu. Kini ia kerepotan merayu Candra agar gadis itu mau gantikan tugasnya untuk meeting dengan client baru besok minggu. Candra terus menolak, sebab siapa yang mau bekerja di hari minggu?

"Ayo dong Dek, mau ya? Sekali aja. Demi masa depan nih." Candra menatap canggung seniornya yang terus memohon sejak pagi tadi. Candra menghela nafasnya kasar. Ia sudah ada janji dengan kekasih barunya, bukankah itu juga demi masa depan?

"Aduh mbak, aku udah ada janji sama pacarku." Hana mencebikkan bibirnya.

"Ajak aja pacarmu meeting, sebentar ajaa." Candra ikut mencebik, ya masa dia bawa pacarnya kerja.

"Jangan aku deh mbak, yang lain aja. Nawang tuh, dia kan jomblo pasti minggu pagi cuma ngebo." Merasa namanya disebut Nawang mendelik.

"Enak aja, biarpun gak punya pacar aku punya keluarga ya. Gak bisa Mbak, aku udah janjian sama ibu mau ke Magelang." Hana menghela nafasnya kasar, mau menangis saja ia rasanya sebab Mahesa tampak begitu antusias saat Hana mengiyakan pertemuan keluarga itu.

Masalah lainnya adalah, Hendra sampai rela akan ke Jogja akhir pekan itu demi berkenalan secara resmi sebagai calon kakak ipar Mahesa. Meskipun sebenarnya mereka sudah sangat kenal. Hana tertunduk lesu, gagal sudah rencananya sepertinya. Ia meraih ponselnya di depan komputer, mencari nomor kekasihnya dan langsung meneleponnya. Saat itu pukul 12 jam istirahatnya Mahes.

Tak berapa lama wajah Mahesa muncul di layar ponselnya. Hana tersenyum tipis sebelum bibirnya kembali melengkung ke bawah.

"Kenapa sayang? Capek ya?" Gadis itu menggeleng.

"Terus kenapa? Kamu sudah makan?" Ia mengangguk.

"Ada apa sih?"

"Mas aku ada kabar buruk." Mahesa menaikkan sebelah alisnya.

"Kenapa?"

"Aku baru ingat minggu besok aku harus ketemu client. Aku sudah coba minta anak-anak untuk gantiin aku meeting, tapi gak ada yang bisa. Gimana ya mas? Nanti pertemuannya gimana? Gak lucu dong kalo aku gak ada." Mahesa tampak tertegun dan Hana sadari itu. Pasti pria itu kecewa, namun bagaimana lagi? Hana punya kewajiban.

"Gak bisa di reschedule ya sayang?" Mata Hana berkaca-kaca, ia gelengkan kepalanya pelan. Wajah tampan Mahesa tampak makin lesu.

"Gak bisa Mas, itu aja sudah di reschedule. Pasti clientku gak mau, salah satu mempelainya tinggal di luar kota jadi cuma ada kesempatan hari Minggu besok. Mas, gimana? Aku gak mau batalin pertemuan keluarga tapi kerjaanku juga penting mas." Mahesa menghela nafasnya kasar, ia terdiam sesaat buat Hana khawatir dengan keputusan pria itu nantinya.

"Aku matikan dulu ya, nanti aku kabari lagi Han." Wajah Mahesa hilang. Tak ada panggilan sayang di akhir kalimat pria itu dan hal itu sungguh mengusik Hana. Ia meletakkan kepalanya di atas meja kerjanya, benar-benar ingin menangis.

Sepanjang sisa waktu kerjanya Hana terus diam jika tak diajak berbicara. Pikirannya terlalu kusut, bahkan ia lupa membayar makan siangnya tadi pada Mas Nanang CS (cleaning service) kantor. Tingkah gadis itu tak luput dari pandangan Renata. Gadis itu hampiri Hana yang tampak melamun menatap layar monitor komputernya.

"Han, es kopi nih." Hana mengalihkan pandangannya pada es kopi susu yang sudah berada di atas mejanya.

"Makasih." Renata menarik kursi kosong tak jauh dari sana. Ia duduk sambil memperhatikan Hana yang lagi-lagi diam.

"Kenapa sih? Ada masalah?" Hana sontak menggeser tubuhnya menatap Renata tiba-tiba buat gadis itu hampir terjengkang saking kagetnya.

"Astaga!" Renata melotot.

Thick As ThievesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang