24

3.4K 337 65
                                    

Rindu antara Hana dan Mahesa benar-benar sudah pada batasnya. Tinggal hitungan hari. Ah tidak, tepatnya hitungan jam. Hana mulai ganti perhitungan waktunya dengan jam, sebab besok adalah hari besarnya. Rumah kedua orangtuanya masing-masing sudah dihias dengan bantuan tim Renata. Tratag dan tarub berbahan daun kelapa muda sudah selesai dipasang dan disiapkan. Tuwuhan dan kembar mayang juga sudah dipasang di dekat tempat siraman. Lengkapnya dekorasi hingga proses pasti buat siapapun mengira bahwa mungkin salah satu kerabat Keraton yang menikahkan putra putrinya, sebab saat ini di kawasan rumah Johan dan Jefri jarang ada yang lakukan prosesi seruntut itu.

Dapur buatan juga dibuat di belakang rumah Johan. Pintu semua dibuka lebar, lampu tak ada yang dibiarkan mati malahan diganti dengan watt yang lebih besar hingga rumah mereka jadi yang paling terang diantara tetangga lain. Johan bersyukur punya halaman yang luas, baik depan maupun belakang. Sehingga saat ada hajatan ia tak perlu repot pikirkan dimana akan buat tenda, dimana akan dijadikan tempat parkir tamu.

Hana sudah didandani dan dipakaikan kain jumputan serta roncean melati sebagai slayer penutup bahu. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai dihias dengan bandana dari melati juga. Wajahnya tampak berseri-seri menunggu dipanggil untuk prosesi siraman. Di luar sana, Johan dan Chitra sudah bersiap setelah memasang tarub. Keduanya sangat serasi dengan beskap dan kebaya berwarna oranye. Saat pembawa acara persilahkan Hana masuk, gadis itu berjalan perlahan dari kamar riasnya.

Gendhing iringi gadis itu untuk berjalan hampiri kedua orangtuanya. Pembawa acara memulai prosesi sungkeman. Hana berjongkok, berjalan dengan posisi jongkok menuju sang ayah. Menundukkan kepalanya pada pangkuan ayahnya lalu berlanjut menuju pangkuan sang ibu.

Kedua orang tua Hana beralih menuju tempat siraman sambil menuntun putrinya berjalan. Membantu Hana duduk pada kursi beralas tikar pandan. Prosesi siraman dimulai. Urutan pertama adalah orang tua, para sesepuh dan terakhir juru rias. Air berasal dari tujuh mata air bercampur bunga itu disiramkan sebanyak tiga kali mulai dari kepala, pundak atau tubuh, hingga ujung kaki. Terakhir sebuah kendi yang dibawa bersamaan oleh orang tua gadis itu disiramkan pada wajah Hana, digunakan untuk raup atau membasuh muka. Setelah kosong, kendi tersebut dipecahkan secara bersamaan oleh Johan dan Chitra sebagai simbol memecahkan pamor sang putri sebagai wanita dewasa.

Hana tak bisa gambarkan lagi perasaannya, sepanjang prosesi ia terus membaca doa dalam hati agar semuanya akan jadi berkat untuk kehidupan pernikahannya nanti. Pun saat prosesi pemotongan rambut, ia benar-benar aminkan saat pembawa acara sebut apa arti dari prosesi itu. Rambutnya akan dikubur bersama milik Mahesa di halaman rumah mereka, simbol bahwa segala perkara akan ikut terkubur bersama rambut keduanya sehingga kehidupan pernikahan mereka hanya akan dilingkupi kebahagiaan.

Prosesi bopongan, dimana sang ayah dari mempelai akan menggendong putrinya menuju kamar pengantin. Sebagai bentuk kasih sayang orang tua yang mengiringi anaknya hingga detik menjelang lembaran baru kehidupan sang anak. Hana tertawa saat ayahnya tampak agak kesulitan sebab kain yang basah buat dirinya makin berat. Johan gagah, tapi dibandingkan dengan usianya yang tak lagi muda tentu tak mudah untuknya membopong putrinya lagi.

Chitra menahan tawa saat wajah suaminya tampak begitu kesulitan. Keluarga yang saksikan prosesi tersebut malah ada yang sudah tertawa. Namun pria itu tetap bawa putrinya dengan baik, tak dibiarkan anak gadisnya itu menurunkan kaki sedikitpun.

Sementara Hana akan dikerik rambut halus di sekitar dahinya sekaligus dirias, Johan dan Chitra sudah kembali untuk lakukan prosesi berikutnya. Prosesi adol dhawet. Ibunya bertugas sebagai penjual, sedangan sang ayah memayungi. Maknanya dalam membina rumah tangga itu harus saling bekerja sama. Para tamu membeli dhawet dengan kreweng berbentuk bulat dan pipih sebagai pembayarannya. Keduanya tampak menikmati prosesi tersebut, sesekali tawa Johan pecah saat beberapa tamu menggoda istrinya seolah benar sedang berjualan. Chitra tampak kerepotan hingga buat Johan tak sabaran ingin ikut bantu menjuali.

Thick As ThievesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang