29

5.1K 403 46
                                    

Mahesa terbangun saat merasa tenggorokannya terasa begitu kering. Ia berdehem beberapa kali mendapati tubuhnya yang masih polos tanpa busana. Bibirnya meringis saat temukan tubuh sang istri yang meringkuk sendirian di sisi ranjang sebelah kanan. Kenapa sih dia kalau sedang lelah jadi lupa segalanya? Tunggu, lelah ya? Pria itu tersenyum lebar mengingat apa yang mereka lakukan semalam.

Pelan-pelan ia tarik tubuh istrinya mendekati dirinya, kemudian memeluknya erat. Sebuah kecupan ia daratkan di pundak polos itu. Bersyukurlah Mahesa sebab Hana tak mudah bangun terhadap sentuhan selembut itu. Punggung Hana menempel di dada Mahesa, hantarkan kehangatan yang sanggup nyamankan tidurnya.

Naluri prianya kembali bangkit, saat Mahesa tak sengaja menyibak selimut dengan kakinya. Bokong mulus Hana terpampang jelas, pinggulnya lebar berbanding terbalik dengan pinggangnya. Mahesa meneguk ludahnya kasar takut godaan setan menguasainya pagi-pagi buta. Namun otak tak sejalan dengan hati, pria itu malah kian merapatkan tubuhnya hingga wanita itu menggeliat saat kejantanan Mahesa menggesek kulit bokongnya. Mahesa terkejut, buru-buru ia memejamkan matanya. Tidak, istrinya tak boleh tahu kalau dia bisa semesum ini.

Hana mengerjap beberapa kali, menyesuaikan matanya pada temaram yang memenuhi kamarnya. Ia terdiam sesaat berusaha mencerna apa yang sedang dialaminya. Semalam dia berhasil melakukan hubungan suami-istri kemudian pagi ini dia masih telanjang. Wanita itu terbelalak, ia takut bergerak saat merasakan tangan Mahesa melingkar di perutnya.

"Mas." Mahesa tak menjawab. Ia masih fokus berpura-pura tidur.

"Panggilan ketiga aku jawab ya sayang, maaf." Batin Mahesa.

"Mas Mahes—" kini Hana menyentuh punggung tangan pria itu berharap suaminya sedikit melonggarkan pelukannya.

Masih tak ada sahutan, Hana menyerah. Mahes pun tak jadi pura-pura bangun, kan belum panggilan ketiga. Wanita itu malah bergerak sendiri melepaskan diri dari pelukan sang suami. Mahesa menahan erangannya saat merasa ngilu di bagian selatan. Pagi hari, udara dingin, di tambah efek sang istri apa yang kalian harapkan pada pertahanan pria itu?

Hana membalikkan tubuhnya menjadi menghadap Mahesa. Ia tersenyum menatap wajah damai Mahesa yang sedang pura-pura tidur. Jarinya bergerak mengusap kening suaminya, kemudian ia terkikik geli ketika kening itu bergerak-gerak. Sengaja, biar dikira memang masih tidur.

Di luar dugaan Mahesa, wanita itu malah bergerak mendekati tubuhnya hingga dua buah tonjolan dapat Mahesa rasakan merapat di dadanya. Hana memeluknya dari depan. Pria itu pura-pura terbatuk untuk tenangkan getaran dalam dadanya. Sedekat itu apakah detak jantungnya akan terdengar? Apalagi pagi itu masih sangat sunyi.

"Mas bangun—" bisik Hana. Mahesa menyerah, ia membuka kelopak matanya perlahan. Wajahnya tampil sedatar mungkin, pura-pura linglung.

"Pagi sayangku," ucap Hana lagi. Mahesa tersenyum, ia berdehem.

"Pagi sayang, bangunnya kenapa pagi banget?" Padahal jelas-jelas dia yang terlebih dahulu terjaga.

"Kamu kan kerja, aku harus bikin sarapan. Mau dibawain bekal?"

"Kamu gak kecapekan? Aku sarapan roti panggang aja yang gak ribet." Hana terkekeh.

"Emangnya aku habis ngapain sampai kecapekan?" Mahesa tertegun, dia malah jadi malu. Dia tahu dari kawan-kawan kerjanya, pengalaman pertama itu melelahkan. Pasti istrinya akan kesulitan berjalan, merasakan ngilu di bawah sana, lalu badan yang pegal-pegal sebab pertama kali pasti menggebu. Apalagi mereka baru selesai jam 1 malam, masa sih Hana tak kelelahan?

"Aku masih sanggup kok mas kalo cuma masak. Kan yang banyak gerak tangannya," jawab Hana.

"Lagipula tadi malam kan kamu yang banyak gerak, Mas gak capek?" Sambung Hana lirih. Wanita itu sangat malu mengatakan hal itu. Mahesa melirik ke arah jam dinding, takut kalau Hana tahu dia flashback ke kejadian beberapa jam lalu.

Thick As ThievesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang