30

4.7K 384 40
                                    

Kali kedua Hana mengunjungi keluarga Mahesa, namun kali ini keluarga dari pihak ayah mertuanya. Perempuan itu terus-terusan merapikan ujung kemejanya.

"Mas ini sudah rapi?" Mahesa mengangguk.

"Beneran kan?"

"Iya sayang, kamu sudah tanya berkali-kali loh. Kenapa?" Hana menggigit bibir bawahnya kencang.

"Aku gugup, maksudnya ini kali pertama aku ketemu saudaramu yang lain."

"Loh kan sudah ketemu waktu nikahan." Hana cemberut. Kenapa suaminya tak paham sih?

"Beda mas, kemarin gak ada banyak waktu untuk ngobrol jadi aku gak tahu gimana wataknya satu persatu." Mahesa terkekeh.

"Kamu gak harus dekat kok sama mereka semua. Aku juga gak begitu sering berhubungan sama keluarga dari ayah. Paling cuma saat acara keluarga besar." Hana meringis. Terakhir kali bertemu neneknya saja Hana dibuat sakit hati, bagaimana dengan kali ini?

Hana benar-benar mengutuk jalanan yang sangat lancar pagi itu. Dia jadi cepat sampai kan. Mobil suaminya sudah berhenti di halaman luas milik kakek neneknya.

"Ayo turun." Hana mengeratkan pegangannya pada tali seat belt. Tidak, Hana tak mau cepat-cepat turun.

"Sayang, ayo." Hana menoleh menatap suaminya dengan tatapan minta diberi belas kasihan.

"Ada aku." Wanita itu menyerah, bujukan Mahesa berhasil.

Kepalanya menjulur mencari keberadaan orang yang ia kenali. Setidaknya Jovita harus ada di sampingnya, sebab Mahesa sudah pasti tak akan terus di sampingnya.

"Mas boleh pergi kalo ada Jovita ya disini," bisik Hana lirih. Mahesa mengangguk, ia bawa istrinya menuju area yang cukup longgar untuk duduk. Hana sendiri tak mengerti agenda pertemuan keluarga kali ini apa. Arisan jelas bukan, sebab kata Mahesa keluarga ayahnya tak pernah lakukan itu. Kemungkinan terbesar adalah mengenalkan Hana sebagai menantu baru keluarga itu.

"Mas, katanya acara keluarga kok yang datang sedikit?" Bisik Hana lagi.

"Belum sayang, belum datang. Ayo kita ketemu eyang dulu." Hana menggigit bibirnya kencang, aduh dia belum siap bertemu wanita tua itu.

Mahesa menggandeng tangan Hana menuju area belakang rumah. Ternyata keluarganya lebih banyak yang berada di sana. Ada yang sedang mandi, menata piring, dan yang jadi perhatian utama jelas kakek nenek yang tampak tengah duduk di kursi halaman belakang.

"Loh sudah datang ya?" Seorang wanita menyambut keduanya saat Hana dan Mahesa muncul dari ambang pintu. Itu Bude Asih, ibunya Dewi. Keluarga yang tinggal serumah dengan kakek neneknya.

"Gak ketemu Pakde di depan?" Mahesa menggeleng. Di area rumah tak ada orang sama sekali, makanya tak ada yang menyambut mereka hingga harus jalan ke belakang.

"Loh gimana sih, tadi Pakde di depan gelar karpet. Yang lain masih di perjalanan, kamu kecepetan datangnya."

Hana tersenyum. "Mas tadi kue yang dibeli masih di mobil ya? Turunin semua mas," bisik Hana.

"Eh iya, sebentar ya sayang." Mahesa membalikkan badannya hendak mengambil beberapa kotak kue yang mereka bawa. Tak enak rasanya datang membawa tangan kosong.

"Loh Mahesanya mau kemana?" Tanya wanita itu.

"Mau ambil barang bude. Sini Hana bantu." Wanita itu tersenyum lalu menyerahkan teko berisi teh panas. Hana menuangkan air teh itu satu persatu ke dalam gelas. Tak lama Mahesa kembali dengan beberapa kotak kue di tangannya.

"Bude ini dari Hana."

"Loh repot-repot kalian ini, terimakasih ya. Nanti biar dipotong-potong sama Dewi untuk dimakan sama-sama." Wajah Hana berubah cerah. Dewi adalah salah satu sepupu Mahesa yang dia tahu dengan baik, sebab sewaktu nikah gadis itu yang sering membantunya.

Thick As ThievesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang