16

3.9K 398 31
                                    

Terkadang kebahagiaan tak bisa digambarkan atau diungkapkan melalui kata-kata. Sama seperti yang Mahesa rasakan kini. Bak ketiban durian runtuh, seolah keberuntungan terus-terusan menghampirinya. Hal itu kadang buat Mahesa khawatir, kenapa beruntung terus? Jangan-jangan di masa depan nanti malah lebih parah ketika kena masalah. Namun untuk saat ini Mahesa tak mau pikirkan soal masalah, yang ia pikirkan hanya menemui orangtuanya saat itu juga.

"Bun! Bundaa! Bundaa!"

Teriakan pria itu buat bundanya berlari tergopoh-gopoh dari belakang rumahnya.

"Hehh ada apa? Kenapa Mas? Ada apa malam-malam ke rumah? Kamu sakit?" Bukannya menjawab Mahesa malah menyengir lebar, ia terkekeh pelan.

"Eh, gendeng bocah iki. Kenapa kamu itu jangan bikin bunda takut lo Mas. Sakit kamu? Mau bunda antar ke dokter? Tunggu ayah selesai mandi ya?"

("Eh gila anak ini.")

Mahesa terkekeh ia menggamit lengan bundanya, bertingkah manja layaknya anak kecil yang minta dibelikan sesuatu. Tapi ya memang Mahesa sedang inginkan sesuatu, kan?

"Bun, lamarin Hana dong buat aku." Tita mendelik ia menatap putranya yang masih bergelayut manja di lengannya.

"Kamu serius Mas?" Mahesa mengangguk.

"Masa sih? Kan baru saja pacaran masa Hana mau langsung menikah? Dia baru saja batal menikah lo?" Pria itu kembali menegakkan berdirinya.

"Beneran bun, aku udah tanya Hana kok. Serius gak bohong." Wanita itu menatap putranya curiga.

"Mas kamu gak aneh-aneh kan?" Mahesa mendelik paham arah bicara bundanya.

"Ya nggak lah Bun! Aku masih punya adab ya, gak main terobos. Bisa digantung aku sama Om Johan. Lagian bunda ni aneh banget, kemarin anaknya suruh buru-buru nikah. Giliran minta dinikahin malah curiga." Wanita itu tertawa kecil.

"Ya habis kamu aneh sih mas, malam-malam gak ada angin gak ada hujan minta dinikahin sama Hana. Lagian emang Hana beneran sudah lupa sama mantannya?"

"Ikhlas bun bukan lupa. Kalo lupa mah bisa ingat lagi terus sedih. Kalo ikhlas kan udah benar-benar lepas."

"Halah bisa-bisamu aja itu. Ya memangnya kamu sudah yakin? Gak takut Hana tiba-tiba ingat mantannya pas sudah menikah sama kamu?" Mahesa melotot.

"Bunda nih mikirnya jelek banget. Aku yakin banget bun, Hana lagi proses cinta mati sama aku." Tita berdecih.

"Kebanyakan gaya kamu, di depan orangnya aja kicep. Gak berani banyak omong kalo urusan hati." Mahesa terkekeh. Saat ini boleh jago kandang, tapi kalau kandangnya besok sudah pindah jadi satu dengan Hana, ya jelas Mahesa gak akan secemen saat ini.

"Udah ini aku pengen menikah, bunda mau gak ngelamarin Hana buat aku? Kalo gak mau aku minta Eyang Putri yang gantiin bunda." Wanita itu melotot.

"Bunda masih hidup yaa! Enak aja digantiin. Bilang ayahmu dulu sana." Mahesa terkekeh.

"Oke aku bilang ke ayah, jadi bunda setuju ya? Tolong siapin tabungan nikahku ya bun, untung kan aku tetap tambahin terus walaupun tahu Hana kemarin mau menikah sama orang lain. Kepake juga tabungannya."

"Loh gak jadi dikasih ke bunda semua? Padahal bunda mau bikin kos-kosan di Maguwo pakai uangmu. Katanya kemarin suruh bunda pakai aja? Udah berkurang nih buat beli pasir 1 truck." Mahesa mendelik.

"Bun? Beneran? Kan jadi nikah Bun sama Hana." Wajahnya tampak begitu panik buat Bundanya menahan geli.

"Becanda Hes, panik banget." Mahesa menghela nafasnya lega.

Thick As ThievesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang