20

4.1K 366 45
                                    

Hana dan Mahesa sangat bersyukur diantara 31 hari dalam bulan Desember ada cuti beberapa hari karena Natal. Keduanya manfaatkan waktu itu dengan sangat baik. Agendanya pagi itu mereka akan lakukan foto prewedding. Pantai Parangtritis dan Candi Plaosan jadi pilihan tempat mereka. Meskipun dari ujung ke ujung, demi foto di ruang tamu rumah nanti bagus mereka rela bangun lebih pagi cuma untuk foto. Jam 4 mereka sudah berangkat, dandan dari rumah supaya sampai lokasi tinggal membenahi riasan. Kenapa sepagi itu? Karena Hana mau foto dengan sunrise.

Mereka berangkat berenam. Ada si calon pengantin, Laksa, Janu, Aruna, dan Jovita. Rara ditinggal di rumah akungnya, takutnya bocah itu malah rewel.

"Mas Adit sudah di Parangtritis ya Han. Baju semua sudah kebawa kan?" Tanya Renata.

"Sudah beres, aman."

Janu yang berkendara, mengorbankan dirinya untuk tak menatap indahnya langit Jogja di pagi hari. Jalanan yang masih sangat lengang, ada beberapa pejalan kaki yang bersiap untuk beraktifitas. Para pedagang makanan pagi sudah bersiap-siap menggelar dagangannya. Kaca mobil sengaja Janu buka, biarkan udara pagi masuk untuk mereka hirup. Semua terasa begitu lancar sebab tak ada saingan kendaraan yang siap membalap mereka.

Perjalanan panjang jadi terasa singkat, sebuah hamparan pasir pantai sambut mereka disertai deburan ombak sisa laut malam yang perlahan menyurut. Hana turun, menuju tepi pantai untuk menyejukkan kakinya sedikit demi tujuan adaptasi dengan dinginnya air pagi. Mahesa di belakangnya mendekati gadis itu tersenyum lebar sebab pemandangan indah di hadapannya. Tentu maksudnya pantai dan juga hawa ciptaan Tuhan yang satu itu.

"Mas, ganti pakaian dulu. Mbak Hana sini rapiin make up sama ganti pakaian!" Ucap Jovita.

Hana tersenyum, hampiri Jovita yang melambaikan tangannya meminta dirinya untuk mendekat.

"Mbak, ganti di dalam mobil saja ya? Kayanya toilet umumnya belum dibuka." Hana mengangguk. Dibantu Renata dan Jovita, Hana selesaikan riasannya. Sebagai sentuhan akhir bibirnya dipoles lipgloss berwarna pink, buat bibirnya tampak makin cantik.

Kostum pertama, kemeja putih dengan celana pendek. Santai, berikan suasana seolah keduanya sedang menikmati pagi yang tenang di bibir pantai. Beberapa kali rambut Hana tertiup angin, membuat Mahesa dan Hana tertawa sebab rambut mereka berantakan. Namun fotografer kenalan Renata sangat berhasil abadikan momen itu, memotret beberapa kali dari angle yang berbeda-beda. Beberapa kali juga ia arahkan pose dua model amatirnya pagi itu. Jauh dari perkiraan Mahesa, ia sangka dirinya akan sangat kaku di depan kamera. Mungkin karena bersama Hana, ia tak merasa grogi. Dibanding gugup bersitatap dengan kamera, ia jauh lebih gugup saat terus berhadapan dengan Hana dalam jarak sedekat itu.

Debaran di jantungnya tak kunjung usai. Nyatanya setiap lengkungan di wajah ayu itu sungguh berhasil buatnya terhipnotis.

"Mas tolong pose terakhir keningnya ditempelkan di kening Mbak Hana ya. Sunrisenya sedang bagus, nanti hasilnya pasti cantik." Saran sang ahli. Mahesa dan Hana tersenyum canggung namun tetap lakukan pose yang diminta.

"Mas malu?" Bisik Hana. Wajah Mahesa memerah. Mahesa ini tipikal pria yang tak agresif, dia tak suka mengumbar kemesraan. Seandainya Mahes akan lakukan sentuhan, itu akan ia lakukan di saat tak banyak orang. Tentu ketika keduanya sudah sah. Saat ini Mahesa belum pikirkan hal lain diluar salurkan afeksinya pada Hana lewat tindakan-tindakan kecil.

"Sedikit, tapi ada kamu jadi bisa diatasi." Hana tersenyum tipis. Ia dongakkan kepalanya hingga kedua mata mereka bertemu. Mahesa tersenyum kemudian kecup kening gadis itu lembut. Sang fotografer tentu senang bukan main dengan pose yang begitu natural.

Sesi pagi hari harus selesai kala pantai mulai dipenuhi pengunjung dan penduduk sekitar. Mereka putuskan untuk beristirahat sejenak, menuju warung tepi pantai yang baru saja buka. Itung-itung gantinya sarapan sebab mereka tak sempat lakukan itu pagi tadi.

Thick As ThievesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang