27

4K 378 28
                                    

Sebab persoalan pinjam uang kemarin masih buat Mahesa dan Janu begitu khawatir dengan orang tuanya. Setulus itu hati ayah dan bundanya, bagaimana kalau ada yang mau menyakiti lagi? Pria itu jadi terus termenung sepanjang hari, buat istrinya kebingungan. Mahesa memang pendiam, namun diamnya hari itu terlalu sunyi. Nyaris tak bersuara kecuali ditawari makan.

"Mas kenapa?" Tanya Hana sambil menghampiri suaminya yang duduk di atas ranjang masa bujangnya.

Gadis itu mendudukkan tubuhnya di samping suaminya, menatap wajah murung yang tak membaik dari tadi.

"Ada yang dipikirkan? Kasih tahu aku dong, biar aku bantu pikir solusinya." Mahesa menghembuskan nafasnya kasar.

"Aku khawatir ayah dan bunda itu akan disakiti orang lagi. Dulu pun saat ekonomi keluarga jatuh itu karena ayah ditipu temannya. Makanya kemarin aku takut kejadian itu keulang saat tahu teman ayah mau pinjam uang." Hana tersenyum.

"Mulia banget ya hatinya mertuaku? Makanya anaknya sebaik ini." Mahesa melirik istrinya lalu tersenyum tipis.

"Terimakasih sudah dihibur."

"Loh siapa yang menghibur? Aku cuma ngomong fakta. Orang tuaku baik banget makanya suamiku juga baik. Orang baik itu biasanya dijauhkan dari hal-hal jahat. Kalaupun kena musibah, pasti bisa bangkit berkali-kali. Nyatanya begitu kan Mas?" Mahesa tersenyum lalu menarik gadis itu ke pelukannya, menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher sang istri.

"Orang baik jodohnya orang baik juga kan sayang?" Hana tertawa kecil.

"Memangnya aku baik?" Mahesa mengangguk dalam pelukannya lalu ikut tertawa.

"Gitu dong ketawa, masa istrinya dari tadi dicemberutin terus."

"Maaf." Bisik Mahesa pelan. Keduanya melepas pelukannya lalu saling menatap satu sama lain. Sudah tahu kalau mereka belum berciuman di bibir sama sekali? Faktanya begitu.

Mahesa mengecup pelan kening istrinya lalu tersenyum lagi. Puas rasanya walaupun cuma sebatas ciuman di kening.

"Kita tidur satu malam lagi di rumah bunda ya Mas? Biar ketakutanmu agak membaik dulu. Besok baru kita pulang." Mahesa menatap wajah Hana lekat-lekat. Masih tak percaya dia punya istri sepengertian itu.

"Gak apa-apa?" Hana mengangguk.

"Ya gak apa-apa dong, kan tidur di rumah orang tua masa aku gak mau? Atau kamu buru-buru ada keperluan di rumah?" Goda Hana, ia tersenyum penuh arti lalu menaik turunkan alisnya buat sang suami memerah padam.

Mahesa buru-buru beranjak dari ranjangnya hendak keluar kamar.

"Ih si Mas udah nikah masa masih malu-malu sih?" Goda Hana lagi. Pria itu tersenyum lebar.

"Besok sampai rumah gak akan malu-malu." Jawabnya cepat lalu keluar dari kamarnya. Hana tertawa keras melihat suaminya yang sudah sangat tersipu. Dia jadi penasaran apa yang akan suaminya lakukan esok? Wajahnya mendadak terasa panas ikut tersipu malu bayangkan hal-hal yang sudah ia pikirkan sejak sah menjadi istri Mahesa.

•••

"Loh gak jadi siap-siap pulang kamu Mas?" Tanya Jefri saat putra sulungnya malah ikut duduk di depan televisi.

"Besok Yah, masih mau kangen-kangenan sama kamar masa muda."

"Halah, memangnya kamu udah tua apa." Mahesa terkekeh.

"Dibanding kamu ya yang tua itu ayah."

"Iya, kan udah jadi kakek-kakek." Pria itu tersenyum.

"Iya nih tapi tetap kakek gaul dong. Kapan ayah dikasih teman nonton bola? Kamu sama Janu kan susah sekarang." Mahesa paham maksudnya.

Thick As ThievesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang