26

4.1K 413 62
                                    

Pagi pertama sebagai suami istri. Hana terbangun dengan tubuh yang memeluk guling, sedangkan Mahesa tertidur tengkurap di sebelahnya. Gadis itu yang pertama kali membuka mata sebab kebelet ingin buang air kecil. Ia agak terkejut saat Mahesa tampak tak mengenakan kaos. Matanya melirik ke arah pendingin ruangan yang tersetting cukup rendah. Bagaimana bisa pria itu pulas padahal suhu sedingin itu?

Sebagai istri dia mengambil inisiatif. Meraih selimut yang semalaman menghangatkannya lalu menyelimuti tubuh polos itu sampai sebatas leher. Mungkin karena kelelahan Mahesa tak bergerak sama sekali. Hana pilih ke kamar mandi, menuntaskan hasrat yang muncul begitu ia bangun.

Saat suara pintu kamar mandi terdengar ditutup, Mahesa langsung buka matanya lebar-lebar. Dia sudah bangun, sejak tadi. Cuma karena tiba-tiba gadis itu terbangun, ia langsung pura-pura tidur. Bingung mau menyapa apa.

Pria itu berdecak kesal, tak percaya pada malam pertamanya mereka. Kok bisa dia tidur dari sore hingga pagi! Padahal setidaknya Mahesa sudah janji akan memijat istrinya, namun malah berakhir dia yang dipijat wajahnya oleh Hana. Memang manusia kalau sudah keenakan jadi lupa segalanya.

Dipikir berkali-kali pun Mahesa masih terus menghela nafasnya kasar. Malam pertama mana bisa diulang. Harusnya ia beri sesuatu yang berkesan. Paling tidak terbangun dengan saling berpelukan. Ini bangun malah jauh-jauhan begini posisinya.

Mahesa terkejut saat tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, Hana tampak lebih segar. Mungkin karena gadis itu sekalian mencuci muka.

"Mas, sudah bangun?" Mahesa tergagap, lalu mengangguk. Begini toh rasanya bangun-bangun dapat pemandangan indah. Sumpah, Mahesa berani bersumpah Hana jauh lebih cantik ketika bangun tidur.

Gadis itu terkekeh, mengiranya Mahesa masih mengumpulkan nyawa. Padahal yang dikira begitu sejak tadi sedang menggerutu.

Hana bergerak meraih handuk putih yang Mahesa kenali sebagai handuknya. Ia serahkan pada pria itu.

"Cuci muka dulu, atau kalau mau mandi sekalian boleh." Mahesa meraih handuk itu, ia duduk sebentar di pinggir ranjang. Pura-pura masih linglung ceritanya.

"Kok Mas tidur gak pakai baju? Gak kedinginan? Aku aja kedinginan semalaman." Mahesa meringis, kan benar. Istrinya butuh kehangatan dia malah tidur pulas.

"Aku gak bisa tidur kalo gak lepas baju, kamu keganggu?" Wajah gadis itu bersemu merah. Bagaimana mungkin ia terganggu? Orang dia saja suka lihat pemandangan paginya. Matanya sejak tadi melirik-lirik ke arah otot suaminya.

"Hah? Nggak kok aku suka." Mahesa mengerutkan keningnya.

"Kok suka sih? Gak terganggu kan?" Hana gelagapan.

"I-iya i-itu maksudnya gak keganggu." Mahesa terkekeh.

"Ya udah, mas bersih-bersih dulu aku beresin kasur sama buatin sarapan. Mau teh atau kopi?" Mahesa tampak berpikir sejenak. Kalau minum kopi nanti yang dibuat kopi sachetan, Mahesa mana doyan.

"Teh aja ya." Hana mengangguk.

"Mau makan nasi?" Pria itu menggeleng.

"Jangan dong, masih pagi takut sakit perut. Kalo ada roti boleh deh." Hana terkekeh. Agak bule juga perut suaminya itu, padahal ya Mahes cuma gengsi aja. Masa di rumah mertua makannya banyak, urusan jam 10 udah lapar belakangan yang penting dia jangan keliatan rakus. Nanti dikira habis kerja rodi semalaman, padahal cuma tidur.

"Kalo ada sayur yang berkuah boleh deh. Tapi jangan pakai nasi ya?" Hana mengangguk.

Mahesa berdiri hendak mandi. Namun baru beberapa langkah ia berhenti, berbalik ke arah istrinya dan mengecup keningnya lembut.

Thick As ThievesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang