"Halo? Linda? Astaga mengapa aku tak memikirkanmu?", Hawa berhenti berjalan saat toko Baba sudah nampak di ujung hidungnya. "Apa kau masih di Villa Mahendra? Apa kau bisa menemukan Malik untukku? Aku harus mengatakan hal yang sangat penting untuknya".
Linda masih mengatur napas di balik ponsel lalu ia berkata, "Malik...Malik dalam bahaya".
"Apa? Apa maksudmu?", suara Hawa terdengar panik. "Apa yang terjadi padanya?".
"Ayahnya...ayahnya menghancurkan ponselnya. Mereka bertengkar dan dua orang berbadan besar memukulinya".
"Ayahnya? Apa kau yakin?".
"Aku yakin. Dan mungkin saja saat ini dia sudah babak belur tapi aku tak berani melakukan apa pun, aku sangat takut Hawa. Bagaimana ini?", Suara Linda terdengar bergetar.
"Tenanglah, berpura-puralah kau tak melihatnya. Kau harus menjaga dirimu terlebih dahulu".
"Baiklah".
"Aku akan menelponmu lagi nanti".
Hawa mematikan ponselnya.
Saat ia tau Umar berada di ruang tamu berbicara bersama Ummi dan Baba, ia menatap Jiazen yang masih mengikutinya sampai ke toko Baba. Tatapannya penuh tekad. Hawa merogoh dua lembar foto dan memberinya pada Jiazen. Tanpa tau apa-apa, Jiazen kini memegang dua lembar foto itu. Menatap foto bersimbah darah dengan ujung hidung yang perlahan mengerut.
"Kenapa kau memberiku foto ini?".
"Aku butuh bantuanmu. Kurasa ini bukti pembunuhan", ucap Hawa dengan nada suara yang gugup.
Hawa memberi ponselnya pada Jiazen dan memegang tangan Jiazen erat-erat ke depan dadanya.
"Bukti pembunuhan? Aku tak mengerti, ada apa sebenarnya?".
"Villa Mahendra di Pasir Panjang Road, kau harus menemukan Malik di sana. Dia dalam bahaya. Kau bisa menelponnya menggunakan ponselku".
"Kenapa aku harus bertemu dengannya? Astaga Hawa! Jelaskan padaku", pekik Jiazen kesal.
"Sst!", jari telunjuk Hawa menempel pada bibir Jiazen lalu ia melepaskannya cepat sambil menoleh ke pintu di belakangnya. "Kau akan mendapatkan jawabannya setelah bertemu dengan Malik. Datanglah ke Villa Mahendra bersama anak buahmu dan selamatkan dia. Kau mungkin akan butuh bantuan banyak orang. Beri dia foto itu dan katakan bahwa Umar ada di rumahku saat ini. Pergilah!", Hawa bicara seolah ia sedang terburu-buru dan berusaha mendorong Jiazen keluar dari toko sebelum Umar melihatnya.
Jiazen mundur satu langkah. Lalu ia menatap Hawa. Dadanya terasa berat. Ia menyimpan foto dan ponsel milik Hawa tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi. Ia menatap Hawa seolah ia tak ingin kehilangan gadis itu karena rasanya Hawa akan pergi ke suatu tempat yang jauh. Sesuatu dalam hatinya seolah menyuruhnya untuk tinggal tapi raut wajah Hawa berkata sebaliknya. Jadi ia berlari keluar. ia berlari ke jalan dan mencoba untuk menemukan jawaban yang ingin ia dengar dari Malik.
Pintu rumah Baba terbuka dan wajah Umar yang tersenyum ramah berdiri di belakang Hawa membuat bulu kuduk Hawa bangun bahkan sebelum ia menoleh menatap wajahnya.
"Rupanya kau sudah di sini", bisik Hawa mendekat ke telinga Hawa.
Hawa berbalik dan menelan ludah memberanikan diri menatap kedua bola mata yang penuh kelicikan itu. "Kau mau apa di sini?", tanya Hawa dengan suara bergetar.
"Kau tentu tau apa maksudku ke sini".
"Dimana Ibrahim? Bukankah kau harusnya bersama dia saat ini?", tangan Hawa terkepal memikirkan kemungkinan dimana Ibrahim saat ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/300693018-288-k39527.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain on Me, Singapore
Любовные романыSetelah kehilangan sang kakak, hidup Malik Mahendra jadi hampa meski ia adalah seorang businessman Singapura yang sukses di usia muda dan berasal dari keluarga konglomerat yang popular di negara itu. Sampai suatu hari, seorang anak laki-laki datang...