22 - Bala Bantuan

9 3 0
                                    

Mobil hitam legam milik Jiazen yang melaju kini berhenti di tengah gang di gedung tua miliknya. Beberapa anak buahnya berbadan kekar dengan setelah jas hitam berdiri menjaga gerbang dan membungkuk memberi hormat saat ia melangkah keluar dari mobilnya terburu-buru. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling lingkungan yang jalanannya sepi dan hanya ada beberapa pedangang Cina yang duduk menunggu pelanggan.

"Masuklah ke dalam, aku harus mengatakan sesuatu pada kalian semua", perintahnya pada kedua anak buah yang berjaga itu.

Mereka kebingungan tapi mengikuti Jiazen yang kini membuka gerbang dan masuk ke dalam gedung. Ia bertemu dengan Lee yang memberi beberapa dokumen pada anak buah lainnya yang menunggu di depan meja. Lee berdiri dari balik meja dan menyambut Jiazen di tengah ruangan besar itu. Beberapa anak buah menatapnya kebingungan. Ia memandang satu per satu semua rekan kerjanya itu.

"Apa semuanya berada di sini?", tanya Jiazen serius.

"Ada apa ini? Darimana saja kau? Kau sudah menerima uang dari Hawa?". Lee mendekatinya.

"Dia dalam bahaya", bisik Jiazen pada Lee.

"Apa maksudmu?", Lee mengernyitkan kening.

"Kumpulkan semua anggota kita, tak boleh ada yang tersisa. Berapa dari mereka yang sedang bekerja di luar hari?".

"Entahlah sekitar dua puluh orang mungkin?".

"Berapa yang tersisa yang bisa kau kumpulkan?"

"Empat puluh dua?" Lee menghitung-hitung dengan jarinya.

"Cepatlah! Semuanya berkumpul di ruang tengah!", perintah Jiazen sambil berjalan masuk ke ruangan di balik pintu.

Pintu membuka. Terdapat sebuah area gym dan taman besar dengan kolam ikan yang mengeluarkan bunyi air bergemerisik di sana. Di tengah-tengahnya ruangan besar dengan puluhan kursi berjejer mengitari sebuah podium kecil.

Jiazen berjalan ke podium dan duduk di kursi besar yang berbahan kayu jati dengan ukiran lambang naga berwarna merah. Suara derapan kaki terdengar saat Jiazen sudah duduk di sana. Ia memejamkan mata menunggu beberapa detik sambil memutar-mutar ponsel Hawa ditangannya penuh kekhawatiran. Saat ia membuka mata, jejeran kursi telah penuh dengan pria-pria bersetelan hitam berwajah serius di sekelilingnya. Ada beberapa yang berdiri di belakang jejeran kursi dalam posisi istirahat di tempat dan siap mendengar apa yang akan Jiazen katakan.

Lee mendekat. Ia berdiri di pinggir podium, membungkuk dan membisikkan sesuatu pada Jiazen. "Semuanya sudah berkumpul, empat puluh dua orang", lapor Lee pada Jiazen.

Jiazen berdiri dan menyimpan ponsel Hawa.

"Aku butuh kalian semua saat ini. Aku tak tau situasi seperti apa yang akan kita hadapi di tempat yang akan kita kunjungi sekarang jadi bersiaplah dengan segala yang kalian punya. Kalau kalian terluka di sana, beberapa regu harus siap untuk mengantar kalian kembali ke markas untuk mengobati diri. Beberapa dari kalian harus ikut denganku berjaga-jaga".

"Apa alasan kita harus pergi ke tempat itu?", tanya Lee meneliti.

"Seorang teman dalam bahaya dan juga...aku butuh jawaban darinya".

"Apa ini berhubungan dengan Hawa?", Lee berbisik.

Jiazen tak menanggapi Lee dan menatap seluruh anak buahnya. "Persiapkan kendaraan ke sana. Keluarkan semua van yang ada di garasi dan tunggulah aba-aba dariku lalu kita berangkat. Bergeraklah!".

Satu perintah dari Jiazen membuat puluhan orang yang tadinya ada di ruangan itu satu per satu menghilang di balik pintu dan bergerak begitu cepat. Kini tersisa Lee yang berdiri di dekat podium itu dan menunggu jawaban dari Jiazen.

Rain on Me, SingaporeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang