11 || Di Balik Cahaya

93 12 2
                                        

Dua hari ini, Putri memberitahu bahwa ia tidak bisa datang ke rumah untuk menjaga dan merawat ibu Ghazi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua hari ini, Putri memberitahu bahwa ia tidak bisa datang ke rumah untuk menjaga dan merawat ibu Ghazi. Perempuan berusia 25 tahun itu beralasan ada panggilan kerja dari klinik yang pernah dilamarnya beberapa bulan lalu. Entah hanya sekadar alasan atau memang perempuan itu ingin mencari sambilan baru sebagai perawat klinik, Ghazi tidak mau tahu. Hanya saja, ia mampu melihat kegelisahan di raut wajah ibunya setiap kali dirinya akan berangkat kerja.

"Mungkin Putri malu ketemu kamu habis menyatakan perasaannya secara tersirat kemarin. Biarin dia nenangin diri dulu. Bunda masih bisa ngapa-ngapain sendiri, kok," ujar Nuri ketika Ghazi menyampaikan rasa cemas meninggalkan ibunya sendiri di rumah.

"Apa Ghazi izin shift aja, Bun? Ghazi nggak tenang, apalagi kemarin Bunda mecahin piring. Nanti kalo—"

Nuri tertawa kecil sambil menepuk lengan putranya. "Itu Bunda aja yang salah posisi ngambil piring. Nggak apa-apa. Kamu kerja aja. Katanya, hari ini Putri mau dateng sebentar."

Ghazi menatap ibunya lekat-lekat.

"Nanti, Bunda akan meluruskan hubungan kalian, ya. Supaya Putri nggak berharap lebih dan kamu juga nggak lagi canggung kalo harus komunikasi dengan dia. Siapa lagi yang bisa kamu hubungi buat cek kondisi Bunda kalo bukan ke Putri?"

Ucapan ibunya tidak salah. Akan tetapi, Ghazi jadi merasa ia dan ibunya terkesan bergantung pada Putri. Mereka memang membutuhkan peran perempuan itu untuk menjaga keselamatan Nuri saat beraktivitas di rumah. Menggunakan kursi roda sering kali membatasi pergerakan Nuri sehingga Ghazi cukup khawatir jika ibunya nekat melakukan segala sesuatu sendiri dan malah mencelakai diri. Namun, tampaknya memang tidak ada yang bisa mengatur kondisi hati manusia. Siapa yang menyangka perawat pemalu itu justru menyimpan rasa pada Ghazi?

Setelah bernegosiasi dan meyakinkan diri, akhirnya Ghazi berpamitan pada ibunya. Di sudut hatinya, ia masih berharap Putri akan datang menjaga sang ibu. Pun jika perempuan itu sudah tidak mau bekerja di tempatnya lagi, ia bisa mencoba mencarikan perawat baru untuk ibunya. Ghazi pun menyadari bahwa saat ini dirinya diambang oleh dua ketidakpastian.

Lamarannya pada Nana dan kemungkinan Putri lanjut atau mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai perawat pribadi ibunya.

Sampai di stasiun, Ghazi bersiap-siap dengan asesmen kesehatan dan kesiapan berkendara dari tim personalia. Setiap kali akan bertugas, para masinis selalu dicek kesehatan fisik dan mentalnya guna memastikan keselamatan dalam menjalankan kereta dengan puluhan bahkan ratusan penumpang. Meski sudah memasuki hari Rabu yang cenderung lebih sepi dibandingkan Senin dan Selasa, tetap saja penumpang KRL Stasiun Bogor di jam 6 pagi bak lautan manusia. Setelah dinyatakan layak untuk berkendara, barulah para masinis bersiap di kereta masing-masing untuk mengecek kesiapan mesin dan alat-alat lainnya.

Namun, langkah Ghazi menuju kereta harus terhenti karena ponselnya terus bergetar. Awalnya, ia abaikan karena sepertinya hanya pesan dari grup-grup yang lupa ia jadikan mode senyap setelah mode itu mati beberapa hari lalu. Saat membuka ponselnya di dekat peron kereta tujuan, nama kontak sahabatnya terpampang di layar.

CommuterLove ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang