05 || Bersyarat

105 11 3
                                    

Sama seperti hari kemarin, sang ibu masih belum menerima keinginan Nana untuk bertaaruf

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sama seperti hari kemarin, sang ibu masih belum menerima keinginan Nana untuk bertaaruf. Sepanjang makan malam, Nana hanya bisa lirik-lirikan dengan bapaknya yang berjanji akan membujuk ibunya. Hanya saja, hingga makan malam selesai, keheningan masih belum tampak akan pergi dari rumah ini. Nana menghela napas panjang berulang kali saat cuci piring hingga sebuah tepukan mendarat di bahunya.

"Habis ini Bapak coba ngomong lagi sama Ibu. Semoga ibumu mau menerima."

"Apa perlu aku yang jelasin semuanya lagi ke Ibu?" Wajah Nana mulai memelas.

Bapaknya menggeleng. "Nanti, setelah Bapak yang bicara. Itu pun kalau ibumu mau. Kalau sampai hari ini ibumu masih nggak mau, kamu nurut aja kata ibumu, ya, Na."

Dalam hati Nana tidak bisa menahan untuk tidak mengumpat. Namun, tetap saja ia tutup umpatan kasarnya itu dengan istighfar. Saat-saat seperti inilah yang membuatnya tidak mengerti apa kemauan sang ibu. Beliau yang menyuruhnya untuk cepat menikah, tetapi beliau pula yang melarangnya untuk berproses dengan cara yang baik supaya bisa cepat menikah. Malah menyarankan untuk pacaran?

Oh, tidak. Itu bukan proses untuk cepat menikah karena ia sendiri tidak bisa menjamin hubungan pacaran itu akan seberapa lama dan seperti apa lagi. Sudah cukup pengalaman buruknya dengan Dika dan Nana sangat tidak mau mengulangnya.

Awalnya, Nana hanya mondar-mandir di dalam kamarnya. Namun, rasa penasaran masih menggelayuti Nana sehingga membuatnya memilih untuk sedikit bandel. Ia pun keluar dari kamar dan menghampiri kamar orang tuanya.

Meski Nana tidak berada di dalam kamar orang tuanya, ia mampu merasakan dinginnya hawa di balik pintu cokelat itu. Sebenarnya, ingin sekali dirinya menerobos masuk dan langsung menjelaskan semuanya tentang taaruf pada sang ibu. Namun, itu hanya akan terjadi pada Nana yang dulu. Berbeda dengan Nana yang sekarang, yang sudah mengerti bahwa ada jam-jam ketika anak tak boleh masuk kamar orang tuanya tanpa izin. Salah satunya, selepas isya seperti saat ini.

Nana pun memilih untuk merapatkan tubuh dan telinganya ke pintu dan berusaha mendengar percakapan kedua orang tuanya di dalam.

"Oke, Ibu bakal dengerin penjelasan Nana. Ini bukan karena apa yang Bapak ceritain barusan, ya. Ibu yakin, semua orang bisa berubah dan semua orang punya alasan, termasuk Dika dan Nana."

Nana mengerutkan dahi. Apa yang diceritakan bapaknya sampai ibunya mengeluarkan kalimat balasan seperti itu?

Belum sempat Nana berpikir lebih jauh, suara kunci pintu yang dibuka sedikit mengejutkannya. Ia pun segera menyusun postur tubuhnya, berpura-pura akan mengetuk pintu.

"Eh, Ibu. Baru mau aku ketok," ujar Nana sedikit kaku.

"Pas kamu di sini. Ayo, masuk aja. Tadinya mau Ibu samperin di kamar."

"Emangnya ada apa, Bu?"

Ibunya hanya menggunakan lirikan mata untuk mengode Nana supaya segera masuk kamar. Tatapan Nana bertemu dengan tatapan bapaknya yang seolah berusaha berucap bahwa semua akan baik-baik saja.

CommuterLove ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang