Debar jantung yang tak karuan mengiringi Ghazi dan ibunya saat beranjak dari rumah menuju gedung acara. Keduanya diminta untuk datang pukul 6 pagi untuk melakukan persiapan, mulai dari berganti baju seragam, hingga merias diri.
Tidak ada yang menyangka bahwa Ghazi akhirnya sampai pada tahap ini. Tahap perjalanan hidupnya, transisi dari kehidupan sendiri menuju kehidupan yang penuh tanggung jawab, tidak hanya pada sang ibu, tetapi juga istrinya nanti. Tahap kehidupan yang akan membuatnya lebih hati-hati dalam memutuskan dan belajar untuk tidak berfokus pada diri dan ibunya saja. Setelah pukul 8, jika akad berlangsung lancar, Ghazi akan mengambil alih tanggung jawab atas Nana dari kedua orang tuanya.
Sungguh, pernikahan memang bukan sebuah permainan. Ada ikrar penuh konsekuensi di dalamnya. Kesiapan memikul peran tambahan tentu diperlukan dalam ikatan ini. Jika ditanya apakah Ghazi sudah siap sepenuhnya, dia akan tetap menjawab bahwa dirinya tidak siap. Siapa yang siap sepenuhnya untuk mengemban tanggung jawab yang luar biasa?
Namun, Ghazi meyakini, menikah sebagai bentuk salah satu ibadah dan menjalankan sunah rasul, tentu akan membawa kebaikan pada diri dan keluarganya. Siap tidak siap, ia akan terus menyiapkan diri untuk setiap hari dalam hidupnya bersama sang istri nanti.
"Zi, jangan lupa salat duha sebelum acara, ya," ucap Nuri lirih saat mereka sampai ke gedung acara. Mereka akan berpisah sementara karena ruang rias laki-laki dan perempuan dipisah.
Ghazi mengangguk. "Bunda kalo nanti ada apa-apa—"
"Ada yang lain. Tenang, Zi. Kamu fokus sama persiapan akad. Banyak istigfar, banyak berdoa. Ya?"
Ghazi sudah tidak bisa membantah lagi. Ia pun mengetuk pintu ruang rias perempuan dan seorang perias berkerudung hitam membukakan pintu. Lelaki yang masih mengenakan baju batik ini pun menitipkan ibunya pada perias itu.
Saat Ghazi masuk ke ruang rias laki-laki, sudah ada Farel dan calon ayah mertuanya. Mereka baru saja memakai kain jarik sebagai bawahan dan akan mengenakan pakaian beskap berwarna putih. Sebenarnya, keluarga menyepakati bahwa perpaduan warna untuk pernikahan hari itu adalah krem dan biru langit. Namun, khusus untuk acara akad, mereka sepakat untuk memakai pakaian putih-putih terlebih dulu, lalu nanti ganti baju untuk acara resepsi.
Penata busana laki-laki yang bertanggung jawab di sana langsung menyodorkan beskap berwarna putih untuk dipakai Ghazi. Entah mengapa, Ghazi merasa bahwa baju itu sangat berat bahkan sebelum ia pakai. Mungkin, itu hanyalah persepsinya. Akan tetapi, jika membayangkan kembali tanggung jawabnya akan bertambah seiring perannya yang juga bertambah, ia banyak-banyak melantunkan istigfar dalam hati. Juga, beberapa doa dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Arab yang ia hafal terus menerus diulangnya selama persiapan di ruangan. Ia hanya berharap hatinya semakin tenang dan jauh dari keraguan dengan terus mengingat Allah.
"Tegang, ya?" Farel menepuk bahu Ghazi yang sedang dirias sederhana.
"Tips, dong. Lo, kan, udah pernah ngerasain."
KAMU SEDANG MEMBACA
CommuterLove ✔
Romance[JUARA 10 EDITOR'S CHOICE AUTHOR GOT TALENT 2022] Singgah dari satu stasiun ke stasiun lain adalah hal yang biasa bagi masinis kereta rel listrik seperti Ghazi. Berbeda dengan Nana yang terbiasa diam di satu tempat untuk menyelesaikan pekerjaannya s...