01 || Tabrakan

324 30 59
                                    

Ada yang pernah Taarufan?

Atau mengharapkan ada yang datang buat nge-taaruf-in?

Atau jangan-jangan takut buat Taarufan karena punya pikiran-pikiran aneh?

Boleh sini cerita sebelum baca ceritanya Nana :D

Nana tidak menyangka, bertemu dengan klien dari perusahaan di kota metropolitan akan begitu melelahkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nana tidak menyangka, bertemu dengan klien dari perusahaan di kota metropolitan akan begitu melelahkan. Padahal, ia hanya menanggapi dan berargumen demi menjebol tembok ego klien yang ingin desain buatannya diubah total dalam satu hari. Satu hari!

Oh, rasanya Nana ingin menangis saat mendapat kabar itu. Sudah mati-matian ia mengerjakan desain pesanan selama 3 hari hanya bermodalkan, "Terserah Mbak aja. Pokoknya, isi posternya seperti itu."

Terserah.

Satu kata terlaknat untuk para desainer seperti Nana. Untung bayarannya besar. Jika tidak, sepertinya Nana memilih untuk segera menikah dengan konglomerat saja biar ia tidak usah pusing bekerja.

Bicara soal menikah, perempuan berjilbab krem ini memikirkan desakan yang semakin sering ia dengar dari orang tuanya. Setiap kali makan malam di rumah, topik bahasan tentang pernikahan membuat Nana angkat tangan. Di satu sisi, ia sedang tidak ingin memikirkan soal pernikahan. Di sisi lain, usianya memang bisa dibilang usia yang pas untuk segera menikah. Di sisi lainnya lagi, ia teringat sebuah pepatah jawa.

Nikah niku syarate meng kalih. Kalih sinten?*

Sial. Memikirkan calon, Nana kembali teringat dengan Dika, mantan pacarnya yang ia putuskan hampir setahun yang lalu. Kejadian malam itu masih terbayang jelas di benak Nana dan masih sering memunculkan getar tak nyaman dalam dadanya. Mengingatnya sekilas, berhasil membuat badannya panas dingin dan jantungnya tak karuan.

Untung saja kereta commuterline jurusan Bogor akan segera tiba di stasiun Sudirman, tempat Nana melamun saat ini. Setidaknya, Nana bisa melupakan sejenak ingatan yang datang sambil berjalan menuju ujung pemberhentian kereta agar ia bisa masuk ke gerbong wanita.

Suasana di stasiun Sudirman terbilang cukup sepi. Nana bisa berjalan santai sambil menghitung bebatuan yang ada di jalur kereta—salah satu caranya mengalihkan pikiran dari hal-hal yang tidak diinginkan. Setibanya di ujung jalan, ia bersandar dan melihat ke langit.

Biru, dengan guratan tipis awan putih. Cerah, tetapi sangat terik dan berhasil membuat manusia di bawahnya mengipas-ngipaskan tangan kepanasan. Nana tidak bisa memandang langit terlalu lama tersebab silau yang terpantul. Ia pun menarik napas panjang dan tarikan napas itu membuat perempuan berusia 25 tahun ini mengembuskan udara secara maksimal. Ia lelah.

Kadang-kadang Nana tak habis pikir. Bisa-bisanya ia yang mengundurkan diri dari biro arsitek swasta tempatnya bekerja setahun yang lalu hanya karena tidak ingin bertemu dengan mantan pacar bajingan itu. Mengundurkan diri dari biro membuatnya harus mencari pekerjaan baru jika tak ingin kena omel orang tuanya.

CommuterLove ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang